✔ Upah Minimum Regional
Individu yang tidak memperoleh penghasilan cukup tidak akan sanggup membuat pennintaan akan barang dan jasa. Fenomena tersebut semakin sering kita lihat kini ini, khususnya di daerah perkotaan. Mereka tidak sanggup memakai penghasilan yang mereka sanggup untuk: memenuhi kebutuhan pokok sekalipun. Kalau seruan akan barang dan jasa yang dinyatakan dalam istilah moneter tidak memperlihatkan kebutuhan positif dari mayoritas penduduk, maka perekonomian secara otomatis telah diarahkan pada tujuan yang salah. Oleh sebab itu akal pertumbuhan ekonomi cenderung untuk mengabaikan pennintaan golongan miskin baik di kota rnaupun di pedesaan.
Kecenderungan ini menyebabkan ketimpanganketimpangan yang semakin meningkat dalam hal pendapatan. Mengingat hal tersebut, maka perlu dikembangkan suatu seni administrasi yang lebih efektif dalam menangani kemiskinan dan suatu seni administrasi yang lebih diarahkan pada tujuan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Strategi tersebut harns bisa memenuhi 5 (lima) sasaran utama, yaitu (1) pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, peralatan sederhana dan aneka macam kebutuhan yang secara luas dipandang perlu oleh masyarakat yang bersangkutan, (2) pembukaan kesempatan luas untuk memperoleh pelayanan umum, menyerupai pendidikan, kesehatan, air minum, pemukiman yang sehat, (3) penjaminan hak untuk memperoleh kesempatan ketja yang produktif, 1termasuk membuat sendiri, (4) terbinanya prasarana yang memoogkinkan produksi barang dan jasa dengan kemampuan untuk menyisihkan tabungan bagi pembiayaan perjuangan selanjutnya, dan (5) partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan (Green,1978 : 7 dan Dorojatun Koentjoro - Jakti, 1970 :15).
Krisis ekonomi yang teIjadi sekitar tahoo 1997-1998 kemudian sepertinya masih menawarkan dampak yang cukup berarti. Tidak heran jikalau tahun 1998 kemudian dikatakan sebagai tahoo bersejarah bagi kehidupan bangsa kita, sebab pada tahun tersebut perekonomian Indonesia mengalami krisis yang sangat berat sebagai akhir efek eksternal maupoo internal yang dampaknya juga bisa dirasakan di seluruh daerah. Hal ini mendorong terjadinya restrukturisasi besar-besaran di segala bidang terutama perekonomian yang menjadi roda penggagas kehidupan masyarakat.
Paradigma ekonomi pun berubah menuju paradigma gres yaitu pembangunan ekonomi yang benar-benar berorientasi pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Pendekatan dan cara yang dipilih untuk mengentaskan kemiskinan juga diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat. Model tersebut diharapkan bisa menawarkan donasi bagi penyelesaian dilema kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan structural serta dalam jangka panjang bisa menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatan maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan.
Oleh sebab itu semenjak Nopember 1999 hingga Nopember 2001 dilaksanakan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ( P2KP ) Tahap I dan P2KP tahap II dilaksanakan pada tahun 2002-2004, meliputi lebih dari 1300 kelurahan dan desa perkotaan yang tersebar di S9 kabupatenlkota di 6 propinsi pulau Jawa termasuk Jawa Timur. Program ini ditujukan untuk penanggulangan kemiskinan bagi lebih daTi S juta jiwa ( sesuai dengan Project Appraisal Document, Urban Poverty Project, The World Bank, 1999) atau sekitar 1 juta kepala keluarga masyarakat miskin di wilayah perkotaan di pulau Jawa, yang mempunyai pendapatan perkapita dibawah UpahMinimum Regional (UMR ).
Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang saudara ketahui ihwal Upah Minimum Regional (UMR) !
2. Berapa UMR untuk Jawa Barat, dan bagaimana pelaksanaannya ?
3. Apakah UMR tersebut juga berlaku untuk tenaga kerja pertanian (beri alasan mengapa) ? dan bagaimana kondisi riilupah di pedesaan dengan perkotaan ? dan masalah apa yang timbul sebab hal tersebut ?
Pembahasan-Pembahasan
1. Pengertian Upah Minimum Regional
Upah Minimum Regional yaitu suatu standar minimum yang dipakai oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk menawarkan upah kepada para pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan perjuangan atau kerjanya.
Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei ihwal Upah Minimum. Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. KOmponen kebutuhan hidup layak dipakai sebagai dasar penentuan upah minimum menurut kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).
Saat ini UMR juga dikenal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) sebab ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu sehabis otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
2. UMR di Jawa Barat
Di bawah ini yaitu besaran upah minimum Kabupaten/ Kota di Jawa Barat tahun 2010, menurut Keputusan Gubenur JAWA BARAT .
a. Kab. Cianjur Rp. 743.500,-
b. Kota Depok Rp. 1.157.000,-
c. Kota Sukabumi Rp. 850.000,-
d. Kota Cirebon Rp. 840.000,-
e. Kab Cirebon Rp. 825.000.-
f. Kab Kuningan Rp. 700.000,-
g. Kab. Indramayu Rp. 854.145,-
h. Kota Banjar Rp. 689.800,-
i. Kab Ciamis Rp. 699.815,-
j. Kab. Tasikmalaya Rp. 775.000,-
k. Kota Tasikmalaya Rp. 780.000,-
l. Kab. Garut Rp. 735.000,-
m. Kab Bandung Rp. 1.060.500,-
n. Kota Bandung Rp. 1.118.000,-
o. Kota Cimahi Rp. 1.107.304,-
p. Kab Bandung Barat Rp. 1.105.225,-
q. Kota Bogor
· UMK Rp. 971.200,-
· UMK Khusus UKM Rp. 836.650,-
r. Kab. Bogor
· UMK Rp. 1.056.914,-
· UMS(Sektoral) Rp. 1.109.760,-
Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang saudara ketahui ihwal Upah Minimum Regional (UMR) !
2. Berapa UMR untuk Jawa Barat, dan bagaimana pelaksanaannya ?
3. Apakah UMR tersebut juga berlaku untuk tenaga kerja pertanian (beri alasan mengapa) ? dan bagaimana kondisi riilupah di pedesaan dengan perkotaan ? dan masalah apa yang timbul sebab hal tersebut ?
Pembahasan-Pembahasan
1. Pengertian Upah Minimum Regional
Upah Minimum Regional yaitu suatu standar minimum yang dipakai oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk menawarkan upah kepada para pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan perjuangan atau kerjanya.
Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei ihwal Upah Minimum. Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. KOmponen kebutuhan hidup layak dipakai sebagai dasar penentuan upah minimum menurut kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).
Saat ini UMR juga dikenal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) sebab ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu sehabis otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
2. UMR di Jawa Barat
Di bawah ini yaitu besaran upah minimum Kabupaten/ Kota di Jawa Barat tahun 2010, menurut Keputusan Gubenur JAWA BARAT .
a. Kab. Cianjur Rp. 743.500,-
b. Kota Depok Rp. 1.157.000,-
c. Kota Sukabumi Rp. 850.000,-
d. Kota Cirebon Rp. 840.000,-
e. Kab Cirebon Rp. 825.000.-
f. Kab Kuningan Rp. 700.000,-
g. Kab. Indramayu Rp. 854.145,-
h. Kota Banjar Rp. 689.800,-
i. Kab Ciamis Rp. 699.815,-
j. Kab. Tasikmalaya Rp. 775.000,-
k. Kota Tasikmalaya Rp. 780.000,-
l. Kab. Garut Rp. 735.000,-
m. Kab Bandung Rp. 1.060.500,-
n. Kota Bandung Rp. 1.118.000,-
o. Kota Cimahi Rp. 1.107.304,-
p. Kab Bandung Barat Rp. 1.105.225,-
q. Kota Bogor
· UMK Rp. 971.200,-
· UMK Khusus UKM Rp. 836.650,-
r. Kab. Bogor
· UMK Rp. 1.056.914,-
UMS(Sektoral) Rp. 1.109.760
1. UMR tidak berlaku untuk tenaga kerja pertanian
UMR tidak berlaku untuk tenaga kerja pertanian karena penghasilan para pekerja pertanian sangatlah rendah bahkan dibawah penghasilan minimum dari penghasilan UMR (Upah Minumum Regional).
Sebagai tumpuan permasalahan spesifik di lahan kering DIY (Daerah spesial Yogyakarta) antara lain berkaitan dengan bentuk lahan yang sebagian besar (+ 60 persen) berlereng > 15 persen, kesuburan tanah umumnya rendah, demam isu kering yang relatif panjang dan yang berakibat pada kepekaan tanah terhadap erosi, keterbatasan air untuk usahatani dan produktivitas lahan rendah. Disamping itu kondisi sosial ekonomi masyarakat khususnya petani umumnya lemah dalam hal permodalan, penerapan teknologi, dan asksesbilitas terhadap pasar maupun posisi tawar. Upaya pengembangan usahatani di lahan kering antara lain diharapkan penerapan penemuan teknologi yang komprehensif, terpadu dan spesifik lokasi memehui kelayakan teknis, sosial dan ekonomi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Desember 2005 di dusun Karangpoh, desa Semin, kecamatan Semin, kabupaten Gunungkidul.
Berdasarkan hasil survai, rata-rata pendapatan responden sebesar Rp 11.222.150 per tahun atau Rp 935.179 per bulan, apabila dibandingkan UMR yang berlaku untuk provinsi DIY sebesar Rp 496.000 maka rata-rata pendapatan tersebut diatas tingkat UMR. Dari total pendapatan tersebut dukungan yang paling besar yaitu hasil hutan 37,57 persen, disusul dari pendapatan lain 28,73 persen, hasil pertanian 19,12 persen dan hasil ternak 14,58 persen.
Ada satu faktor penting yang membuat sektor pertanian selalu menjadi kontributor terbesar setiap tahunnya terhadap angka pengangguran di Indonesia, yaitu faktor kepemilikan aset produksi. Dalam teori ekonomi, untuk menghasilkan sebuah produk pertanian, tentunya petani harus mempunyai aset yang dibutuhkan untuk menjalankan perjuangan produksinya. Bagi petani, alat produksi utama tersebut yaitu tanah. Tanpa itu, petani tidak bisa menghasilkan produk yang diharapkan.
Distribusi tanah di Indonesia memang masih meninggalkan banyak dilema yang butuh perhatian serius. Sensus pertanian tahun 1993 menemukan bahwa di Jawa Barat, ada 6.732.000 keluarga petani yang tidak mempunyai lahan sama sekali. Artinya mereka hanya menjadi buruh tani yang hanya mengharapkan imbalan dari pemilik lahan. Sedangkan yang mempunyai lahan kurang dari 0,5 Ha yaitu 7.608.000 keluarga petani, dan 2.962.000 keluarga mempunyai lebih dari 0.5 Ha (BPS yang dikutip oleh Rural Development Institute: 2002). Jumlah yang terakhir akan jauh lebih sedikit lagi apabila dipakai kriteria keluarga yang mempunyai lahan 2 Ha atau lebih. Karena petani hanya akan sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak apabila mempunyai lahan minimal 2 Ha.
Apabila dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) bagi buruh, maka pendapatan petani yang tidak mempunyai lahan sama sekali dan kurang dari 0,5 Ha sangat jauh dibawahnya. Bahkan petani yang mempunyai lahan 1 Ha-pun belum bisa dipastikan menikmati penghasilan setara dengan UMR. Dari sini bisa dilihat bahwa puluhan juta rakyat masih hidup dibawah garis kemiskinan, dan sebagian dari mereka menjadi pengangguran yang tidak mempunyai pendapatan sama sekali. Tidak heran, apabila penduduk desa lebih menentukan untuk menjadi buruh di kota daripada menjadi buruh tani yang tidak terang pendapatannya.
Salah satu faktor penyebab lambannya pertumbuhan sektor pertanian adalah rendahnya upah buruh tani yang diterimakan sebagai imbalan untuk peningkatan produktivitas. Menurut Adig Suwandi (1995), produktivitas bergairah tenaga kerja pertanian sekitar Rp 638.000,- per orang per tahun. Sementara itu produktivitas rata-rata nasional mencapai Rp 1,6 juta. Pada tahun 1990, produktivitas tenaga kerja pertanian hanya mencapai 40 persen dari produktivitas nasional atau hanya 24 persen dari produktivitas sektor industri. Dikatakan pula bahwa selama dekade 80-an, produktivitas tenaga kerja pertanian hanya tumbuh sekitar 1,2 persen.
Lebih parah lagi bahwa upah buruh tani perempuan selalu lebih rendah dibandingkan dengan upah buruh tani pria. Jika honor upah mencangkul sebesar Rp 1.500,- per hari, mudah sudah bahwa honor upah menanam padi tidak lebih tinggi dari Rp. 1.000,- per hari. Meski ketentuan waktu (jam) bekerja di sektor pertanian relatif lebih rendah, namun dapat dipastikan bahwa penghasilan mereka tidak stabil alias sangat tergantung oleh demam isu (musiman).
Pendapatan Petani masih di bawah UMR
Pendapatan para petani Kabupaten Rokan Hilir jauh dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Maka jangan heran, bila petani ramai-ramai menentukan untuk alih fungsi lahan guna memaksimalkan potensi lahan serta sekaligus mencari peluang untuk hasil yang lebih besar.
Penegasan itu dikemukakan Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Alkahfi Sutikno SE, Selasa (12/2) di Muktijaya. Kepada Riau Pos, Ia menyebut efek pendapatan sangat menjadi alasan bagi petani untuk secara bersamai-ramai mengalih fungsikan lahan tumbuhan pangan menjadi lahan tumbuhan keras. Karena itu, ia tak menyangkal sejatinya peranan semua pihak sangat diharapkan menyikapi kondisi yang terjadi dikala ini.
"Pendapatan petani itu jauh di bawah UMR. Tentu petani tak bisa mempertahankan sektor tumbuhan pangan untuk kesinambungan kehidupannya. Apalagi jelas, saban demam isu tanam hingga panen berikutnya petani kerap dirugikan," tukas Alkahfi sesaat berdialog bersama sejumlah petani dalam daerah pusat produksi padi itu.
Ia menyebut latar belakang yang sangat lebih banyak didominasi terjadinya kondisi yang acap merugikan petani yaitu rendah dan murahnya harga jual gabah kering. Baik itu dijual ditempat, ataupun dijual kepenampungan, kondisinya sama saja. Petani katanya, nyaris tak mempunyai kesempatan untuk mendapat hasil penjualan yang memuaskan. Terlebih, ketika harga jual gabah semata-sama ditentukan oleh konsumen tunggal yang umumnya tiba dari Sumatera Utara.
Sejauh ini memang potensi pertanian tumbuhan pangan disemua sudut wilayah Kecamatan dalam Kabupaten Rokan Hilir bernilai tinggi. Hanya saja, nilai tersebut hampir tidak berdaya guna ketika harga jual gabah paling tinggi hanya mencapai Rp2200. Dan itupun merupakan harga kotor ketika biaya angkut dan kemasan masih harus ditanggung petani untuk mencapai lokasi pengumpulan.
Secara umum menjelaskan bahwa nominal yang harus dikeluarkan petani
hingga masa panen selama hampir empat bulan mencapati Rp5,75 juta. Angka
itu, sehabis dihitung dengan hasil produksi dalam angka, setiap hektare
tanaman padi dengan system modern paling maksimal hingga 3,5 ton. Setelah
dijumlahkan, paling besar pendapatan petani hingga Rp7,7 juta.
Maka jangan heran, ketika petani berlomba-lomba untuk mengalih fungsikan lahannya guna mendapat hasil maksimal. Sebab dengan mempertahankan lahan tumbuhan pangan saja, sangat tidak mungkin produksi petani berdaya guna. Lihat lagi infrastruktur pertanian yang kurang mendukung, menjadikan subsector nyaris jalan ditempat.
Kondisi real upah di pedesaan dan perkotaan
Argumen kualitas pertumbuhan yang dilahirkan para ekonom neoklasik yaitu salah satu dari cabang aliran pemerataan pembangunan, bahwa pembangunan ekonomi bukan hanya untuk mengejar angka atau target-target kuantitatif semata. Pembangunan ekonomi perlu bervisi jauh ke depan untuk menyebar-ratakan hasil-hasil pembangunan ekonomi kepada segenap lapisan masyarkat, dari golongan kaya ke golongan miskin, dari pusat ke daerah, dari tengah ke pinggiran, dari perkotaan ke perdesaan, dari sektor modern ke sektor tradisional, dan sebagainya. Argumen kualitas pertumbuhan juga mengedepankan penguatan saluran bagi kelompok miskin dan marginal kepada sumber daya ekonomi. Singkatnya, argumen kualitas pertumbuhan ini juga sangat peduli terhadap pengentasan kemiskinan dan perembesan tenaga kerja serta penciptaan lapangan kerja baru. Inilah yang disebut pembangunan ekonomi berkualitas.
Secara kuantitatif ekonomi makro, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh di atas 6 persen per tahun pada 2010. Kinerja itu gotong royong cukup tinggi mengingat pada 2009 ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,5 persen per tahun. Namun, pengikut argumen kualitas pertumbuhan tak terlalu puas dengan kinerja menyerupai itu sebab mereka berfikir pertumbuhan sekitar 6 persen belum bisa menyerap pertambahan angkatan kerja 2 juta per tahun. Argumen mereka perekonomian yang masih mengandalkan sektor konsumsi (68 persen) akan sulit berkontribusi pada pembangunan sektor produktif yang menyerap tenaga kerja dan membuat tenaga kerja baru. Kobtribusi komponen investasi tercatat hanya 30,6 persen, sedangkan komponen ekspor 23,3 persen. Postur pertumbuhan ekonomi menyerupai dialami Indonesia dikala ini sekaligus bisa menjelaskan bahwa proses penciptaan lapangan kerja gres dan pengentasan kemiskinan tidak berjalan sebagaimana diharapkan.
Terlepas apakah argumen kualitas pertumbuhan ekonomi sanggup mengemban amanah atau tidak, potret penurunan angka kemiskinan 2010 yang diumumkan pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) seakan tak mempunyai banyak arti secara ekonomi (dan politik). Angka total penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tahun ini memang turun menjadi 31 juta jiwa (13,3 persen), dari 2009 sebesar 32,6 juta jiwa (14,2 persen). Garis kemiskinan yang dipakai juga telah dinaikkan dari Rp 200.262 menjadi Rp 211.726 per bulan dengan proksi pengeluaran rumah tangga. Kelompok masyarakat menengah atas di kota-kota besar terkadang terheran-heran dengan garis kemiskinan itu, sebab bagi mereka, angka itu tidak ubahnya dengan pengeluaran sekali minum kopi dan kudapan di hotel berbintang. Garis kemiskinan itu gotong royong cukup rendah, sebab setara dengan 78 sen dollar AS per hari, atau lebih rendah dibandingkan satu dollar per hari sebagaimana strandar internasional.
Secara mikro, potret angka kemiskinan tahun ini menjadi informasi sedih, khususnya bagi sektor pertanian dan pedesaan, sebab persentase angka kemiskinan di pedesaan meningkat, dari 63,4 persen pada 2009 menjadi 64,2 persen pada 2010. Peningkatan kemiskinan di pedesaan ini seharusnya ”kartu kuning” bagi para pemimpin yang masih berupaya bermain dengan retorika dan semantik politik pencitraan yang tidak berujung. Dengan membesarnya angka kemiskinan di pedesaan, sanggup disimpulkan pembangunan pertanian dikala ini boleh disebut gagal.
Masalah-Masalah UMR
· Upah yang tidak sesuai dengan UMR menjadikan karywan bekerja apa adanya
· Upah UMR tidak seimbang dengan mahalnya kebutuhan pokok
0 Response to "✔ Upah Minimum Regional"
Posting Komentar