iklan

✔ Penguatan Kapasitas Kelembagaan

Terdapat dua jenis pengertian kelembagaan yaitu kelembagaan sebagai hukum main dan kelembagaan sebagai organisasi. Sebagai hukum main kelembagaan merupakan perangkat hukum yang membatasi acara anggota dan pengurus dalam mencapai tujuan organisasi. Kelembagaan dalam arti organisasi biasanya menggambarkan acara yang dikoordinasikan atas dasar melalui prosedur admistrasi atau komando (Arkadie, 1989 dan Pakpahan, 1990).
Kelembagaan pertanian yakni norma atau kebiasaan yang terstruktur dan bersiklus serta dipraktekkan terus menerus untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat yang terkait erat dengan penghidupan dari bidang pertanian di pedesaan.

Kelembagaan petani dan kelembagaan penyuluhan

è    Kelembagaan petani
Pengembangan kapasitas petani dan kelembagaan kelompok petani diharapkan dalam upaya meningkatkan daya saing petani dalam pengembangan sistem agribisnis di Indonesia. Upaya ini semakin diharapkan dalam menghadapi masa globalisasi dan perdagangan bebas. Kapasitas petani sanggup meningkat sejalan dengan partisipasi mereka dalam kelembagaan petani. Kapasitas petani dan partisipasi mereka dalam kelembagaan petani akan mendorong kapasitas kelembagaan menjadi lebih efektif.
Dalam kehidupan komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan cuilan pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau social interplay dalam suatu komunitas. Kelembagaan pertanian juga mempunyai titik strategis (entry point) dalam menggerakkan sistem agribisnis di pedesaan. Untuk itu segala sumberdaya yang ada di pedesaan perlu diarahkan/diprioritaskan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok tani). Saat ini potret petani dan kelembagaan petani di Indonesia diakui masih belum sebagaimana yang diharapkan (Suradisastra, 2008).
Peran kelembagaan dalam membangun dan berbagi sektor pertanian di Indonesia terutama terlihat dalam kegiatan pertanian tanaman pangan, khususnya padi. Di tingkat makro nasional, kiprah lembaga pembangunan pertanian sangat menonjol dalam agenda dan proyek intensifikasi dan peningkatan produksi pangan. Kegiatan pembangunan pertanian dituangkan dalam bentuk agenda dan proyek dengan membangun kelembagaan koersif (kelembagaan yang dipaksakan), menyerupai Padi Sentra, Demonstrasi Massal (Demas), Bimbingan Massal (Bimas), Bimas Gotong Royong, Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Koperasi Unit Desa (KUD) dan lain-lain. Kondisi di atas memperlihatkan signifikansi keberdayaan kelembagaan dalam akselerasi pembangunan sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan hasil banyak sekali pengamatan yang menyimpulkan bahwa bila inisiatif pembangunan pertanian dilaksanakan oleh suatu kelembagaan atau organisasi, di mana individu individu yang mempunyai jiwa berorganisasi menggabungkan pengetahuannya dalam tahap perencanaan dan implementasi inisiatif tersebut maka peluang keberhasilan pembangunan pertanian menjadi semakin besar (De los Reyes dan Jopillo 1986;USAID 1987; Kottak 1991; Uphoff 1992a; Cernea 1993; Bunch dan Lopez 1994 dalam Sradisastra, 2011).
Permasalahan dan kelemahan petani
Menurut Dimyati (2007), permasalahan yang masih menempel pada sosok petani dan kelembagaan petani di Indonesia adalah:
1)                  Masih minimnya wawasan dan pengetahuan petani terhadap persoalan administrasi produksi maupun jaringan pemasaran.
2)                  Belum terlibatnya secara utuh petani dalam kegiatan agribisnis. Aktivitas petani masih terfokus pada kegiatan produksi (on farm).
3)                  Peran dan fungsi kelembagaan petani sebagai wadah organisasi petani belum berjalan secara optimal.
Problem fundamental bagi secara umum dikuasai petani Indonesia yakni ketidakberdayaan dalam melaksanakan perundingan harga hasil produksinya. Posisi tawar petani pada dikala ini umumnya lemah, hal ini merupakan salah satu hambatan dalam perjuangan meningkatkan pendapatan petani. Menurut Branson dan Douglas (1983), lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang mendapatkan/memiliki susukan pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai. Petani kesulitan menjual hasil panennya lantaran tidak punya jalur pemasaran sendiri, jadinya petani memakai sistim babat jual. Dengan sistim ini sebanyak 40 % dari hasil penjualan panenan menjadi milik tengkulak.
Peningkatan produktivitas pertanian tidak lagi menjadi jaminan akan memberikan laba layak bagi petani tanpa adanya kesetaraan pendapatan antara petani yang bergerak di sub sistem on farm dengan pelaku agribisnis di sub sektor hulu dan hilir. Kesetaraan pendapatan hanya sanggup dicapai dengan peningkatan posisi tawar petani. Hal ini sanggup dilakukan jikalau petani tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi menghimpun kekuatan dalam suatu lembaga yang betul-betul bisa menyalurkan aspirasi mereka. Oleh lantaran itu penyuluhan pertanian harus lebih tertuju pada upaya membangun kelembagaan. Lembaga ini hanya sanggup berperan optimal apabila penumbuhan dan pengembangannya dikendalikan sepenuhnya oleh petani sehingga petani harus menjadi subjek dalam proses tersebut (Jamal, 2008).
Menurut Akhmad (2007), upaya yang harus dilakukan petani untuk menaikkan posisi tawar petani yakni dengan:
1)                  Konsolidasi petani dalam satu wadah untuk menyatukan gerak ekonomi dalam setiap rantai pertanian, dari pra produksi hingga pemasaran.
2)                  Kolektifikasi produksi, yaitu perencanaan produksi secara kolektif untuk memilih pola, jenis, kuantitas dan siklus produksi secara kolektif. Hal ini perlu dilakukan semoga sanggup dicapai efisiensi produksi dengan skala produksi yang besar dari banyak produsen. Efisisensi sanggup dicapai lantaran dengan skala yang lebih besar dan terkoordinasi sanggup dilakukan penghematan biaya dalam pemenuhan faktor produksi.
3)                  Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar, dan menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk pertanian. Kolektifikasi pemasaran dilakukan untuk mengkikis jaring-jaring tengkulak yang dalam menekan posisi tawar petani dalam penentuan harga secara individual. Upaya kolektifikasi tersebut tidak berarti menghapus kiprah dan posisi pedagang agen dalam rantai pemasaran, namun tujuan utamanya yakni merubah tumpuan kekerabatan yang merugikan petani produsen dan menciptakan tumpuan distribusi lebih efisien dengan pemangkasan rantai tata niaga yang tidak menguntungkan.

Penguatan kapasitas kelembagaan petani
Untuk mengatasi permasalahan di atas perlu melaksanakan upaya pengembangan, pemberdayaan, dan penguatan kelembagaan petani (seperti: kelompok tani, lembaga tenaga kerja, kelembagaan penyedia input, kelembagaan output, kelembagaan penyuluh, dan kelembagaan permodalan) dan diharapkan sanggup melindungi bargaining position petani. Tindakan proteksi sebagai keberpihakan pada petani tersebut, baik sebagai produsen maupun penikmat hasil jerih payah usahatani mereka terutama diwujudkan melalui tingkat harga output yang layak dan menguntungkan petani.
Dengan demikian, penguatan dan pemberdayaan kelembagaan tersebut juga untuk menghasilkan pencapaian kesinambungan dan keberlanjutan daya dukung SDA dan banyak sekali perjuangan untuk menopang dan menunjang acara kehidupan pembangunan pertanian di pedesaan..
Lembaga di pedesaan lahir untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakatnya. Sifatnya tidak linier, namun cenderung merupakan kebutuhan individu anggotanya, berupa: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kekerabatan sosial, pengakuan, dan pengembangan pengakuan. Manfaat utama lembaga yakni mewadahi kebutuhan salah satu sisi kehidupan sosial masyarakat, dan sebagai kontrol sosial, sehingga setiap orang sanggup mengatur perilakunya berdasarkan kehendak masyarakat (Elizabeth dan Darwis, 2003).
Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi oleh suatu kelembagaan petani semoga tetap eksis dan berkelanjutan adalah:
1)                  Prinsip otonomi (spesifik lokal)
2)                  Prinsip pemberdayaan

3)                  Prinsip kemandirian lokal

è    Kelembagaan Penyuluhan
Kelembagaan kelompok petani merupakan merupakan sarana sekaligus target penyuluhan pertanian (Albrecht,H. et.al., 1989; Anonim, 2001; Mosher,1991), sehingga keberadaannya sangat diperlukan. Kondisi dilematis biasanya timbul dari kelembagaan penyuluhan lantaran bias kepentingan. Penyuluh pertanian, baik pegawai pemerintah maupun swasta, merupakan anggota atau staf dari institusi yang menugaskannya sehingga tidak jarang dalam melaksanakan pekerjaannya lebih berorientasi pada kepentingan dinas daripada kepentingan petani. Berkaitan dengan situasi ini, penguatan kapasitas kelembagaan kelompok petani memerlukan janji bagi kelembagaan penyuluhan, terutama kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah, untuk melaksanakan kiprah yang semestinya.
Secara umum kelembagaan penyuluhan di Indonesia semenjak Pelita I hingga kini telah mengalami beberapa perubahan. Pertama, pada tahun 1970-1990, dimana secara kelembagaan penyuluh merupakan cuilan dari agenda Bimbingan Massal (BIMAS) yang bertanggung jawab pada peningkatan komoditas pokok untuk memenuhi target produksi maksimal. Kedua, pada tahun 1991 kelembagaan penyuluh di set up ulang, sehingga pengelolaan kelembagaan penyuluh pertanian yang semula di Bimas diserahkan ke dinas-dinas teknis lingkup pertanian. Masa ini ditandai dengan munculnya BPP dan PPL Tanaman Pangan, BPP Perkebunan, BPP Perikanan, BPP Peternakan. PPL bersifat monovalen. Ketiga, pada tahun 1996-2000, kelembagaan penyuluhan di tingkat Kabupaten/Kota disatukan dalam wadah gres dengan Nomenklatur Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) dan di tingkat kecamatan BPP difungsikan kembali sebagai home base semua Penyuluh Pertanian yang bertugas di kecamatan.
Pada model kelembagaan pertama hingga ketiga, penentuan dan pengelolaan penyuluhan dilakukan dengan sistem sentralisasi. Keempat, pada tahun 2001-2005, kelembagaan penyuluh diserahkan kepada pemerintah daerah. Era ini menjadi awal dilaksanakannya desentralisasi program-program penyuluhan. Namun banyak tempat yang tidak siap sehingga penyuluhan menjadi “mati suri”. Kelima, pada tahun 2006-sekarang dilakukan revitalisasi penyuluhan pertanian dimana kelembagaan penyuluh di tingkat kabupaten dan kecamatan dihidupkan kembali yang dituangkan dalam UU No.16 Tahun 2006 wacana Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kelautan (SP3K), kelembagaan di Kabupaten Badan Pelaksana Penyuluhan (BAPELLUH) dan di kecamatan BPP. Hal ini dipertegas dengan Surat Menteri Pertanian No.157 yang isinya menyatakan bahwa dana dekonsentrasi dari Pusat hanya akan diberikan kepada kabupaten/ kota yang sudah membentuk Kelembagaan Penyuluhan Pertanian. Kelembagaan penyuluhan pertanian merupakan salah satu wadah organoisasi yang terdapat dalam dinas pertanian. Fungsi utama dari kelembagaan penyuluhan pertanian yakni sebagai wadah dan organisasi pengembangan sumberdaya insan pertanian serta menyelenggarakan penyuluhan.
Kelembagan penyuluhan pertanian di pusat yakni tubuh Pengembangan SDM pertanian, Depertemen Pertanian dalam menjalankan kiprah dan fungsinya di bidang penyuluhan pertanian denagn Komisi penyuluhan pertanian nasional yang berfungsi menyiapkan materi untuk merumuskan budi nasional penyuluh pertanian dan materi untuk memecahmasalah dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian yang mempunyai komposisi anggota 60% unsure non pemerintah dan 40% unsure pemerintah. Kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat kecamatan yakni BPP atau lemmbaga lainnya yang mempunyai kiprah dan fungsi yang sama dan ditetapkan dengan peraaturan tempat dan SK bupati. Kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat desa yakni kelompok tani yang melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian.
Penyuluhan pertanian pada hakikatnya dilaksanakan untuk membantu petani semoga bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi sendiri. Penyuluhan, berdasarkan Van den Ban dan Hawkins (1999), diartikan sebagai proses yang membantu petani dalam: menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melaksanakan asumsi kedepan; meningkatkan pengetahuan dan berbagi wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani; memperoleh pengetahuan khusus berkaitan dengan cara pemecahan persoalan yang dihadapi serta akhir yang ditimbulkan; memutuskan pilihan yang sempurna yang berdasarkan pendapat petani sudah optimal; meningkatkan motivasi petani untuk memutuskan pilihannya; dan mengevaluasi dan meningkatkan ketrampilan dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan.
Mengembangkan kapasitas kelembagaan kelompok petani yakni wujud kasatmata dari kiprah kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah di tingkat provinsi, sesuai Pasal 11 ayat (1) karakter c Undang-undang Sistem Penyuluhan, yaitu: "memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan lembaga masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku perjuangan untuk berbagi usahanya dan memperlihatkan umpan balik kepada pemerintah daerah" dan kiprah kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah tingkat kabupaten, sesuai Pasal 13 ayat (1) karakter e, yaitu: "menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan lembaga kegiatan bagi pelaku utama dan pelaku usaha".
Salah satu langkah-langkah tindakan menuju kelembagaan kelompok petani yang efektif yakni melalui peningkatan pinjaman penyuluhan pertanian, mencakup :
a.                   Meningkatkan kompetensi penyuluh dalam memfasilitasi petani, meliputi: penguasaan materi, kemampuan berkomunikasi, sikap terhadap target serta adanya janji terhadap profesi.
b.                  Penggunaan pendekatan penyuluhan yang sempurna sesuai dengan karakteristik khalayak sasaran, meliputi: kesesuaian informasi, ketepatan metode, penggunaan banyak sekali teknik penyuluhan dan penggunaan media dalam penyuluhan.
c.                   Penguatan kelembagaan penyuluhan pertanian, meliputi: ketersediaan programnya penyuluhan, kemudahan akses, pinjaman akomodasi yang diperlukan, dan pelaksanaan program.

Peranan penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan pendukung gerak perjuangan petani merupakan titik sentral dalam memperlihatkan penyuluhan kepada petani, berkaitan dengan pengelolaan usahatani yang berkesinambungan dan ramah lingkungan. Kesalahan dalam memperlihatkan penyuluhan kepada petani nantinya akan menimbulkan dampak negatif yang sanggup membahayakan lingkungan

Sumber http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.com

0 Response to "✔ Penguatan Kapasitas Kelembagaan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel