✔ Keterkaitan Antar Penyuluhan Dengan Teori Terkait Lainnya
Peranan Psikologi Dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian
è Peranan Psikologi Terhadap Pengembangan Materi Penyuluhan
Kajian psikologi dalam kaitannya terhadap pengembangan materi penyuluhan, mempunyai kaitan erat dengan pemahaman aspek-aspek perubahan sikap petani. Terlepas dari banyak sekali aliran psikologi yang mewarnai dalam sistem pengajaran. Kajian psikologi terhadap bidang penyuluhan telah menawarkan tugas terhadap input, proses dan output dari suatu kegiatan penyuluhan supaya sanggup berjalan dengan baik.
Dari tinjauan ilmu psikologi, setiap insan dipandang sebagai pribadi yang khas atau unik. Maka kajian psikologi dalam pengembangan kurikulum materi penyuluhan, seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap pribadi petani. Baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik lainnya. Materi yang disajikan dalam kegiatan penyuluhan harus bisa menawarkan kesempatan kepada setiap petani, untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Bukan hanya dalam hal subject matter (materi) saja. Dalam metode penyampaiannya pun, setiap kegiatan penyuluhan harus bisa merespon kemampuan setiap petani, supaya sanggup berkembang secara independen.
Dalam pengembangan materi penyuluhan pertanian, kajian psikologi bekerjasama erat dengan proses pembelajaran petani diantaranya: (1) dalam hal pencapaian kemampuan petani untuk melaksanakan sesuatu dalam banyak sekali konteks kebutuhan; (2) dalam hal proses penciptaan pengalaman mencar ilmu bagi petani; (3) dalam hal membuat ouput hasil mencar ilmu (learning outcomes) yang sesuai dengan tujuan, dan (4) dalam hal penentuan kualifikasi kemampuan dan keahlian (skill) petani dalam melaksanakan suatu tindakan.
2.3.2 Penyuluhan dalam Sistematika Filsafat Ilmu
Filsafat beserta cabang-cabangnya secara sederhana terbagi menjadi tiga macam yang menjadi lahan kerja filsafat, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga dari lahan garapan filsafat tersebut termuat dalam tiga pertanyaan dimana dalam ontologi bertanya wacana apa. Pertanyaan apa tersebut merupakan pertanyaan dasar dari sesuatu. Sedangkan dalam epistemologi, mengenalinya dengan memakai pertanyaan mengapa. Sedangkan untuk aksiologi merupakan kelanjutan dari dari epistemologi dengan memakai pertanyaan bagaimana. Pertanyaan bagaimana tersebut merupakan kelanjutan dari sehabis mengetahui dan cara mengetahuinya diteruskan dengan bagaimanakah sikap kita selanjutnya. Sistematika dalam filsafat meliputi dengan tiga pertanyaan apa yang sanggup saya ketahui, apa yang sanggup saya harapkan, apa yang sanggup saya lakukan.
Suatu paradigma ilmu termasuk penyuluhan pada hakekatnya mengharuskan ilmuwan untuk mencari balasan atas suatu pertanyaan fundamental yaitu bagaimana, apa dan untuk apa. Tiga pertanyaan di atas dirumuskan menjadi beberapa dimensi yaitu :
- Dimensi ontologis yaitu apa bahwasanya hakikat dari sesuatu kejadian alam dan sosial ekonomi masyarakat yang sanggup diketahuinya atau apa hakikat dari setiap kejadian di penyuluhan selama ini ditinjau sebagai ilmu; mengapa kita melaksanakan penyuluhan; bagaimana relasi sumberdaya alam/manusia dengan sistem nilai penyuluhan dan sistem nilai suatu kebijakan pembangunan; bagaimana sektor peternakan di Indonesia dinilai terpinggirkan ketimbang kebijakan industrimanufaktur, sehingga terjadi transformasi struktural semu dan sebagainya.
- Dimensi epistemologis yaitu apa bahwasanya hakikat relasi antara pencari ilmu khususnya di bidang penyuluhan peternakan dengan fenomena obyek yang ditemukannya; bagaimana prosedurnya; hal-hal apa yang seharusnya diperhatikan untuk memperoleh pengetahuan wacana penyuluhan peternakan yang benar; apa kriteria benar itu; model, metode dan pendekatan apa dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan penyuluhan peternakan sebagai suatu ilmu.
- Dimensi axiologis yaitu seberapa jauh tugas sistem nilai dalam suatu penelitian wacana penyuluhan peternakan; untuk apa mengetahui penyuluhan peternakan; bagaimana memilih obyek dan teknik prosedural suatu telaahan penyuluhan peternakan dengan mempertimbangkan kaidah moral atau profesional.
Terkait dengan pengembangan penyuluhan, tiga dimensi yang telah dipaparkan diatas selayaknya ditambahkan dua dimensi untuk melengkapinya yaitu :
- Dimensi retorik yaitu apa bahasa yang digunakan dalam penyuluhan peternakan untuk meningkatkan adopsi teknologi pakan; bagaimana dengan bahasa yang digunakan sebagai alat berpikir dan sekaligus menjadi alat komunikasi yang berfungsi untuk memberikan jalan pikirannya kepada orang lain; bahasa yang digunakan seharusnya sebagai sarana ilmiah dan tentunya obyektif namun menafikan kecenderungan sifat emotif dan afektif;
- Dimensi metodologis yaitu bagaimana cara atau metodologi yang digunakan dalam menemukan kebenaran suatu ilmu pengetahuan penyuluhan peternakan kaitannya dengan fenomena adopsi teknologi misalnya; apakah deduktif atau induktif; monodisiplin, multidisiplin dan interdisiplin; kuantitatif atau kualitatif atau kombinasi keduanya; penelitian dasar atau terapan. Berkaitan pula dengan penyuluhan peternakan, khususnya bagi yang berminat dalam kegiatan penelitian, dibutuhkan penerapan metodologi dalam kegiatan penelitian.
2.3.3 Taksonomi pada Penyuluhan Afektif
Ringness (1975) menyatakan bahwa taksonomi diharapkan sanggup membantu para Penyuluh untuk mengklarifikasi pemahaman mereka wacana bagaimana mengajar untuk meningkatkan perkembangan afektif penerima penyuluhan. Sebagai contoh, kalau seorang Penyuluh menandakan sebuah polusi maka hal itu akan mempunyai kegunaan untuk menyadarkan bahwadengan hanya sebuah kesadaran dan kepedulian pada polusi sebagai suatu dilema membuatmereka tidak penting untuk membangun kemauan untuk mengambil tindakan.Pada tingkat yang lebih tinggi dari taksonomi menyuguhkan cara untuk membuatkan kesepakatan penerima penyuluhan pada nilai-nilai dan kepercayaan. Pada awalnya, para penerima penyuluhan hanya memverbalkan posisi para Penyuluh, tetapi ketikamereka menjadi ingin untuk memberikan dan mempertahankan posisinya di hadapan publik.
Pada level ketiga dari taksonomy, para penerima penyuluhan mulai menginternalisasi keyakinan dalam diri mereka, sebagai pola mereka mendapatkan kebutuhan untuk mengelola lingkungan, sehingga mereka tidak lagi dikontrol oleh opini dari yang lainnya. Peserta penyuluhan sehabis itu sanggup mengintegrasikan keyakinannya wacana lingkungan dengankeyakinan yang lainya dan bahkan mungkin menggeneralisasikan lebih jauh dan menjadi kesadaran yang menyatu dan bekerjasama atau dengan sukarela menawarkan waktu untuk masalah-masalah lingkungan.
2.2 Studi Kasus
Faktor-faktor Komunikasi Interpersonal Pengusaha Tani Sukses
(Pendekatan Studi Kasus Di Perusahaan Mitra Tani Bantul)
Pendidikan yang rendah bukanlah sebuah dilema dalam berbisnis, terbukti pendidikan seorang pengusaha tani yang rendah malah menjadikannya gampang bergaul dengan semua kalangan. Petani dan karyawan menjadi lebih gampang dalam berkomunikasi, alasannya ialah bahasa yang digunakan ialah bahasa yang mereka pahami. Jalinan relasi interpersonalpun menjadi lebih gampang dilakukan, alasannya ialah timbul pengertian dan pemahaman satu sama lain. Keluwesan dan toleransi tinggi dalam kegagalan panen dan musibah yang ditunjukkan pengusaha juga membuat petani bahagia untuk mengikuti kegiatan tanam, sehingga kontinuitas kerjasama sanggup terjaga.
Pengalaman dalam berwirausaha dibeberapa bidang menimbulkan seorang pengusaha mempunyai kemampuan konseptual yang baik, sehingga menjadikannya cerdas dalam memilih kebijakan-kebijakan perusahaan, hal tersebut juga akan besar lengan berkuasa terhadap cara menjalin relasi baik dengan orang lain, apa yang membuat orang lain merasa senang, dan bagaimana menjaga kepercayaan kawan bisnis. Pada kesannya pengalaman tersebut melahirkan sifat-sifat yang khas pada diri seorang pengusaha tani, ibarat kedisiplinan, kejujuran, keuletan, dan kecerdasan dalam bekerja. Pengalaman menjabat sebagai pamong desa dan hidup dilingkungan masyarakat petani tradisional menimbulkan seorang pengusaha tani memahami dengan benar kelebihan dan kekurangan petani, sehingga mempermudahnya dalam memahami konteks komunikasi.
Pengalaman menjabat sebagai pamong desa secara otomatis telah menawarkan pengetahuan bagi pengusaha tani wacana konteks komunikasi yang dihadapinya, sehingga pendekatan awal (ketika memulai perjuangan dibidang pembenihan jagung hibrida) yang dilakukan bisa sempurna sasaran. Arus penyebaran gosip yang berlaku dalam masyarakat petani tradisional umumnya memakai jalur gosip dari ekspresi ke mulut, pendekatan awal dengan cara menunjukkan pola tanam dan percobaan pribadi sangat sempurna sasaran, serta lebih gampang dicerna dan dipahami oleh masyarakat petani tradisional, alasannya ialah hasilnya akan terlihat dengan jelas.
Analisis :
Dalam kaitannya penyuluhan sebagai proses komunikasi, maka seorang penyuluh diwajibkan untuk bisa berkomunikasi dengan baik dalam penyampaian materi penyuluhan. Ternyata petani juga tidak hanya menampung gosip penyuluhan yang diterimanya untuk dirinya sendiri tetapi disebarluaskan kembali kepada rekan-rekan yang belum mengetahuinya sehingga petani pun dituntut untuk bisa mengkomunikasikannya dengan baik pula. Pada kasus diatas, petani tersebut bisa menjadi wangsit untuk kita. Bahwa untuk menjalin komunikasi yang baik ternyata beliau tempuh dengan cara gampang bergaul dengan semua kalangan. Bahasa yang digunakan bahasa yang mereka pahami. Jalinan interpersonalnya menjadi lebih gampang alasannya ialah timbul pengertian dan pemahaman satu sama lain.
0 Response to "✔ Keterkaitan Antar Penyuluhan Dengan Teori Terkait Lainnya"
Posting Komentar