✔ Falsafah Penyuluhan Dan Paradigma Penyuluhan
1.1 Falsafah Penyuluhan
Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto, 1993) mengartikan falsafah sebagai landasan fatwa yang bersumber kepada kebijakan moral ihwal segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan di dalam praktek. Falsafah berarti pandangan, yang akan dan harus diterapkan. Falsafah penyuluhan berpijak pada pentingnya pengembangan individu dalam menumbuhkan masyarakat dan bangsa.
Paulian (1987) menyatakan falsafah penyuluhan pertanian diantaranya yakni : Pertama, Belajar dengan mengerjakan sendiri yakni efektif; apa yang dikerjakan atau dialami sendiri akan berkesan dan menempel pada diri petani atau nelayan dan menjadi kebiasaan baru. Kedua, Belajar melalui pemecahan duduk kasus yang dihadapi adalah praktis; kebiasaan mencari kemungkinan-kemungkinan yang lebih baik dan menjadikan petani seseorang yang berprakarsa dan berswadaya. Ketiga, Berperanan dalam kegiatan-kegiatan menimbulkan kepercayaan akan kemampuan diri sendiri, jadwal pertanian untuk petani atau nelayan dan oleh petani atau nelayan akan menjadikan partisipasi masyarakat tani atau nelayan yang wajar.
Berikut ini merupakan 11 Falsafah Penyuluh Pertanian berdasarkan EINSMINGER (1962) :
- Penyuluhan yakni proses pendidikan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan, perilaku dan keterampilan masyarakat.
- Sasaran penyuluhan yakni segenap warga masyarakat (pria, perempuan dan anak-anaknya) untuk menjawab kebutuhan dan keinginannya
- Penyuluhan mengajar masyarakat ihwal apa yang diinginkannya, dan bagaimana cara mencapai keinginan-keinginan itu.
- Penyuluhan bertujuan membantu masyarakat biar bisa menolong dirinya sendiri.
- Penyuluhan yakni “belajar sambil bekerja” dan “percaya ihwal apa yang dilihatnya”.
- Penyuluhan yakni pengembangan individu, pimpinan mereka, dan pengembangan dunianya secara keseluruhan.
- Penyuluhan yakni bentuk kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat.
- Penyuluhan yakni pekerjaan yang diselaraskan dengan budaya masyarakatnya,
- Penyuluhan yakni prinsip hidup dengan saling berhubungan, saling menghormati dan saling mempercayai antara satu sama lainnya.
- Penyuluhan merupakan acara dua arah.
- Penyuluhan merupakan proses pendidikan yang berkelanjutan.
Di Amerika Serikat telah usang dikembangkan falsafah 3-T : teach, truth, and trust (pendidikan, kebenaran dan keperca-yaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan merupakan acara pendidikan untuk memberikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menerapkan setiap gosip (baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah diyakini akan sanggup memperlihatkan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya.
1.2 Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian
Mengingat adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi di ling-kungan pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat daerah, nasional, regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan pertanian perlu dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mendalam ihwal situasi gres dan tantangan masa depan yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian. Paradigma gres ini memang perlu, bukan untuk mengubah prinsip-prinsip penyuluhan tetapi untuk bisa merespon tantangan-tantangan gres yang muncul dari situasi gres itu. Paradigma gres itu yakni sebagai berikut.
1. Jasa informasi.
Bertani yakni profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani akan tetap bertani (kecuali ia pindah profesi) dan selalu berusaha sanggup bertani dengan lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu yang mereka perlukan yakni gosip gres ihwal segala hal yang berkaitan dengan usahataninya. Apakah itu gosip gres ihwal teknologi budidaya pertanian, ihwal sarana-sarana produksi, undangan pasar, harga pasar, cuaca, serangan dan bahaya hama dan penyakit, aneka macam alternatif usahatani lain, dan lain sebagainya. Dengan mendapat informasi-informasi yang relevan dengan usahataninya itu para petani akan meningkat kemampuan dan kemungkinannya untuk menciptakan keputusan-keputusan yang lebih baik dan yang lebih menguntungkan bagi dirinya sendiri dan tidak tergantung pada keputusan orang atau fihak lain. Informasi yakni materi mentah untuk menjadi pengetahuan, dan pengetahuan itu sangat dibutuhkan untuk bisa mempertahankan hidupnya, apalagi untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dunia petani tidak lagi sebatas desanya, tetapi sudah meluas ke semua tempat di negaranya bahkan ke manca negara. Oleh lantaran itu para petani juga semakin memerlukan gosip ihwal dunianya yang semakin luas itu. Kalau kebutuhannya akan aneka macam macam gosip itu tidak terpenuhi maka itu berarti para petani itu terkendala untuk maju. Penyuluhan pertanian seyogyanya sanggup berfungsi melayani kebutuhan gosip para petani itu.
Konsekuensi : Konsekuensinya bagi penyuluhan pertanian ialah harus mam-pu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan segala gosip yang dibutuhkan oleh para petani itu. Informasi-informasi ihwal aneka macam komoditas pertanian dan gosip lain yang bekerjasama dengan pengolahan dan pemasarnya perlu dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk dan bahasa yang gampang dimengerti oleh para petani.
2. Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian otonomi daerah, penyuluhan pertanian harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di tempat kerjanya masing-masing. Ekosistem tempat kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-ciri lahan dan iklim di wilayahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi yang disediakan haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang dianjurkan haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik di tempat yang bersang-kutan, pokoknya semua gosip dan ajuan harus yang benar-benar sesuai dengan kondisi tempat dan ini diketahui lantaran sudah melalui ujicoba setempat. Sebenarnya prinsip lokalitas ini dalam penyuluhan bukanlah prinsip baru, tetapi di masa kemudian tak sanggup dilaksanakan dengan baik lantaran prasarananya tidak mendukung. Mudah-mudahan dalam kurun otoda ini kondisinya lebih memungkin-kan.
Konsekuensi : Untuk sanggup memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan, bah-kan diperluas penyebarannya hingga ke tempat tingkat II dalam bentuk stasion-stasion percobaan dan penelitian. Kegiatannya juga diperluas, bukan terbatas pada aspek teknologi budidaya saja tetapi juga menyangkut aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya pertanian setempat. Informasi pasar dan bisnis setempat dan tempat yang lebih luas juga perlu dihimpun dan disajikan. Materi yang diteliti haruslah materi yang berasal dari permasalah riil yang sedang dihadapi para petani setempat. Penelitian yang dilakukan di BPTP bukanlah asal penelitian, tetapi haruslah penelitian yang bertujuan memecahkan duduk kasus atau kebutuan petani setempat.
3. Berorientasi agribisnis.
Usahatani yakni bisnis, lantaran semua petani melaksanakan usahatani dengan motif mendapat keuntungan. Kebutuhan keluarga petani pada ketika ini telah sangat berkembang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua kebutuhan perlu dibeli ataupun dibayar dengan uang. Kebutuhan keluarga ini akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan mereka, se-hingga para petani memerlukan pendapatan yang semakin banyak dari usaha-taninya. Untuk mendapat itu para petani perlu mengadopsi prinsip-prinsip agribisnis biar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar dari hasil usahataninya. Penyuluhan dimasa kemudian lebih menekankan perlunya meningkatkan produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau laba . Oleh lantaran itu di masa depan penyuluhan pertanian harus berorientasi agribisnis, memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik duduk kasus pendapatan dan laba itu.
Penggunaan inputs produksi menyerupai bibit dan pupuk harus diperhitungkan dengan baik dibandingkan dengan tingkat produksi yang akan diperoleh sehingga sanggup diperhitungkan dan diketahui tingkat laba yang bakal diperoleh. Kalau sebelumnya petani biasa menjual hasil panennya sebagai materi mentah yang berharga rendah, di masa depan diusahakan biar para petani bisa menjual hasil panen yang sudah diolah yang mempunyai nilai tambah.
Konsekuesi : Konsekuensinya para penyuluh pertanian harus mereorientasi dirinya ke arah agribisnis lantaran selama ini kurang sekali mereka berorientasi ke arah itu. Prinsip-prinsip dan teknologi-teknologi yang berkaitan dengan agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan dipelajari oleh para penyuluh. Penyuluhan pertanian di masa depan tidak terbatas pada aspek teknologi produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas mencakup aspek ekonomi, teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, pengemasan, pengawetan, pengangkutan dan pemasaran. Kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan yang menangani pengolahan dan menangani produk-produk olahan itu juga sangat perlu dilakukan oleh lembaga penyuluhan pertanian.
4. Pendekatan Kelompok .
Materi-materi penyuluhan pertanian menyerupai dibahas pada butir-butir di atas disajikan kepada para petani tidak dengan pendekatan individual, tetapi melalui pendekatan kelompok, kecuali untuk kasus-kasus tertentu yang memang memer-lukan pendekatan individual. Pendekatan kelompok ini disarankan bukan hanya lantaran pendekatan ini lebih efisien, tetapi lantaran pendekatan itu mempunyai konsekuensi dibentuknya kelompok-kelompok tani, dan terjadinya interaksi antar petani dalam wadah kelompok-kelompok itu.
Terjadinya interaksi antar petani dalam kelompok-kelompok itu sangat penting alasannya yakni itu merupakan lembaga komunikasi yang demokratis di tingkat akar rumput (grass root). Forum kelompok itu merupakan lembaga berguru sekaligus lembaga pengambilan keputusan untuk memperbaiki nasib mereka sendiri. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian rakyat petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu penyuluh sebagai pegawanegeri pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan di kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pembinaan penyuluh per-tanian.
Konsekuensi : Konsekuensinya para penyuluh pertanian perlu disiapkan dengan baik bagaimana cara membina kelompok dan menyebarkan kepemimpinan kelompok biar kelompok itu tumbuh menjadi kelompok tani yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan anggota-anggotanya yang sudah menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi kader dan pimpinan untuk melancarkan pembangunan masyarakat desa yang benar-benar berasal dari bawah (bottom up).
5. Fokus pada kepentingan petani.
Kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluh-an pertanian. Kalaupun ada kepentingan-kepentingan lainnya, tetap kepentingan petani yakni yang pertama, yang kedua juga kepentingan petani, juga yang ketiga. Baru sehabis itu difikirkan kepentingan fihak lain. Di masa-masa kemudian kepentingan petani selalu dikalahkan oleh kepentingan nasional, yang berakhir dengan kurang diperhatikannya kepentingan petani. Menjadikan petani sebagai ”tumbal” pembangunan nasional itu perlu dihentikan. Eksploitasi petani sebagai fihak yang lemah untuk kepentingan fihak lain harus tidak boleh antara lain dengan memberdayakan mereka menjadi fihak yang lebih kuat. Penyuluhan pertanian di masa depan harus jelas-jelas berfihak kepada petani, dan bukan kepada lainnya. Dalam agribisnis penyuluh harus berfihak pada petani, bukan pada pengusaha.
Kepentingan petani itu sederhana saja yaitu mendapat imbalan yang masuk akal dan adil dari jerih payah dan pengorbanan lainnya dalam berusaha tani, dan mendapat kesempatan untuk memberdayakan dirinya sehingga bisa me-nyejajarkan dirinya dengan unsur masyarakat lainnya.
Konsekuensinya : Para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun yang ada di kantoran harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan lebih menghayati kepentingan-kepentingannya, serta mengubah referensi loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja. Prinsip ini juga hanya akan sanggup dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di tingkat lapangan diberi otonomi untuk memilih sendiri bersama kelompok tani program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani dalam setiap kelompok sanggup diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa penyuluh pertanian harus benar-benar bisa mengidentifikasi kepentingan petani dan menuangkannya dalam program-program penyuluhan melalui kerjasama sejati dengan para petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus disajikan kepada petani dengan menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar dengan penyuluhnya, dan diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka dihadapi sebagai insan yang mempunyai kepentingan, kebutuhan, pendapat, pengalaman, kemampuan, harga diri, dan martabat. Mereka harus dihargai sebagaimana layaknya orang lain yang sejajar dengan diri penyuluh, atau bahkan yang berkedudukan lebih tinggi dari penyuluh yang bersangkutan. Kalau para petani tidak diperlakukan semacam itu, kecenderungannya mereka tidak akan memberi respon yang positif terhadap materi penyuluhan yang dibawakan oleh para penyuluh. Dengan pendekatan yang humanistik-egaliter semacam itu akan tumbuh sikap saling menghargai antara penyuluh dan petani, dan akhir selanjutnya ialah kepentingan-kepentingan petani akan mendapat perhatian utama dari para penyuluh dan petani akan menghar-gai usaha-usaha penyuluh..
Hal itu perlu dijadikan salah satu unsur paradigma gres penyuluhan lantaran di masa kemudian pendekatan semacam itu masih kurang mendapat perhatian. Petani cenderung kurang dihargai, cenderung dianggap lebih ”bodoh” dari penyuluhanya, kepentingannya kurang diperhatikan, dan keluhannya kurang didengarkan.
Konsekuensi : Para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat penge-tahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan duduk kasus komunikasi sosial, psikologi sosial, stratifikasi sosial, dll. biar mereka bisa memerankan penyuluhan yang humanistk-egaliter itu.
7. Profesionalisme
Penyuluhan pertanian di masa depan harus sanggup dilaksanakan secara profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial, budaya dan politik serta efektif lantaran direncanakan, dilaksanakan dan didukung oleh tenaga-tenaga hebat dan terampil yang telah disiapkan secara baik dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang baik pula. Penyuluhan yang profesional itu juga didukung oleh faktor-faktor pendukung yang tepat dan memadai, menyerupai peralatan dan kemudahan lainnya, informasi, data, dan tenaga-tenaga hebat yang relevan.
Ketepatan materi penyuluhan terhadap kebutuhan petani akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan para petani, dan ini menjamin adanya partisipasi para petani. Kegagalan lantaran kurangnya respon dan partisipasi petani sanggup dihindarkan. Programa-programa penyuluhan dirancang pula secara profesional sehingga terjamin kelancaran dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila penyuluhan pertanian sanggup dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga profesional dan sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan dalam arti melaksanakan secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan tidak selalu tergantung pada instruksi dan petunjuk dari ”atas” akan benar-benar sanggup diwujudkan. Dan penyuluhan yang otonom menyerupai telah dikemukakan di atas menjamin diperhatikannya kepentingan petani setempat.
Konsekuensi : Bila prinsip ini diterima konsekuensinya ialah perlu dipersiapkan generasi penyuluh yang profesional dan yang sub-profesional, dan penyuluh yang telah ada (yang belum termasuk profesional atau sub-profesional) perlu ditatar biar meningkat menjadi profesional/sub-profesional. Untuk keperluan semua itu perlu dilakukan penataan dan peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pembinaan yang menangani tenaga-tenaga penyuluh itu. Lembaga pendidikan yang dimaksud harus cukup tersebar di nusantara ini, selain biar sanggup lebih baik melayani kebutuhan tenaga penyuluh pertanian di daerah, juga biar kespesifikan lokal sanggup diangkat secara semestinya. Lembaga-lembaga pembinaan bagi para penyuluh harus dibangun di setiap tempat tingkat II biar para penyuluh yang bekerja di tempat itu sanggup dilatih dan berlatih secara berkala. Materi pelatihannya haruslah yang relevan dengan kebutuhan tugas-tugasnya di lapangan, tidak hanya mengenai teknologi budidaya produksi pertanian, tetapi mengenai semua aspek agribisnis, analisa dan perencananaa usahatani, metoda-metoda dan teknik-teknik penyuluhan, kepemimpinan dan pembinaan kelompok, dan lain sebagainya. Kerjasama dengan perguruan-perguruan tinggi perlu ditingkatkan biar sanggup memanfaatkan potensi-potensi SDM yang ada di dalamnya.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban, maksudnya setiap hal yang dila-kukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus difikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, biar proses dan karenanya sanggup dipertang-gung-jawabkan. Sistem pertanggung-jawaban itu harus ada dan mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi penyuluh-penyuluh yang bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif (penghargaan) ataupun negatif (hukuman). Prinsip akuntabilitas ini dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang prinsip otonomi penyuluhan yang sudah disarankan sebelumnya. Akuntabilitas ini jaga merupakan unsur yang tak terpisahkan dari profesionalisme, dan merupakan kelanjutan dari evaluasi. Akuntabilitas ini tidak hanya dibutuhkan dalam rangka tertib manajemen penyuluhan saja, tetapi lebih dari itu alasannya yakni acara penyuluhan yang memakai dana masyarakat melalui anggaran pemerintah tempat harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat termasuk kepada petani. Anggaran penyuluhan yang dialokasikan untuk tahun berikutnya sangat tergantung pada efektifitas dan hasil konkret dari penyuluhan sebelumnya.
Konsekuensi : Harus diciptakan sistem penilaian dan akuntabilitas yang sanggup dioperasikan secara tepat dan akurat. Setiap jenis acara penyuluhan harus terperinci dan terukur tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan dengan hasil dan dampak dari penyuluhan itu. Hanya harus dimengerti bahwa hasil penyuluhan tidak selalu terjadi secara langsung, tetapi penyuluhan sering merupakan investasi berjangka yang karenanya gres akan terlihat beberapa waktu setelah penyuluhan dilakukan. Namun demikian tetap dibutuhkan adanya indikator keberhasilan penyuluhan dalam jangka pendek yang akan sanggup dipakai sebagai pertang-gung-jawaban acara penyuluhan yang dilakukan. Yang penting harus ada prosedur pertanggung-jawaban itu, kalau berhasil menyerupai apa hasilnya, sesuai dengan tujuan atau tidak; kalau tidak atau kurang berhasil harus bisa dijelaskan mengapa demikian.
9. Memuaskan Petani
Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan pertanian haruslah membuah-kan rasa puas pada para petani yang bersangkutan dan bukan sebaliknya kekece-waan. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi sebagian ataupun semua kebutuhan dan keinginan petani. Ini berarti acara penyuluhan haruslah di-rencanakan untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan dan keinginan petani. Sebagian besar prinsip yang telah dikemukakan di atas bahwasanya bisa diartikan untuk memuaskan petani juga, tetapi rangkuman dari semua prinsip itu haruslah tetap bernuansa memuaskan petani. Karena itulah prinsip memuaskan petani itu dikemukakan di sini sebagai prinsip tersendiri.
Kepuasan petani dari penyuluhan tidak hanya kalau materi penyuluhan itu sesuai dengan apa yang dibutuhkan, tetapi cara penyajian juga akan kuat pada kepuasannya itu. Oleh lantaran itu materi penyuluhan yang tepat haruslah di-sajikan dengan perilaku kepelayanan sepenuh hati. Maksudnya kalau menyuluh itu jangan tanggung-tanggung, lakukanlah sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya sesuai dengan yang benar-benar dibutuhkan oleh para petani hingga mereka merasa puas. Mungkin usahataninya belum berhasil ditingkatkan oleh mereka, tetapi penyuluhan yang diterima telah menjadikan kepuasan tersendiri. Kalau usahataninya belum berhasil maka penyuluh masih berkewajiban ”melayani” de-ngan memberi proteksi lebih lanjut hingga usahataninya benar-benar berhasil.
Penyuluh pertanian memang bukan insan sempurna, tetapi sebagai penyuluh mereka harus selalu berusaha lebih baik dan lebih bisa dari sebelumnya. Kalau pada suatu waktu penyuluh tidak sanggup menjawab pertanyaan petani, ia mengaku belum bisa tetapi menjajikan akan mencarikan gosip ten-tang itu. Kemudian penyuluh itu benar-benar bekerjasama dengan sumber-sumber gosip yang diketahui untuk minta gosip yang dibutuhkan petani itu, dan kalau sudah didapat akan diteruskan kepada petani yang bersangkutan. Itu namanya pelayanan penyuluhan sepenuh hati, bukan penyuluhan setengah hati ataupun penyuluhan semaunya dan sebisanya.
Konsekuensi : Pendidikan, pembinaan dan keteladanan yang tepat sanggup mengha-silkan tenaga-tenaga penyuluh yang bisa menyuluh dengan sepenuh hati. Untuk itu lembaga-lembaga pendidikan dan pembinaan untuk para penyuluh harus disiapkan untuk sanggup mengemban misi semacam itu. Selain itu kemudahan yang memadai di lembaga-lembaga penyuluhan pertanian menyerupai perpustakaan, internet dan jaringan kerjasama dengan instansi-instansi terkait juga akan sangat membantu para penyuluh untuk sanggup memberi pelayanan penyuluhan sepenuh hati itu.
Kesembilan prinsip tersebut di atas membentuk paradigma (pola pikir, referensi pandang, referensi pelaksanaan) penyuluhan pertanian di kurun mendatang, dalam situasi gres yang sudah serba berubah dan yang mengandung tantangan-tantangan gres yang lebih komplek. Tidak semua prinsip tersebut merupakan prinsip gres dalam penyuluhan pertanian, tetapi lantaran di masa kemudian belum sempat dilaksanakan dengan semestinya, maka di masa depan perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Sebaliknya banyak prinsip-prinsip lain yang tidak disarankan di sini lantaran prinsip-prinsip itu telah diadopsi secara baik di masa kemudian hingga sekarang.
0 Response to "✔ Falsafah Penyuluhan Dan Paradigma Penyuluhan"
Posting Komentar