iklan

Makalah Syirkah Dalam Islam

    Apa itu Syirkah ? Syirkah merupakan suatu istilah yang artinya bekerjasama antara satu orang atau kelompok dalam perjuangan yang laba dan kerugiannya ditanggung bersama.Tapi bagaimana pandangan berdasarkan islam ihwal syirkah.mari kita bahasa lebih lanjut pengertian syirkah dalam agama islam :

KATA PENGANTAR
     Segala Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT,karena atas berkat dan rahmat-NYA lah, sehingga kami sanggup menuntaskan makalah ini sempurna waktu. Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada guru yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
      Selain dari pada itu kami juga ingin mengucapkan teima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah memberi kami support, dan dan banyak pandangan gres dan motivasi-motivasi yang sangat bermanfaat bagi terwujutnya makalah ini. 

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
     Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan syirkah atau perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan tuntunan syari’at. Hal ini menimbulkan kami untuk menciptakan sebuah makalah yang berjudul ihwal “syirkah” guna untuk memperlihatkan sebuah pemahaman kepada para pembaca makalah ini. Pada zaman kini ini banyak orang-orang muslim yang menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata cara orang eropa atu barat yang belum tentu sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syari’at.
Secara umum, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam perbankan syariah sanggup dilakukan dalam empat kesepakatan utama, yaitu al-musyârakah, al-mudhârabah, al-muzâra’ah dan al-musâqah. Namun dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai al-musyârakah saja. Sedangkan yang lainnya dalam pembahasan yang lain.
   Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak digunakan ialah al-musyârakah dan al-mudhârabah, sedangkan al- muzâra’ah dan al-musâqah di pergunakan khusus untuk pembiyayaan pertanian oleh beberapa bank islam.
B.  Rumusan Masalah
   Dari latar belakang di atas, sanggup dipaparkan beberapa rumusan persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam makalah ini sebagai berikut:
1.    Bagaimana pengertian dari syirkah?
2.    Bagaimana landasan aturan ihwal adanya syirkah?
3.    Apa saja rukun dan syarat dari syirkah?
4.    Bagaimanakah macam-macam dari syirkah?
5.    Hal-hal apa sajakah yang menimbulkan berakhirnya syirkah?
C.  Tujuan
1.      Memberikan isu ihwal pengertian dari syirkah.
2.      Untuk mengetahui ihwal yang mendasari dari syirkah.
3.      Memberikan isu ihwal rukun dan syarat dari syirkah.
4.      Memberikan isu ihwal macam-macam dari syirkah.
5.      Untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang menimbulkan berakhirnyasyirkah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syirkah
Secara etimologi, syirkah atau perkongsian berarti:
الإختلاط أى خلط أحد المالين بالآخر بحيث لايمتزان عن بعضهما
"percampuran, yakni bercampunya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya tanpa sanggup dibedakan antara keduanya.
    Syirkah ialah kesepakatan kolaborasi antara dua pihak atau lebih untuk suatu perjuangan tertentu, dimana masing-masing pihak memperlihatkan bantuan dana (amal/expertise) dengan kesepakatan, bahwa keuangan dan resiko ditanggung bersama.
Sedangkan berdasarkan istilah terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama
1.      berdasarkan Hanafiah
الشركة هي عبارة عن عقد بين المتشاركين في رئس المال والربح
Syirkah ialah suatu ungkapan ihwal kesepakatan (perjanjian) antara dua orang yang berserikat didalam modal dan keuntungan.
2.      Menurut Malikiyah
هي اذن فى التصرف لهما معا انفسهما اى أن يأذن كل واحد من الشريكين لصاحبه فى ان يتصرف فى مال لهما مع إبقاء حق التصرف لكل منهما
Perkongsian ialah izin untuk mendayagunakan (tasharruf) harta yang dimiliki dua orang secara tolong-menolong oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing mempunyai hak untuk bertasharruf.
3.      berdasarkan syafi’iyah
وفي الشرع: عبارة عن ثبوت الحق في الشيئ الواحد لشخصين فصاعدا على جهة الشيوع
Syirkah berdasarkan syara’ ialah suatu ungkapan ihwal tetapnya hak atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama
4.      berdasarkan Hanabilah
الشركة هي الإجتماع في استحقاق أو تصرف
Syirkah ialah berkumpul atau tolong-menolong dalam kepemilikan atas hak atau tasarruf.
     Dari definisi yang dikemukakan oleh beberapa para ulama mengenai pengertian dari syirkah bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah kolaborasi antara dua orang atau lebih dalam bidang perjuangan atau modal yang masing-masing dari harta yang melaksanakan syirkah tersebut berbaur menjadi satu tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang laba dan kerugiannya di tanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan.
     Transaksi syirkah dilandasi adanya harapan para pihak yang  bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam golongan musyârakah ialah semua bentuk perjuangan yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara tolong-menolong memadukan seluruh bentuk sumber daya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Melalui kesepakatan ini, kebutuhan nasabah untuk mendapatkan embel-embel modal kerja sanggup terpenuhi sehabis mendapatkan pembiyaan dari bank. Selain digunakan untuk pembiyayan modal kerja, secara umum pembiyayaan musyarakah digunakan untuk pembelian barang investasi dan pembiyayaan proyek, bagi bank, pembiyayaan musyârakah dan memberi manfaat berupa laba dari hasil pembiyayaan usaha.

B. Hukum Syirkah
      Syirkah  hukumnya diperbolehkan atau disyari’atkan  berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadits dan ijma’ (konsensus) kaum muslimin. Dan berikut ini kami sebutkan dalil-dalilnya, di antaranya:
1. Al-Qur’an
وَإِنَّ كَثِيراً مِّنْ الْخُلَطَاء لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ. ﴿٢٤﴾
Firman Allah Ta’ala: “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shaad: 24)
Dan firman-Nya pula:
فَإِن كَانُوَاْ أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاء فِي الثُّلُثِ ﴿١٢﴾
“Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.” (QS. An-Nisa’: 12)
Kedua ayat di atas memperlihatkan perkenanan dan pengukuhan Allah akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisa’ ayat 12 perkongsian terjadi secara otomatis lantaran waris, sedangkan dalam surat Shaad ayat 24 terjadi atas dasar kesepakatan (transaksi).
2. Hadits
عن أبى هريرة رفعه الى النبي ص.م .قال: ان الله عزوجل يقول: أنا ثالث الشريكين مالم يخن أحدهما صاحبه فإذا خانه خرجت من بينهما
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman: “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati pihak lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abu Daud no.3383, dan Al-Hakim no.2322).
3. Ijma’
   Ijma’ ulama mengatakan, bahwa muslimin telah berkonsensus akan legitimasi syarikah secara global, walaupun perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari padanya. Maka secara tegas sanggup dikatakan bahwa kegitan syirkahdalam perjuangan diperbolehkan dalam islam, sebagai dasar hukumnya telah terang dan tegas.
   Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa elemen darinya.

C. Rukun dan Syarat Syirkah 
    Rukun syirkah ialah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada perbedaan terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab (ungkapan melaksanakan penawaran perserikatan) dan kabul (ungkapan penerimaan perserikatan), istilah ijab dan kabul sering disebut dengan serah terima. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan kabul dalam rukun syirkah mirip adanya kedua orang yang berakad dan objek kesepakatan berdasarkan Hanafiyah itu bukan termasuk rukun tetapi termasuk syarat.
    Syarat-syarat yang berafiliasi dengan syirkah berdasarkan Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian, sebagai berikut.
1.  Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu; 
a) berkenaan dengan benda, maka benda yang diakadkan harus sanggup diterima sebagai perwakilan, dan 
b) berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian laba harus terang dan sanggup diketahui dua pihak.
2.  Semua yang bertalian dengan syirkah mâl. Dalam hal ini terdapat dua kasus yang harus dipenuhi, yaitu; 
a) bahwa modal yang dijadikan objek kesepakatan syirkah ialah dari alat pembayaran (nuqud), mirip junaih, riyal dan rupiah, 
b) benda yang dijadikan modal ada ketika kesepakatan syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3.      Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah, bahwa disyaratkan; 
a) modal (harta pokok) harus sama, 
b) orang yang bersyirkah ialah andal untuk kafalah,  
c) orang yang dijadikan objek akad, disyaratkan melaksanakan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
4.      Adapun syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat syirkah mufâwadhah.
   Menurut Malikiyah, syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melaksanakan kesepakatan ialah merdeka, baligh, dan pandai (rusyd). Imam Syafi’i beropini bahwa syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal. Akad syirkah ada kalanya hukumnyashahih ataupun fasid. Syirkah fasid ialah kesepakatan syirkah di mana salah satu syarat yang telah disebutkan tidak dipenuhi, jikalau semau syarat sudah terpenuhi makasyirkah dinyatakan shahih.
Baca Juga : Makalah Tentang Mu'amalah
D. Macam-Macam Syirkah
1.      Syirkah Amlâk (Hak Milik)
     Yaitu perserikatan dua orang atau lebih yang dimiliki melalui transaksi jual beli, hadiah, warisan atau yang lainnya. Dalam bentuk syirkah mirip ini kedua belah pihak tidak berhak mengusik penggalan rekan kongsinya, ia dilarang menggunakannya tanpa seijin rekannya. Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah amlâk ialah bila lebih dari satu orang mempunyai suatu jenis barang tanpa kesepakatan baik bersifat ikhtiâri atau jabari.
Syirkah milk juga dibagi menjadi menjadi dua yaitu:
a.       Syirkah milk jabr, ialah berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara paksa
b.      Syirkah milk al-ikhtiyar, ialah menyerupai kesepakatan dua orang atau lebih untuk menyerahkan harta mereka masing-masing agar memperoleh hasil dengan cara mengelola harta itu, bagi setiap yang berserikat memperoleh penggalan yang ditentukan dari keuntungan.
Syirkah milk tercipta lantaran warisan, wasiat atau kondisi lain yang menjadikan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih terbagi dalam dua aset konkret dan menyebarkan dari laba yang dihasilkan aset tersebut.
Misalnya: Si A dan si B diberi wasiat atau hadiah berupa sebuah kendaraan beroda empat oleh seseorang dan keduanya menerimanya, atau membelinya dengan uang keduanya, atau mendapatkannya dari hasil warisan, maka mereka berdua berserikat dalam kepemilikan kendaraan beroda empat tersebut.
2.      Syirkah Uqûd (Transaksional/kontrak)
     Yaitu kesepakatan kolaborasi antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan, artinya kerjasama ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan pembagian keuntungan. Misalnya, dalam transaksi jual beli atau lainnya. Bentuk syirkah mirip inilah yang hendak kami bahas dalam goresan pena kali ini. Dalam syirkah mirip ini, pihak-pihak yang berkongsi berhak memakai barang syirkah dengan kuasa masing-masing. Dalam hal ini, seseorang bertindak sebagai pemilik barang, jikalau yang digunakan ialah miliknya. Dan sebagai wakil, jikalau barang yang dipergunakan ialah milik rekannya.
Macam-Macam Syirkah Uqûd (Transaksional/kontrak)
Berdasarkan penelitian para ulama fikih terdahulu terhadap dalil-dalil syar’i, bahwa di dalam Islam terdapat lima macam syarikah, yaitu:
a.       syirkah al-‘inân
Yaitu penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak mempunyai modal lebih besar dari pihak yang lain.
Sementara itu, Ibn Qudamah sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abdurrahman Sadique menyebutkan bahwa syirkah al-‘inân ialah kerjasama dua orang atau lebih dalam hal modal yang dilaksanakan oleh mereka yang berserikat dalam hal modal tersebut sementara hasilnya dibagi bersama.
Keuntungan dibagi dua sesuai presentase yang telah disepakati maupun kerugiannya. Sesuai dengan kaidah:
الربح على ما شرطا والوضيعة على قدر ما لين
Artinya: “keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan modal masing-masing”.
Dan aturan syirkah ini diperbolehkan berdasarkan konsensus para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu al-Mundzir.
Contoh syirkah inân: A dan B pengrajin atau tukang kayu. A dan B sepakat menjalankan bisnis dengan memproduksi dan menjualbelikan meubel. Masing-masing memperlihatkan konstribusi modal sebesar Rp.50 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalamsyirkah tersebut. Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), contohnya rumah atau mobil, dilarang dijadikan modal syirkah, kecuali jikalau barang itu dihitung nilainya pada ketika akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing kawan perjuangan (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. sebagaimana kaidah fikih yang berlaku, yakni (Ar-Ribhu ‘Alâ mâ Syarathâ wal Wadhii’atu ‘Alâ Qadril Mâlain).
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan laba didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).”
b.      syirkah al-abdân
    Yaitu perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan, tanpa konstribusi modal (mâl), mirip kolaborasi sesama dokter di klinik, tukang besi, kuli angkut atau sesama arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kolaborasi dua orang penjahit untuk mendapatkan order pembuatan seragam sekolah dan sebagainya.
Kerja sama semacam ini dibolehkan berdasarkan kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, namun imam Syafi’i melarangnya.
Contohnya: A dan B. keduanya ialah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jikalau memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Syirkah ‘abdân hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Dari Abdullah binMas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara saya dan Ammar tidak membawa apa pun.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
c.       syirkah al-mudârabah
    Yaitu, persetujuan seseorang sebagai pemilik modal (investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola (mudhârib) dalam suatu perdagangan tertentu yang manfaatnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Adapun kerugiannya ditanggung oleh pemilik modal saja.
Menurut jumhur ulama (Hanafiyah, malikiyah, Syafi’iah, Zahiriyah, dan Syiah Imamiyah) tidak memasukkan transaksi mudharabah sebagai salah satu bentuk perserikatan, lantaran mudharabah berdasarkan mereka merupaka kesepakatan tersendiri dalam bentuk kolaborasi yang lain yang tidak dinamakan dengan perserikatan.
Syarat-syarat mudârabah antara lain:
1.      modal harus dinyatakan dengan terang mengenai jumlahnya
2.      modal harus diserahkan kepada mudârib untuk memungkinkannya melaksanakan usaha
3.      modal harus dalam bentuk tunai bukan utang
4.   pembagian laba harus dinyatakan dalam persentase dari laba yang mungkin dihasilkan nanti
5.      kesepakatan ratio persentase harus dicapai melalui perundingan dan dituangkan dalam kontrak
6.   pembagian laba gres sanggup dilakukan sehabis mudâribmengembalikan seluruh atau sebagian modal kepada shahib a-mâl
d.      syirkah al-wujûh
    Yaitu kolaborasi antara dua orang atau lebih yang mempunyai reputasi dan nama baik serta andal dalam bisnis atau perserikatan tanpa modal. Mereka membeli barang secara kredit (hutang) dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai, kemudian laba yang didapat dibagi bersama atas dasar kesepakatan di antara mereka.
    Syirkah semacam ini juga dibolehkan berdasarkan kalangan hanafiyah dan hanbaliyah, namun tidak sah berdasarkan kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan Zhahiriyah.
Disebut syirkah wujûh lantaran didasarkan pada reputasi (wajâhah) kepercayaan (amânah), kedudukan, ketokohan, atau keahlian seseorang di tengah masyarakat. Tak seorang pun mempunyai modal, namun mereka mempunyai nama baik, sehingga mereka membeli barang secara hutang dengan jaminan nama baik tersebut.
Contohnya: A dan B ialah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing mempunyai 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan manfaatnya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah wujûh ini, laba dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing kawan perjuangan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan.
e.       syirkah al-mufâwadhah.
    Yaitu kolaborasi antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memperlihatkan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi laba dan kerugian secara sama.
     Syirkah Mufâwadhah juga merupakan syirkah komprehensif yang dalam syirkah itu semua anggota sepakat melaksanakan aliansi dalam semua jenis kerja sama, mirip ‘înan, abdân dan wujûh. Di mana masing-masing menyerahkan kepada pihak lain hak untuk mengoperasikan segala acara yang menjadi komitmen kolaborasi tersebut, mirip jual beli, penjaminan, penggadaian, sewa menyewa, mendapatkan tenaga kerja, dan sejenisnya. Atau syirkah ini sanggup pula diartikan kolaborasi dalam segala hal. Namun tidak termasuk dalam syirkah ini banyak sekali hasil sampingan yang didapatkannya, mirip barang temuan, warisan dan sejenisnya. Dan juga masing-masing tidak menanggung banyak sekali bentuk denda, mirip mengganti barang yang dirampas, ganti rugi syirkah , mengganti barang-barang yang dirusak dan sejenisnya.
    Dengan demikian, syarat utama dari Syirkah ini ialah kesamaan dalam hal-hal berikut: Dana (modal) yang diberikan, kerja, tanggung jawab, beban utang dibagi oleh masing-masing pihak, dan agama
   Hukum Syirkah ini dalam pengertian di atas dibolehkan berdasarkan lebih banyak didominasi ulama mirip Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika bangun sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Namun, imam asy-Syafi’i melarangnya lantaran sulit untuk menetapkan prinsip persamaan modal, kerja dan laba dalam perserikatan ini.
    Adapun laba yang diperoleh dalam syirkah ini dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah‘inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra perjuangan berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
Contohnya: A ialah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
     Dalam hal ini, pada awalnya yang ada ialah syirkah ‘abdân, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memperlihatkan konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A memperlihatkan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memperlihatkan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah‘inân di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah mirip ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufâwadhah.
E. Hal –Hal Yang Membatalkan Syirkah
1.      sebab-sebab yang membatalkan syirkah secara umum
a. penghapusan oleh salah seorang anggota serikat. Hal tersebut dikarenakan kesepakatan syirkah merupakan kesepakatan yang jâiz dan ghair lâzim, sehingga memungkinkan untuk di-fasakh.
b.  meninggalnya salah seorang anggota serikat.
c. murtadnya salah seorang anggota serikat dan berpindah domisilinya ke darul harb. Hal ini disamakan dengan kematian.
d.  gilanya peserta yang terus-menerus, lantaran gila menghilangkan status wakil dari wakâlah, sedangkan syirkah mengandung unsurwakâlah.
2.      Sebab yang membatalkan syirkah secara khusus
a.    Rusaknya harta syirkah seluruhnya atau harta salah seorang anggota serikat sebelum digunakan untuk membeli dalam syirkah amwâl
b.    Tidak terwujudnya persamaan modal dalam syirkah mufâwadhahketika kesepakatan akan dimulai. Hal tersebut lantaran adanya persamaan antara modal pada permulaan kesepakatan merupakan syarat yang penting untuk keabsahan akad.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
    Syirkah ialah kolaborasi antara dua orang atau lebih dalam bidang perjuangan atau modal yang masing-masing dari harta yang melaksanakan syirkah tersebut berbaur menjadi satu tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang laba dan kerugiannya di tanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan. Mengenai landasan aturan ihwal syirkah ini terdapat dalam al-qur’an, sunnah dan ijma.
      Adapun rukun syirkah ada dua yaitu, ucapan (sighah) penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) dan pihak yang berkontrak. Dan mengenai syaratnya ada tiga yaitu, pertama, ucapan: berakad dianggap sah jikalau diucapkan secara verbal atau ditulis. Kontrak musyarakah dicatat dan disaksikan. Kedua, pihak yang berkontrak: disyaratkan kawan harus kompeten dalam memperlihatkan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Ketiga, objek kontrak (dana dan kerja): modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.
     Kemudian macam-macam syirkah ada dua macam yakni syirkah milk dan syirkah ‘uqûd. Adapun yang membatalkan syirkah ada yang secara umum dan ada pula yang secara khusus, mirip yang telah dijelaskan diatas.

Sumber http://sekolahmaning.blogspot.com

0 Response to "Makalah Syirkah Dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel