iklan

Sejarah Perlawanan Aceh (1873 – 1904)


Gelombang penolakan terhadap Belanda memang terjadi banyak sekali tempat di nusantara. Tak luput aceh sebagai pemain drama perdagangan penting dunia ketika itu. Perang Aceh meletus pada tahun 1873 ketika terjadi kontradiksi kepentingan politik dan ekonomi antara Kesultanan Aceh dan pemerintah kolonial Belanda. Belanda sudah mempunyai impian untuk menguasai Aceh semenjak tahun 1824, ketika itu Aceh populer sebagai penghasil separuh persediaan lada di dunia. Kesempatan diperoleh ketika Inggris membiarkan Belanda menguasai Aceh daripada jatuh ke tangan Amerika Serikat atau Prancis.



a. Sebab-sebab umum
1) Belanda melakukan Pax Nederlandica.
2) Aceh merupakan kawasan yang strategis bagi pelayaran dan perdagangan yang menolak campur tangan Belanda.
3) Inggris tidak akan menghalangi jikalau Belanda memperluas kawasan ke Sumatra.

b. Sebab khusus
Aceh menolak terhadap penguasaan Belanda atas Sumatra, walaupun secara sepihak Belanda telah mengeluarkan Traktat Sumatra (1871) (yang memberi hak Belanda sanggup berkuasa di Sumatra). Untuk menghadapinya, Aceh dekat dengan Turki dan Amerika Serikat.

Di Aceh terdapat dua kelompok pemimpin rakyat.
1) Golongan ningrat yang berjiwa nasionalis (golongan teuku): Teuku Umar, Dawotsyah, Panglima Polim, Muda Bae'et, dan Teuku Leungbata.
2) Golongan ulama (golongan tengku) dipimpin Tengku Tjik Di Tiro.

Di Aceh masa perang melawan Belanda sanggup dibagi menjadi tiga masa ialah Masa permulaan, Masa konsentrasi, dan Masa Akhir.

1) Masa permulaan (1873 – 1884)
Belanda menyerang di bawah Kohler, tetapi Kohler sendiri tewas sehingga Belanda menarik pasukannya. Pimpinan pasukan diganti oleh Van Swietten yang berusaha membentuk pasukan jalan kaki (infateri), pasukan berkuda (kavaleri), dan pembangunan militer (genie). Semangat rakyat Aceh tidak kendor, bahkan Jenderal Van der Heyden tertembak sehingga buta (jenderal buta).

2) Masa konsentrasi stelsel (1884 – 1896)
Pada masa ini, Tengku Tjik Di Tiro gugur. Karena itu, Teuku Umar mengubah cara dengan berpura-pura mengalah kepada Belanda (tahun 1893). Belanda memberi penghargaan berupa uang $18.000, 800 senjata, 250 tentara, dan Teuku Umar diberi gelar Teuku Johan Pahlawan. Hal itu hanya merupakan siasat saja, Teuku Umar kembali menyerang Belanda bersama istrinya Tjoet Nja'Dien. Belanda merasa sulit menundukkan Aceh sehingga memanggil Dr. C. Snouck Hurgronje untuk meneliti budaya Aceh. Tersusunlah buku yang berjudul De Atjeher.

3) Masa simpulan perlawanan (1896 – 1904)
Pada tahun 1899 di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Perjuangannya dilanjutkan Tjoet Nja' Dien yang terus bergerilya. Karena Aceh sudah tidak berdaya, Belanda mengeluarkan Plakat Pendek yang isinya:
a) Aceh mengakui kedaulatan Belanda di Sumatra,
b) Aceh tidak akan bekerjasama dengan negara asing, dan
c) Aceh akan menaati perintah Belanda.

Sumber http://buihkata.blogspot.com

0 Response to "Sejarah Perlawanan Aceh (1873 – 1904)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel