Biografi Bubuk Bakar As-Siddiq Khalifa Khulafaur Rasyidin Sejarah Singkat
Biografi merupakan karangan buku yang menceritakan insiden kehidupan seseorang secara singkat berdasarkan insiden yang dialami tindakan atau sikap dalam hidupnya.berikut saya bagikan biografi Abu Bakar As-siddiq dari awal hingga selesai :
Abu Bakar ash-Shiddiq ialah sahabat Nabi yang paling awal memeluk Islam. Ia dikenal sebagai khalifa pertama yang meneruskan usaha Nabi Muhammad SAW dalam memimpin ummat islam. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW ia menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Dan merupakan satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
Abu Bakar termasuk penggagas kaum Muslimin pertama, As-Sabiqunal Awwalun, para pendahulu. Ia yaitu orang yang memercayai Rasulullah di dikala banyak orang menganggap ia gila. Abu Bakar termasuk orang yang siap mengorbankan nyawanya, di dikala banyak orang hendak membunuh Rasulullah.
Nama awal Abu Bakar yaitu Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam lembaran sejarah disebutkan nama ayahnya yaitu Abu Quhafah. Ini pun bukan nama sebenarnya. Utsman bin Amir demikian nama lain dari Abu Quhafah. Abu Bakar lahir pada 573 Masehi, lebih muda sekitar tiga tahun dari Nabi Muhammad.
Sebelum masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ada kisah menarik wacana nama ini. Ummul Khair, ibunda Abu Bakar sebelumnya beberapa kali melahirkan anak laki-laki. Namun setiap kali melahirkan anak laki-laki, setiap kali pula mereka meninggal. Sampai kemudian ia bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pad Ka’bah. Dan lahirlah Abu Bakar.
Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini diambil dari nama lain Ka’bah, Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya dengan sebutan Abdullah. Nama Abu Bakar sendiri konon berasal dari predikat penggagas dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal.
Suatu hari Abu Bakar ingin berangkat berdagang ke wilayah Thaif bersama rekan bisnisnya, Hakim bin Hizam—keponakan Khadijah. Tiba-tiba sesorang tiba menemuinya. Orang itu berkata kepada Hakim, “Bibimu Khadijah mengaku suaminya menjadi nabi sebagaimana Musa. Ia sungguh telah mengabaikan tuhan-tuhan.”
Selanjutnya Abu Bakar berpikir. Ia orang yang paling mengerti wacana Muhammad Saw. Sebelum sesuatu terjadi, ia harus menemui ia untuk memastikan info tersebut. Setelah itu barulah ia akan menentukan sikap.
Abu Bakar mendatangi Rasulullah Saw. Ia berusaha mengingat kembali semua kisah wacana sahabatnya itu. Ia yakin, sahabatnya tidaklah ibarat orang-orang Quraisy kebanyakan. Sahabatnya bukanlah orang yang mengagungkan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang Quraisy. Di masa mudanya tidak ada sifat kekanak-kanakan ibarat halnya pemuda-pemuda Quraisy dan ia mempunyai kebiasaan yang sangat berbeda dengan kaumnya. Setiap tahun, ia menyendiri di Gua Hira selama sebulan penuh.
Semua citra dan bayangan itu bergelayut dalam ingatan Abu Bakar. Ia mempercepat langkah untuk segera mengetahui kebenaran dari verbal sahabatnya langsung. Lalu muncul dalam ingatan Abu Bakar wacana keberkahan yang dialami kaum Bani Sa’ad dikala Halimah As-Sa’diyah mengambil ia dalam susuannya menuju kampungnya. Abu Bakar juga mengingat ulang pembicaraan Bukhaira, seorang pendeta yang mengingatkan paman ia Abu Thalib dari muslihat Yahudi apabila mereka mengetahui wacana anak kecil yang dibawanya.
Akhirnya Abu Bakar hingga juga di rumah Muhammad Saw. Ia masuk menemui sahabatnya dan eksklusif bertanya, “Apa yang bahwasanya terjadi dengan info yang telah saya dengar tentangmu? Apakah engkau menerka kaummu mengakui kebenaran yang engkau katakan?”
“Wahai Abu Bakar, maukah engkau kuceritakan sesuatu, apabila engkau rela saya akan terima, namun jikalau tidak suka maka saya akan menyimpannya,” jawab Muhammad.
Abu Bakar menjawab, “Ini telingaku, silakan katakan.”
Nabi Saw membacakan beberapa ayat Al-Qur’an kepada Abu Bakar. Beliau juga menceritakan kepadanya wacana wahyu yang turun dan insiden di Gua Hira yang ia alami. Jiwa Abu Bakar telah siap memercayainya, lantaran fasilitas yang Allah berikan kepadanya dengan pertemanan dan ketulusan pengenalan.
Tanpa ragu, belum hingga Rasulullah Saw menuntaskan ceritanya, Abu Bakar berbisik lirih, “Aku bersaksi bahwa engkau orang yang jujur. Apa yang engkau serukan yaitu kebenaran. Sesungguhnya ini yaitu kalam Allah.”
Setelah itu, ia menemui Hakim bin Hizam dan berkata, “Wahai Abu Khalid, kembalikanlah uangku, saya telah menemukan bersama Muhammad bin Abdullah sesuatu yang lebih menguntungkan daripada perniagaan bersamamu.” Abu Bakar mengambil hartanya dan berlalu.
Rasulullah bukan tanpa alasan menentukan Abu Bakar menjadi orang kedua setelah dirinya. Suatu hari Rasulullah pernah mengabarkan wacana keutamaan sahabat sekaligus mertua ia ini. “Tak seorang pun yang pernah kuajak masuk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu ragu dan berhati-hati kecuali Abu Bakar. Ia tidak menunggu-nunggu atau ragu-ragu ketika kusampaikan hal ini,” sabda Rasulullah Saw.
Hal ini pula yang mengakibatkan ia dilantik dengan gelar Ash-Shiddiq di belakang namanya. Abu Bakar memang selalu membenarkan Rasulullah tanpa sedikit pun keraguan. Pada insiden Isra’ Mikraj, Abu Bakar yaitu orang pertama yang percaya dikala Rasulullah memberikan hal itu. Tanpa setitik pun ada kebimbangan di benaknya.
Abu Bakar memulai misi mulia dalam menyerukan agama Allah, sehingga berkat tangannya, Allah memberikan hidayah-Nya kepada generasi pertama Islam (As-Sabiqunal Awwalun), di mana dengan kesabaran dan kesungguhan mereka membangun Islam.
Ia mulai mengembangkan Islam kepada orang-orang di kaumnya yang ia percayai, orang yang berteman dan duduk bersamanya. Sehingga aneka macam yang masuk Islam karenanya ibarat Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin Auf. Mereka ini berangkat menemui Rasulullah ditemani Abu Bakar. Lalu ia memperlihatkan Islam kepada mereka, membacakan Al-Qur'an, menjelaskan kebenaran Islam, hingga mereka beriman.
Betapa mulianya Abu Bakar Ash-Shiddiq yang telah mengislamkan lima dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Umar berkata, “Abu Bakar yaitu junjungan kami dan telah memerdekakan junjungan kami, yakni Bilal.”
Ibnu Umar berkata, “Dahulu kami melaksanakan pemilihan kepada orang-orang pada zaman Nabi Saw masih hidup siapakah yang terbaik, maka kami menentukan Abu Bakar dan kemudian Umar bin Khatab dan kemudian Utsman bin Affan.” (HR Bukhari)
Abu Bakar hanya sebentar memegang kendali pemerintahan Islam setelah Rasulullah. Hari itu ia berniat untuk mandi. Udara amat masbodoh mencekam. Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas. Karena merasa janjinya dengan Allah sudah dekat, Abu Bakar ingin tetapkan pengganti setelahnya.
Ia meminta Abdurrahman bin Auf untuk datang. Ketika ditanyakan wacana pribadi Umar bin Khatab, Abdurrahman menjawab, “Ya, Umar lebih tepat, tetapi ia terlalu keras.”
“Ia keras lantaran melihatku lunak. Kalau urusan ini sudah berada di tangannya, ia akan lunak,” kata Abu Bakar.
Setelah itu, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat lainnya, baik dari kaum Anshar maupun Muhajirin. Semua oke untuk mengangkat Umar sebagai pengganti Abu Bakar. Setelah semuanya bubar, Abu Bakar meminta Utsman bin Affan untuk menulis apa yang didiktekannya. Abu Bakar berkata, “Tuliskan Bismillahirrahmanirrahim. Inilah komitmen yang diminta Abu Bakar kepada umat Islam...” tiba-tiba Abu Bakar pingsan.
Namun Utsman meneruskan tulisannya: “Sesungguhnya saya mengangkat Umar bin Khatab sebagai penggantiku atas kalian dan saya tidak mengabaikan kebaikan untuk kalian...”
Abu Bakar sadar kembali, kemudian meminta Ustman membacakan apa yang dia tulis. Mendengar apa yang dibaca Utsman, Abu Bakar bertakbir. “Engkau menghawatirkan tadi saya akan meninggal sehingga engkau khawatir umat akan berselisih (kalau tidak ada nama yang tertulis)?” tanya Abu Bakar.
Utsman mengiyakan. Panas Abu Bakar kian meningkat. Pada Senin 22 Jumadil Akhir 13 Hijriyah Abu Bakar wafat. Pada detik-detik terakhir hidupnya, Abu Bakar sempat menuliskan menuliskan sebuah wasiat yang diabadikan sejarah.
Demikian isinya: “Bismillahirrahmanirrahim. Inilah pesan Abu Bakar bin Abu Quhafah pada selesai hayatnya dengan keluarnya dari dunia ini, untuk memasuki alam abadi dan tinggal di sana. Di tempat ini orang kafir akan percaya, orang berandal akan yakin, dan orang yang berdusta akan membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan memimpin kalian yaitu Umar bin Khatab.
Patuhi dan taati dia. Aku tidak mengabaikan segala yang baik sebagai kewajibanku kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada agama, kepada diriku, dan kepada kau sekalian. Kalau dia berlaku adil, itulah harapanku, dan itu pula yang kuketahui wacana dia. Tetapi kalau dia berubah, maka setiap orang akan memetik hasil dari perbuatannya sendiri. Yang kuhendaki ialah setiap yang terbaik dan saya tidak mengetahui segala yang gaib. Dan orang yang zalim akan mengetahui perubahan yang mereka alami.”
Baca Juga : Biografi Sunan Kalijaga
Silsilah kekeluargaan
Nama lengkap Abu Bakar yaitu 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai, dan ibu dari bubuk Bakar yaitu Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Abu Bakar merupakan ayah dari Aisyah yang merupakan istri Nabi Muhammad SAW. Nama sebelum masuk islam yaitu Abdul Ka'bah yang artinya 'hamba Ka'bah'. Setelah masuk islam namanya diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah yang artinya 'hamba Allah. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga memberinya gelar Ash-Shiddiq yang artinya 'yang berkata benar' setelah ia membenarkan dan mempercayai insiden Isra Mi'raj yang diceritakan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para pengikutnya. Dan dari situlah ial lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Abu Bakar ash-Shiddiq merupakan keturunan Bani Taim, sub-suku bangsa Quraisy. Dan menururt beberapa catatan sejarawan Islam ia yaitu seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar, serta dipercaya sebagai orang yang sanggup menafsirkan mimpi.
Masa mengenal Nabi dan memeluk islam
Saat Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bertetangga bersama Abu Bakar. Sejak dikala itulah mereka saling berkenalan. Usia mereka berdua sama dan sama-sama seorang pedagang dan hebat berdagang.
Dalam kitab Hayatussahabah, kepingan Dakwah Muhammad kepada perorangan, dituliskan bahwa Abu bakar memeluk Islam oleh seruan nabi. Dan setelah itu ia meneruskan dakwah islaminya kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Namun istri ia Qutaylah binti Abdul Uzza dan anaknya Abd Rahman bin Abu Bakar tidak mau memeluk Islam sehingga Abu Bakar menceraikannya dan berpisah dengan anaknya. Tetapi istrinya yang lain, Ummu Ruman, menjadi Muslimah.
Saat Nabi Muhammad hijrah ke Madinah (622 M), Abu Bakar yaitu satu-satunya orang yang menemaninya. Setelah beberapa dikala Hijra, Nabi Muhammad SAW menikah dengan anak Abu Bakar, sehingga ikatan kekeluargaannya makin erat.
Masa wafat Nabi dan diangkatnya Abu Bakar menjadi Khalifa pertama
Selama masa sakit Rasulullah dikala menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Setelah kematian Nabi, dilakukanlah musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang alhasil menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin gres umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.
Namun hasil musyawarah tersebut menjadi perdebatan dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam. Saat itu umat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini yaitu keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum sunni beropini bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara muslim syi'ah beropini bahwa nabi dalam hal-hal terkecil ibarat sebelum dan sehabis makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi persoalan kepemimpinan umat terahir.
Banyak hadits yang menjadi tumpuan dari kaum Sunni maupun Syi'ah wacana siapa khalifah sepeninggal rasulullah, serta jumlah pemimpin Islam yang dua belas. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melaksanakan baiat tersebut secara pro forma, mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia memperlihatkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Perang Ridda
Masa kepemimpinan Abu Bakar terjadi beberapa persoalan yang mengancam persatuan diantara umat Islam dikala itu. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah gres dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya mempunyai komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar yaitu memerangi "Ibnu Habib al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi gres menggantikan Nabi Muhammad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan oleh Hindun istri Abu Sufyan alasannya sudah berhasil membunuhHamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah. Al Wahsyi pernah berkata, "Dahulu saya membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan sekarang saya telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazab)."
Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas kawasan kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian kawasan kekaisaran Bizantium.
Ekspedisi ke utara
Setelah persoalan dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid bin Walid dikirim ke Iraq dan sanggup menguasai wilayah al-Hirah pada tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil.
Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah bin Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid bin Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia hingga ke Syria.
Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan gampang sementara ekspedisi ke Suriah juga meraih sukses.
Penyusunan kitab suci Al Qur'an
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Setelah kemenangan yang sangat sulit dikala melawan Musailamah al-kadzab dalam perang Riddah, banyak para penghafal Al Qur'an yang ikut tewas dalam pertempuran. Umar kemudian meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Dibentuklah sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah dikumpulkan lembaran-lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis ibarat tulang, kulit dan lain sebagainya, setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan teks teks Al Qur’an tersebut menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal dikala ini.
Wafat
Abu Bakar wafat pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah lantaran sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di bersahabat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.
Sumber http://sekolahmaning.blogspot.com
0 Response to "Biografi Bubuk Bakar As-Siddiq Khalifa Khulafaur Rasyidin Sejarah Singkat"
Posting Komentar