iklan

✔ Usahatani Berskala Kecil

 Karakteristik Usahatani Berskala Kecil
Berikut ini ialah ciri-ciri  utama usahatani dengan modal kecil ialah ;
1)      Skala perjuangan kecil, unit produksi tidak ekonomis
2)      Tujuan utama untuk pendapatan keluarga (subsisten atau setengah subsisten)
3)      Perluasan lahan dilakukan dengan  modal kerja terbatas
4)      Lahan relative kecil < 0,5 ha
5)      Status lahan yang diusahakan biasanya milik sendiri / menggarap lahan pihak lain
6)      Modal terbatas
7)      Daya beli rendah sehingga kehilangan potongan harga yang seharusnya diterima bila membeli faktor produksi dalam jumlah besar
8)      Teknologi yang dipakai konvensional (tradisional) lantaran mempunyai keterbatasan modal untuk mengadopsi teknologi gres yang canggih
9)      Pengelolaan bersifat apa adanya (sederhana)
10)  Tenaga kerjanya berasal dari keluarga sehingga upahnya tidak dibayarkan namun terkadang hanya diperhitungkan
11)  Cara perhitungan produksi dan Biaya usahatani: subsisten jumlah produksi      dinyatakan secara fisik (kg, ton,dll) tanah dan modal milik sendiri tidak dihitung bunganya
12)  Tingkat pendidikan pekerjanya masih tergolong rendah
13)  Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
14)  Pendapatan usahataninya rendah tapi relatuf stabil
15)  Sangat sensitive terhadap keadaan alam
16)  Umumnya menanam suatu komoditas dengan contoh monokultur dan dilakukan secara berkeanjutan

Masalah-Masalah dalam Usahatani Berskala Kecil di Indonesia
Berikut ini ialah beberapa pandangan hebat (menurut Fadholi (1991), Soekartawi, Syukuriwantoro (2009)) mengenai masalah-masaah dalam usahatani :
1.       Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani. Hal ini diakibatkan oleh keterbatasan terusan petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usahatani. Permodalan merupakan salah satu faktor produksi penting dalam perjuangan pertanian. Namun, dalam operasional usahanya tidak semua petani mempunyai modal yang cukup. Aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber permodalan masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang menguasai lahan sempit yang merupakan komunitas terbesar dari masyarakat pedesaan. Dengan demikian, tidak jarang ditemui bahwa kekurangan biaya merupakan hambatan yang menjadi penghambat bagi petani dalam mengelola dan berbagi perjuangan tani.
Dengan terbatasnya modal, maka penyediaan akomodasi kerja berupa alat-alat usahatani semakin sulit dipenuhi. Akibatnya intensitas penggunaan kerja menjadi semakin menurun. Ketergantungan keluarga akan modal menimbulkan petani terjerat sistem yang sanggup merugikan diri sendiri dan keluarganya, ibarat adanya sistem ijon, dsb.
Sebagai akhir langkanya modal usahatani, kredit menjadi penting. Dalam hal ini pemerintah perlu menyediakan akomodasi kredit kepada petani dengan syarat gampang dicapai. Keadaan yang demikian belum sepenuhnya ada. Demikian pula dengan mekanisme gampang dan suku bunga yang relatif rendah. Dengan demikian terbuka pemilik modal swasta mengulurkan tangan, sambil membunuh secara perlahan kepada petani, melalui sistem yang dikenal dengan sistem ijon. Alasan petani untuk tidak memakai akomodasi kredit yang disediakan pemerintah ialah belum tahu caranya, tidak ada jaminan, serta bunganya dianggap terlalu besar.
2.      Kurang rangsangan. Masalah kurang rangsangan lantaran perilaku puas diri para petani yang umumnya petani kecil. Ada semacam kejenuhan dan frustasi lantaran sulitnya meningkatkan taraf hidup dan pemenuhan kebutuhan keluarganya. Akibat berikutnya akan kuat terhadap kemampuan untuk meningkatkan pendidikan dan tersedianya dana yang cukup untuk biaya operasional usahataninya. Rendahnya tingkat pendidikan akan berpulang kepada rendahnya adopsi teknologi, apalagi kurangnya dana tadi akan sulit untuk membeli teknologi. Selain itu lantaran masih kurang memikirkan tujuan komersialisasi untuk mendapatkan profit.
3.       Aspek teknologi. Para petani kecil pada umumnya sulit mendapatkan setiap teknik atau metode gres (innovation) dan masih memakai alat-alat pertanian yang konvensiona (tradisional). Selain itu, setiap penerapan teknologi membutuhkan modal yang lebih besar untuk pengadan dan penguasaan teknologi tersebut. Lemah tingkat teknologinya identik dengan kelompok Late Majority. Yaitu kelompok yang lambat dalam hal mendapatkan info ataupun teknologi terbaru. Sehingga mereka tetap berada di situ saja. Tidak berjalan ke depan. Tetapi kelompok ini lebih skeptic dan lambat dalam hal mengadoptir sesuatu hal gres yang abnormal bagi mereka, meskipun mereka punya kemauan untuk mengadopsi atau menerapkan suatu teknologi tersebut. Mereka hanya mengikuti teknologi yang gres kalau telah disetujui oleh pendapat umum dan telah diterapkan oleh kebanyakan orang.
4.      Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang kompeten. Sebagian besar usahatani kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan perjuangan keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM perjuangan kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat kuat terhadap administrasi pengelolaan usahanya, sehingga perjuangan tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit perjuangan tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi gres untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
5.       Lahan usahatani sempit sehingga luasan usahanya dianggap  yang tidak menguntungkan. Dengan lahan usahatani yang sempit, akan membatasi petani berbuat pada rencana yang lebih lapang. Keadaan yang demikian akan menciptakan petani serba salah, bahkan menjurus kepada keputusasaan. Tanah yang sempit dengan kualitas tanah yang kurang baik akan menjadi beban bagi petani pengelola perjuangan tani.
Akibat lanjutan dari sempitnya luasan lahan usahatani ialah rendahnya tingkat pendapatan petani. Besarnya jumlah anggota yang akan memakai pendapatan yang sedikit tadi, akan berakibat rendahnya tingkat konsumsi. Dan ini kuat terhadap produktivitas kerja dan kecerdasan anak, menurunnya kemampuan berinvestasi, dan upaya pemupukan modal.
6.       Sistem penghitungan/analisis usahataninya tidak jelas. Hal itu disebabkan lantaran petani kecil umumnya tidak begitu memperhitungkan biaya produksi apa saja yang digunakan, misal lahan yang dimiliki sendiri kalau dimasukkan dalam biaya produksi nantinya akan mendatangkan profit, jumah upah tenaga kerja yang dipakai tidak dibayarkan bahkan terkadang tidak diperhitungkan lantaran berasal dari keluarga,dll.
7.      Sulitnya akses terhadap kredit. Karena rumitnya mekanisme dan syarat agunan, menciptakan petani mengandalkan derma dari tengkulak atau pengijon dengan bunga sangat tinggi. Misalnya, derma Rp. 1 juta harus dikembalikan Rp. 1,5 juta selama 1,5 – 3 bulan (Widodo, 2004). Selian itu, pihak forum pembiayaan juga enggan menunjukkan derma kepada petani kecil lantaran dianggap tidak sanggup menunjukkan keuntugan akhir skala usahanya yang kecil dan usahatani sangat rentan terhadap keadaan alam sehingga dianggap beresiko.
8.      Daya saing produknya rendah karena belum mengenal manfaat standar produk usahatani.
9.        Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar. Usahatani kecil yang pada umumnya merupakan unit perjuangan keluarga, mempunyai jaringan perjuangan yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan perjuangan besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang sanggup menjangkau internasional dan promosi yang baik.
10.        Lemahnya sistem perbenihan perbibitan nasional yang dipakai petani kecil. Hal ini terjadi lantaran umumnya petani kecil hanya memakai bibit / benih yang sudah ada / yang kualitasnya biasa akhir harga yang sulit dijangkau untuk membeli benih / bibit yang bersertifikat.
11.      Sulitnya memperoleh pupuk sesuai waktu, jumlah maupun jenis yang sempurna serta harga yang terjangkau. Hal itu disebabkan lantaran mahalnya harga pupuk, selain itu aktivitas subsidi yang diberikan pemerintah kepada petani kecil terkadang salah target yang justru didapatkan pelaku usahatani yang berskala besar akhir adanya disparitas harga dan kesalahan dalam saluran distribusi (tataniaga) pupuk bersubsidi, serta lokasi yang sulit dijangkau pemerintah untuk menunjukkan pupuk bersubsidi lantaran wilayahnya merupakan tempat terisolir.
12.        Masalah transformasi dan komunikasi. Upaya pembangunan termasuk membuka isolasi yang menutup terbukanya komunikasi dan langkanya transportasi. Hal itu menyulitkan petani untuk menyerap penemuan gres dan bahkan untuk memasarkan hasil usahataninya. Isolasi ini akan menutup setiap info harga yang bekerjsama sangat diharapkan oleh petani.
13.    Kurangnya info harga. Aspek-aspek pemasaran merupakan problem diluar usahatani yang perlu diperhatikan. Seperti kita ketahui petani yang serba terbatas ini berada pada posisi yang lemah dalam penawaran persaingan, terutama yang menyangkut penjualan hasil dan pembelian bahan-bahan pertanian. Penentu harga produk tidak pada petani. Petani harus terpaksa mendapatkan apa yang menrjadi kehendak dari pembeli dan penjual. Makin ia maju, ketergantungan akan dunia luar akan semakin besar. Tengkulak memegang peranan yang besar pada aspek penjualan hasil usahatani.
14.      Rendahnya nilai tukar petani hasil panen komoditas palawija (kedele, kacang tanah dan jagung pribadi dijual pada tengkulak atau penebas dengan alasan tidak tahan disimpan lama).
15.      Meningkatnya kesadaran kesehatan oleh masyarakat yang berdampak terhadap pemilihan kualiatas produk pertanian. Pada umumnya petani kecil mengusahakan pertaniannya secara konvensional, yang memakai pupuk dan pestisida kimia, sementara itu masyarakat kini mulai memperhatikan masakan yang akan mereka konsumsi apakah terkotori residu kimia atau tidak sehingga mereka lebih menentukan produk organik dari pada produk yang dihasilkan oleh petani kecil. Hal ini tentu saja akan menjadikan kerugian pada diri petani lantaran produknya tidak diminati konsumen.
16.      Terbatasnya ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana lahan dan air. Infrastruktur pedesaan pendukung usahatani yang belum memadai, merupakan salah satu problem utama usahatani. Salah satu infrastruktur yang sangat diharapkan oleh petani ialah jalan usahatani. Pada ketika ini tidak tersedia jalan usahatani untuk menuju ke lahan sawah yang letaknya agak jauh dari pemukiman. Untuk menuju ke sawahnya petani harus melewati galangan atau lahan sawah petani lainnya. Sering kali mereka tidak diizinkan untuk melintasi galangan atau lahan sawah petani lainnya lantaran sanggup merusak galangan atau flora yang telah ada. Hal ini kadang menjadi pemicu perselisihan diantara mereka. Ketiadaan jalan usahatani ini menciptakan petani mengalami kesulitan dalam mengangkut saprodi dan hasil usahatani sehingga menambah biaya produksi.
17.      Status dan luas kepemilikan lahan (9,55 juta KK, luas lahannya <0,5 ha)
Indonesia dengan jumlah penduduk nomor empat terbesar di dunia mempunyai lahan pertanian yang terbatas. Kondisi tersebut diperparah oleh tingginya laju peningkatan penduduk, alih fungsi lahan sawah untuk keperluan industri dan infra struktur, konversi lahan pertanaman padi menjadi lahan pertanaman komoditas lain yang bernilai jual lebih tinggi, serta menurunnya investasi pemerintah dalam pencetakan sawah baru, pembangunan sarana irigasi, dan menurunnya dana yang tersedia untuk memelihara jaringan irigasi yang sudah dibangun.
18.        Belum berjalannya difersifikasi pangan dengan baik. Kebanyakan petani menanam suatu komoditas dengan contoh monokultur, dan dilakukan secara terus-menerus, sehingga apabila panen raya tiba harga komoditas tersebut jatuh sehingga menimbulkan petani rugi.
19.       Belum padunya antar sector dalam menunjang pembangunan pertanian
penanganan panen dan pasca panen belum didukung oleh penggunaan alsintan
; belum semua petani melakukan rekomendasi pemupukan (baru 60 %); hasil panen komoditas palawija (kedele, kacang tanah dan jagung pribadi dijual pada tengkulak atau penebas dengan alasan tidak tahan disimpan lama).
20.        Kurang optimalnya kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian.Para pekerja birokrasi pertanian umumnya jarang untuk terjun pribadi ke lapang untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh petani. Sehingga para petani menuntaskan problem dengan cara mereka sendiri yang terkadang justru merugikan.


Sumber http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.com

0 Response to "✔ Usahatani Berskala Kecil"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel