Asal Undangan Dan Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Negara Indonesia termasuk satu diantara negara tempat ditemukanya insan purba. Penemuan beberapa insan purba di Indonesia sanggup kita lihat dari fosil-fosil yang telah ditemukan.dengan adanya beberapa bukti diatas mari kita bahas satu persatu sejarah asal seruan dan persebaran nenek moyang bangsa indonesia dalam sebuah makalah berikut :
( Ilustrasi insan purba )
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, alasannya yakni atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, Makalah ini sanggup terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya. Dengan menciptakan kiprah ini kami diperlukan bisa untuk lebih mengenal perihal Asal Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia .
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh alasannya yakni itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, sanggup memberi kesadaran tersendiri bagi generasi muda bahwa kita juga harus mengetahui Asal Usul dan Perkembangan nenek moyang kita di Indonesia .
September 2018
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Asal-Usul Nenek Moyang Indonesia
B. Perseberan Nenek Moyang di Indonesia
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah merupakan serpihan yang tidak terpisahkan dari kehidupan insan dan menjadi suatu rangkaian yang erat sepanjang kehidupan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut maka sejarah yang akan dibahas dalam penulisan ini yakni yang berkaitan dengan kebudayaan, terutama kebudayaan absurd yang telah memperlihatkan imbas dalam kehidupan bangsa Indonesia dan khususnya memperlihatkan imbas pada pembentukan kebudayaan Indonesia. Sejarah memperlihatkan pelajaran dan pengalaman untuk insan di masa kini dan di masa yang akan datang.
Dari sejarah akan sanggup diketahui kegagalan dan keberhasilan yang dialami oleh insan dan memperlihatkan suatu pedoman bagi insan di masa yang akan tiba untuk lebih berhati-hati dalam melaksanakan segala sesuatu biar sanggup mencapai keberhasilan dan peningkatan kualitas kehidupan. Seperti yang dikatakan filsuf populer dari Cina, Kong Fu Tse yang menyampaikan “Sejarah mendidik kita bertindak bijaksana”. Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan kebudayaan yang beragam dan sangat kaya ragamnya. Perbedaan yang terjadi dalam kebudayaan Indonesia dikarekan proses pertumbuhan yang berbeda dan imbas dari budaya lain yang ikut bercampur di dalamnya.
Indonesia yakni bangsa yang sangat besar, tetapi banyak masyarakat yang tidak tahu akan nenek moyang bangsa Indonesia sendiri. Dengan semakin berkembangnya zaman, semakin banyak masyarakat yang tidak perduli akan sejarah nenek moyangnya sendiri . Hal ini mengakibatkan Sumber Daya Manusia di Indonesia masih di ragukan . berangkat adri permasalahan ini, kami ingin membahas perihal Asal Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia .
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal-usul nenek moyang Indonesia?
2. Bagaimana persebaran nenek moyang di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asal-usul nenek moyang Indonesia.
2. Untuk mengetahui persebaran nenek moyang di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Indonesia termasuk salah satu negara tempat ditemukannya insan purba. Penemuan insan purba di Indonesia sanggup dilakukan menurut fosil-fosil yang telah ditemukan. Fosil yakni tulang belulang, baik binatang maupun manusia, yang hidup pada zaman purba yang usianya sekitar ratusan atau ribuan tahun. Adapun untuk mengetahui bagaimana kehidupan insan purba pada ketika itu, yaitu dengan cara mempelajari benda-benda peninggalannya yang biasa disebut dengan artefak.
Manusia purba yang ditemukan di Indonesia mempunyai usia yang sudah tua, hamper sama dengan insan purba yang ditemukan di negara-negara lainnya di dunia. Bahkan Indonesia sanggup dikatakan mewakili inovasi insan purba di daratan Asia. Daerahpenemuan insan purba di Indonesia tersebar di beberapa tempat, khususnya di Jawa.
Penemuan fosil insan purba di Indonesia terdapat pada lapisan pleistosen. Salah satu jenis insan purba yang ditemukan di Indonesia hampir mempunyai kesamaan dengan yangditemukan di Peking Cina, yaitu jenis Pithecanthropus Erectus.
Penelitian perihal insan purba di Indonesia telah usang dilakukan. Sekitar masa ke-19 para sarjana dari luar meneliti insan purba di Indonesia. Sarjana pertama yang meneliti insan purba di Indonesia ialah Eugene Dubois seorang dokter dari Belanda. Dia pertama kali mengadakan penelitian di gua-gua di Sumatera Barat. Dalam penyelidikan ini, ia tidak menemukan kerangka manusia. Kemudian ia mengalihkan penelitiannya di Pulau Jawa. Pada tahun 1890, E. Dubois menemukan fosil yang ia beri nama PithecanthropusErectus di bersahabat Trinil, sebuah desa di Pinggir Bengawan Solo, tak jauh dari Ngawi (Madiun). E. Dubois pertama-tama menemukan sebagian rahang. Kemudian pada tahun berikutnya kira-kira 40 km dari tempat inovasi pertama, ditemukan sebuah geraham dan serpihan atas tengkorak. Pada tahun 1892, beberapa meter dari situ ditemukan sebuah geraham lagi dan sebuah tulang paha kiri.
Untuk membedakan apakah fosil itu, fosil insan atau kera, E.Dubois memperkirakan isi atau volume otaknya. Volume otak dari fosil yang ditemukan itu, diperkirakan 900 cc. Manusia biasa mempunyai volume otak lebih dari 1000 cc, sedangkan jenis monyet yang tertinggi hanya 600 cc. Jadi, fosil yang ditemukan di Trinil merupakan makhluk di antara insan dan kera. Bentuk fisik dari makhluk itu ada yang sebagian ibarat kera, dan ada yang ibarat manusia. Oleh alasannya yakni bentuk yang demikian, maka E. Dubois memberi nama Pithecanthropus Erectus artinya manusia-kera yang berjalan tegak (pithekos = kera, anthropus = manusia, erectus = berjalan tegak). Jika makhluk ini kera, tentu lebih tinggi tingkatnya dari jenis kera, dan jikalau makhluk ini insan harus diakui bahwa tingkatnya lebih rendah dari insan (Homo Sapiens).
Sebelum menemukan fosil tempurung kepala (cranium) dan tulang paha tengah(femur), Dubois memulai pencariannya dengan berlandaskan pada tiga teori. Ketiga dasar teori tersebut selain dipakai sebagai contoh akademik sekaligus untuk meyakinkan pemerintah kolonial Belanda, bahwa pencarian missing link dalam mempelajari evolusi insan penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Ingat! Pada masa itu Indonesia masih berada dalam kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Walau begitu, ada juga kegagalan Dubois yang dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan menjadi bermakna. Salah satu kelemahan teori Dubois yakni di missing link, yang menyebutkan mata rantai keramanusia telah terjawab dengan ditemukannya “j4va man”. Pendapat itu keliru alasannya yakni penemuan-penemuan selanjutnya fosil insan purba di Sangiran (Jawa Tengah), Mojokerto (Jawa Timur), juga di Cina dan Tanzania ternyata jauh lebih bau tanah sekitar 500.000 hingga 750.000 tahun dibanding temuannya.
Selain itu, ada kesalahan teori Dubois mengenai volume otak yang meningkat 2 kali lipat sebanding dengan peningkatan ukuran tubuh. Menurut Dubois volume otak fosil “j4va man” sekitar 700 cc, kurang lebih setengah dari volume otak insan modern yang sekitar 1.350 cc. Teori tersebut runtuh alasannya yakni volume otak “j4va man” menurut penghitungan yang lebih akurat yakni sekitar 900 cc. Sebagai pembanding pada monyet besar yang ada sekarang, simpanse misalnya, volume otaknya sekitar 400 cc. “Java man” terlalu pintar untuk mengisi missing link kera-manusia, ia lebih tepat disebut insan purba. Penemuan fosil insan purba yang telah dilakukan oleh Dubois pada balasannya mendorong penemuan-penemuan selanjutnya yang dilakukan oleh para peneliti lainnya. Pada tahun 1907-1908, dilakukan upaya penyelidikan dan penggalian yang dipimpin oleh Selenka di daerah Trinil (Jawa Timur). Penggalian yang dilakukan oleh Selenka memang tidak berhasil menemukan fosil manusia. Akan tetapi upaya penggaliannya telah berhasil menemukan fosil-fosil binatang dan tumbuh-tumbuhan yang sanggup memperlihatkan pemberian untuk menggambarkan lingkungan hidup manusiaPithecanthropus.
G.H.R von Koenigswald mengadakan penelitian dari tahun 1936 hingga 1941 di daerah sepanjang Lembah Sungai Solo. Pada tahun 1936 Koenigswald menemukan fosil tengkorak belum dewasa di bersahabat Mojokerto. Dari gigi tengkorak tersebut, diperkirakan usia anak tersebut belum melebihi 5 tahun. Kemungkinan tengkorak tersebut merupakan tengkorak anak dari Pithecanthropus Erectus, tetapi von Koenigswald menyebutnya Homo Mojokertensis. Pada tahun-tahun selanjutnya, von Koenigswald banyak menemukan bekas-bekas insan prasejarah, di antaranya bekas-bekas Pithecanthropus lainnya. Di samping itu, banyak pula didapatkan fosil-fosil binatang menyusui. Berdasarkan atas fauna (dunia hewan), von Koeningswald membagi diluvium Lembah Sungai Solo (pada umumnya diluvium Indonesia) menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan Jetis (pleistosen bawah), di atasnya terletak lapisan Trinil (pleistosen tengah) dan paling atas ialah lapisan Ngandong (pleistosen atas).
Pada setiap lapisan itu ditemukan jenis insan purba. Pithecanthropus Erectuspenemuan E. Dubois terdapat pada lapisan Trinil, jadi dalam lapisan pleistosen tengah.Pithecanthropus lainnya ada yang di pleistosen tengah dan ada yang di pleistosen bawah. Di plestosen bawah terdapat fosil insan purba yang lebih besar dan berpengaruh tubuhnya daripada Pithecanthropus Erectus, dan dinamakan Pithecanthropus Robustus. Dalam lapisan pleistosen bawah terdapat pula Homo Mojokertensis, kemudian disebut pula Pithecanthropus Mojokertensis. Jenis Pithecanthropus mempunyai tengkorak yang tonjolan keningnya tebal. Hidungnya lebar dengan tulang pipi yang berpengaruh dan menonjol. Mereka hidup antara 2 setengah hingga 1 setengah juta tahun yang lalu. Hidupnya dengan memakan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pithecanthropus masih hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka belum pintar memasak, sehingga masakan dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu. Sebagian mereka masih tinggal di padang terbuka, dan ada yang tewas dimakan binatang buas. Oleh karenanya, mereka selalu hidup secara berkelompok. Pada tahun 1941, von Koeningwald di bersahabat Sangiran Lembah Sungai Solo juga, menemukan sebagian tulang rahang bawah yang jauh lebih besar dan berpengaruh dari rahang Pithecanthropus. Geraham-gerahamnya memperlihatkan corak-corak kemanusiaan, tetapi banyak pula sifat keranya. Tidak ada dagunya. Von Koeningwald menganggap makhluk ini lebih bau tanah daripada Pithecanthropus. Makhluk ini ia beri nama Meganthropus Paleoj4vanicus (mega = besar), alasannya yakni bentuk tubuhnya yang lebih besar. Diperkirakanhidup pada 2 juta hingga satu juta tahun yang lalu. Von Koenigswald dan Wedenreich kembali menemukan sebelas fosil tengkorak pada tahun 1931-1934 di bersahabat Desa Ngandong Lembah Bengawan Solo. Sebagian dari jumlah itu telah hancur, tetapi ada beberapa yang sanggup memperlihatkan isu bagi penelitiannya. Pada semua tengkorak itu,tidak ada lagi tulang rahang dan giginya. Von Koeningswald menilai hasil temuannya ini merupakan fosil dari makhluk yang lebih tinggi tingkatannya daripada Pithecanthropus Erectus, bahkan sudah sanggup dikatakan sebagai manusia. Makhluk ini oleh von Koeningswald disebut Homo Soloensis (manusia dari Solo).
Pada tahun 1899 ditemukan sebuah tengkorak di bersahabat Wajak sebuah desa yang tak jauh dari Tulungagung, Kediri. Tengkorak ini ini disebut Homo Wajakensis. Jenis insan purba ini tinggi tubuhnya antara 130 – 210 cm, dengan berat tubuh kira-kira 30 – 150 kg. Mukanya lebar dengan hidung yang masih lebar, mulutnya masih menonjol. Dahinya masih menonjol, walaupun tidak mirip Pithecanthropus. Manusia ini hidup antara 25.000 hingga dengan 40.000 tahun yang lalu. Di Asia Tenggara juga terdapat jenis ini. Tempat-tempat temuan yang lain ialah di Serawak (Malaysia Timur), Tabon (Filipina), juga di Cina Selatan. Homo ini dibandingkan jenis sebelumnya sudah mengalami kemajuan. Mereka telah menciptakan alat-alat dari watu maupun tulang. Untuk berburu mereka tidak hanya mengejar dan menangkap binatang buruannya. Makanannya telah dimasak, binatang-binatang buruannya sesudah dikuliti kemudian dibakar. Umbian-umbian merupakan jenis masakan dengan cara dimasak. Walaupun masakannya masih sangat sederhana, tetapi ini memperlihatkan adanya kemajuan dalam cara berpikir mereka dibandingkan dengan jenis insan purba sebelumnya. Bentuk tengkorak ini berlainan dengan tengkorak penduduk orisinil bangsa Indonesia, tetapi banyak persamaan dengan tengkorak penduduk orisinil benua Australia sekarang. Menurut Dubois, Homo Wajakensis termasuk dalam golonganbangsa Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan nantinya menurunkan bangsa-bangsa orisinil di Australia. Menurut von Koenigswald, Homo Wajakensis mirip juga Homo Solensis berasal dari lapisan bumi pleistosin atas dan mungkin sekali sudah termasuk jenisHomo Sapiens, yaitu insan purba yang sudah tepat mirip dengan manusia. Mereka telah mengenal penguburan pada ketika meninggal. Berbeda dengan jenis insan purba sebelumnya, yang belum mengenal cara penguburan.
Baca Juga : Makalah Kerajaan Sejarah Mataram Kuno
Selain di Indonesia, insan jenis Pithecanthropus juga ditemukan di belahan dunia lainnya. Di Asia, Pithecanthropus ditemukan di daerah Cina, di Cina Selatan ditemukanPithecanthropus Lautianensis dan di Cina Utara ditemukan Pithecanthropus Pekinensis. Diperkirakan mereka hidup berturut-turut sekitar 800.000 – 500.000 tahun yang lalu. Di Benua Afrika, fosil jenis insan Pithecanthropus ditemukan di daerah Tanzania, Kenya dan Aljazair. Sedangkan di Eropa fosil insan Pithecanthropus ditemukan di Jerman, Perancis, Yunani, dan Hongaria. Akan tetapi, inovasi fosil insan Pithecanthropusyang terbanyak yaitu di daerah Indonesia dan Cina.
Di Australia Utara ditemukan fosil yang serupa dengan insan jenis Homo Wajakensis yang terdapat di Indonesia. Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang bawah, dan sebuah rahang atas dari insan purba yang ditemukan di Australia itu sangat mirip dengan insan Wajak. Apabila menyelidiki peta Indonesia yang terbentuk pada masa glasial, memperlihatkan bahwa pulau Jawa bersatu dengan daratan Asia dan bukan dengan Australia. Oleh alasannya yakni itu, diperkirakan insan Wajak ini bermigrasi ke Australia dengan memakai jembatan penghubung. Diduga mereka telah mempunyai keterampilan untuk menciptakan bahtera serta mengarungi sungai dan lautan, sehingga balasannya hingga di daratan Australia.
Setelah masa penjajahan Belanda selesai, penelitian insan purba dilanjutkan oleh orang Indonesia sendiri. Pada tahun 1952 penelitian dimulai. Penelitian ini terutama dilakukan oleh dokter dan geolog yang kebetulan harus meneliti lapisan-lapisan tanah. Seorang dokter dari UGM yang mengkhususkan dirinya pada penyelidikan tersebut adalahProf. Dr. Teuku Jacob. Dia memulai penyelidikannya di daerah Sangiran. Penelitian ini kemudian meluas ke Bengawan Solo.
Zaman sebelum insan mengenal goresan pena disebut zaman praaksara. Manusia tersebut, yaitu meganthropus, pithecanthropus, dan homo. Jenis insan tersebut belum bisa dipastikan orisinil Indonesia atau pendatang. Berdasarkan keserupaan artefak mesolithikum yang dipakai dengan artefak di Bacson-Hoabinh, sanggup diperkirakan bahwa mereka berasal dan Teluk Tonldn. (Bacson Hoabinh terletak di Teluk Tonkin).
Menurut penyelidikan para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia bukan orisinil dari Indonesia. Jenis insan Homo Sapiens ini terbagi atas tiga subspesies atau ras.
1. Ras Mongoloid: berkulit kuning, tinggi tubuh cukup, hidung menonjol sedikit (tidak mancung, tetapi juga tidak pesek), menyebar ke Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
2. Ras Kaukasoid: berkulit putih, tinggi, tubuh jangkung, hidung mancung, menyebar di Eropa dan Asia kecil (Timur Tengah).
3. Ras Negroid: berkulit hitam, bibir tebal, rambut keriting, menyebar di Afrika, Australia, dan Iran.
Hasil penyelidikan Von Hiene Geldern perihal penyebaran kapak persegi, menyimpulkan bahwa jenis insan Homo Sapiens bukan orisinil dari Indonesia. Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Campa, Cochin China, Kamboja, dan daerah-daerah di sepanjang pantai di Teluk Tonkin. Sementara itu, kalau dilihat dari pangkal kebudayaannya, mereka berasal dari wilayah Yunnan di Tiongkok Selatan. Mereka termasuk rumpun bangsa Austronesia. Rumpun bangsa Austronesia terdiri atas dua subspesies/ras, yaitu ras Mongoloid dan ras Austro Melanesoid. Mereka inilah nenek moyang bangsa Indonesia sesungguhnya.
Berdasarkan jenis artefak yang ditemukan, para hebat memperkirakan nenek moyang berasal dari Teluk Tankin yang melaksanakan migrasi ke daerah lain.
Selain berasal dari Teluk Tankin, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia yang berimigrasi ke Indonesia yang mengakibatkan insan purba di Indonesia mengalami kepunahan. Jenis homo waja kensis yang menjadi penghuni orisinil Indonesia yang menyebar kea rah Barat dan timur. Mereka yang menyebar ke arah Barat dan Timur termasuk Austro Melansoid, mereka menetap di Sumatera Timur. Dan yang arah Timur menetap di Papua, kepulauan Kei, pulau Seram, dan Sulawesi Selatan. Adapun beberapa pendapat para hebat mengenai asal-usul Nenek moyang Indonesia diantaranya adalah:
1. Von Hiene Geldern
Menurut Von Hiene Geldern, penduduk bangsa Indonesia sebelum nenek moyang masuk ke Indonesia yakni Homo Wajakensis. Homo wajakensis yang tidak mau berasimilasi berimigrasi menuju ke Timur dan balasannya melahirkan penduduk Asia Australia.
2. Mandaline Coloni
Sebelum nenek moyang bangsa Indonesia datang, di wilayah Indonesia sudah berpenduduk suku nagrito dan suku weddoit. Kedua suku ini berasal dari Tonkin yang menyebar ke Indonesia dan pulau-pulau di Pasifik.
Pada ketika nenek moyang bangsa Indonesia datang, suku nagrito sudah punah. Namun suku weddoit masih ada, diantaranya suku Sakai di Siak, suku Kubu di Jambi, dan suku Kubu di Palembang.
3. H. Kern dan Hiene Geldern
Menurut H. Kein dan Hiene Geldern nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia. Pada mulanya nenek moyang Indonesia bertempat di daerah Yunan (Cina Selatan) ke Selatan daerah Vietnam.
4. Prof. Dr. H. Kern
Ilmuwan asal Belanda ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia. Kern beropini bahwa bahasa – bahasa yang dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanesia, Mikronesia mempunyai akar bahasa yang sama, yakni bahasa Austronesia. Kern menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia berawal dari satu daerah dan memakai bahasa Campa. Menurutnya, nenek-moyang bangsa Indonesia memakai perahu-perahu bercadik menuju kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukung oleh adanya persamaan nama dan bahasa yang dipergunakan di daerah Campa dengan di Indonesia, contohnya kata “kampong” yang banyak dipakai sebagai kata tempat di Kamboja. Selain nama geografis, istilah-istilah binatang dan alat perang pun banyak kesamaannya. Tetapi pendapat ini disangkal oleh K. Himly dan P.W. Schmidt menurut perbendaharaan bahasa Campa.
5. Moh. Yamin
Pendapat Moh. Yamin yakni bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri. Hal ini menurut inovasi fosil-fosil dan artefak insan tertua di Indonesia.
Baca Juga : Makalah Corak Kehidupan Praaksara
B. Persebaran Nenek Moyang di Indonesia
Homo erectus dan homo wajakensis pernah tinggal dan hidup di Indonesia. Namun ada yang menduga bahwa kedua jenis insan purba tersebut bukan nenek moyang bangsa Indonesia.
Demikian pula dengan Austro Melanesoid yang juga diragukan sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Berdasarkan ciri-ciri fisik bangsa Indonesia terutama yang tinggi di daerah Timur yaitu Austro Melanesoid.
Ciri-ciri fisiknya tinggi, berkulit agak gelap, hidung lebih mancung dan berambut keriting. Adapun dugaan bahwa Austro Melanesoid sebagai nenek moyang bangsa Indonesia.
a. Keturunan eksklusif dari homo wajakensis, dugaan tersebut didasarkan atas pewaris ciri-ciri fisik ragawi.
b. Keturunan protoaustroid yang berpindah di sekitar bahari tengah dan pernah tinggal di India sebelum bangsa Dravida. Persamaan ragawi dan bahasa mendasari dugaan. Jadi, bangsa ini bukan orisinil Nusantara.
Nenek moyang bangsa Indonesia bukanlah manusia-manusia jenis Meganthropus Palaeoj4vanicus, Pithecantropus Erectus, Homo Soloensis, atau Homo Wajakensis. Walaupun terdapat di Indonesia, manusia-manusia jenis itu sudah punah. Untuk mengetahui asal nenek moyang bangsa Indonesia, kita sanggup memakai dua cara, yakni persebaran rumpun bahasa dan persebaran kebudayaan bercocok tanam.
1. Rumpun Bahasa Melayu Austronesia
Bahasa yang tersebar di Indonesia termasuk rumpun bahasa Melayu Austronesia. Rumpun bahasa ini mencakup wilayah yang luas: dari Madagaskar di Afrika hingga ke Melanesia dan Polinesia di Samudera Pasifik, kemudian dan Taiwan hingga ke Indonesia. Penggunaan bahasa Melayu Austronesia di wilayah yang luas itu erat kaitannya dengan persebaran penduduk yang memakai bahasa tersebut. Para pakar sejarah beropini bahwa bahasa Melayu Austronesia berasal dari Taiwan. Sekitar 5000 SM, masyarakat di Taiwan memakai bahasa yang disebut Proto Austronesia (Austronesia kuno).
Masyarakat di tempat itu telah mengenal cocok tanam dan beternak. Masyarakat itu kemudian menyebar ke sebelah selatan Cina, Vietnam, Semenanjung Malaya, kemudian ke Indonesia. Ada juga yang mengarungi bahari menuju Filipina terus ke arah kepulauan di Indonesia dan Samudera Pasifik.
2. Masyarakat Tani di Yunan
Peralihan dan kebudayaan berburu dan mengumpulkan masakan pada kebudayaan bercocok tanam merupakan perubahan amat besar. Perubahan itu mustahil dilakukan oleh penduduk orisinil Indon esia yang sudah terbiasa dengan kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Para pakar sejarah menyimpulkan bahwa kebudayaan bercocok tanam diperkenalkan oleh masyarakat pendatang. Mereka ini sudah terbiasa dengan bercocok tanam dan beternak di tempat asalnya. Kebiasaan itu mereka terapkan di tempat gres di Indonesia. Pendatang inilah yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia.
Nenek moyang bangsa Indonesia ternyata berasal dan luar Indonesia, yaitu dan daerah Yunan, di sebelah selatan Cina (sekarang RRC). Kesimpulan tersebut dibuktikan oleh kesamaan artefak prasejarah yang ditemukan di wilayah itu dengan artefak prasejarah di Indonesia. Dari artefak yang ditemukan di Yunan, tampak bahwa sekitar 3000 SM, masyarakat di wilayah itu telah mengenal cocok tanam.
Kemudian, masyarakat Yunan melaksanakan migrasi ke daerah sekitar Teluk Tonkin, sebelah utara Vietnam. Di tempat itu mereka menyebarkan kebudayaan bercocok tanam. Dari tempat itu, mereka melaksanakan migrasi ke Kepulauan Indonesia. Migrasi dilakukan secara bergelombang. Gelombang yang satu dengan yang berikut bejarak waktu lebih dan 1000 tahun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nenek moyang bangsa Indonesia tiba ke nusnatara melalui dua jalur yakni jalur barat dan timur.Migrasi jalur barat di lakukan dari yunan ke semenanjung Malaysia, Kalimantan, menuju Jawa dan Nusa Tenggara. Penyebaran jalur timur di mulai dari Teluk Tonkin menyusuru pantai asia timur menuju Taiwan , Filipina, Sulawesi, Maluku, papua, hingga australia . Mereka tiba secara bergelombang, gelombang pertama yakni bangsa prota melayu yang tiba membawa kebudayaan kapak persegi dan kapal bercadik satu. Gelombang kedua yakni bangsa deutro melayu yang tiba membawa kebudayaan kapak lonjong dan kapal bercadik dua.
Sebelum kedua bangsa melayu tersebut tiba ke nusantara da beberapa suku primitive yang sudah terlebih dahulu menetap di nusantara.
Oleh karna itu ketika bengsa melayu tiba ke nusantara meraka melaksanakan proses kawin mengawin dangan suku orisinil yang sudah mendiami nusantara terlebih dahulu. Karna itu bangsa Indonesia kini yakni turunan dari bangsa deutro melayu, prota melau, bangsa Melanesia dan bangsa primitive yang dulu mendiami nusantara.
Dan padasaat itu keadaan geografis Indonesia yang luas memaksa mereka untuk tinggal terpencar di seluruh wilayah nusantara yang sangat luas. Sehingga mereka hidup sacara terisolasi dari suku bangsa yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
meowwwhoney.blogspot.com/search?q=makalah-kerajaan-sejarah-mataram-kuno#_
Mustafa Shodiq . 2006. Wawasan Sejarah 1 Indonesia dan Dunia. Solo : Tiga Serangkai
Mustopo Habib. 2007. Sejarah 1. Jakarta : Yudhistira
0 Response to "Asal Undangan Dan Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia"
Posting Komentar