Belajar Dan Pembelajaran
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Secara umum mencar ilmu dapat diartikan sebagi proses perubahan perilaku, akibat intraksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan prilaku yaitu hasil belajar, artinya seseorang dikatakan telah belajar, jikalau ia sanggup melakukan sesuatu yang tidak sanggup dilakukan sebelumnya.
Menurut Kimble & Garmey, sifat perubahan perilaku dalam mencar ilmu relatif permanen. Dengan demikian hasil mencar ilmu sanggup diidentifikasi dari adanya kemampuan melaksanakan sesuatu secara permanen, sanggup diulang – ulang dengan hasil yang sama. Kita membedakan prilaku hasil mencar ilmu dengan yang terjadi secara kebetulan. Orang yang secara kebetulan sanggup melaksanakan sesuatu, tentu tidak dapat mengulangi perbuatan tersebut dengan hasil yang sama, sedangkan orang sanggup melaksanakan sesuatu lantaran hasil belajar sanggup melakukannya secara berulang – ulang dengan hasil yang sama.
Belajar yaitu suatu proses perjuangan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan. Tingkah laris yang gres secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto:2003:2).
Menurut Winkel ( dalam Darsono , dkk. 2000) mencar ilmu yaitu acara mental atau psiskis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Dari pendapat para andal diatas, maka mencar ilmu sanggup diartikan sebagai acara mental dan pisik dalam intraksinya dengan lingkungan untuk menghasilkan sesutau berupa perubahan tingkah laku, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang bersifat permanen.
b. Teori Belajar Kooperatif Learning Tipe Jigsaw
Beberapa teori mencar ilmu antara lain :
1) Teori mencar ilmu menurut J. Bruner
Didalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kamampuan. Untuk meningkatkan proses mencar ilmu perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan dimana siswa sanggup melakukan eksplorasi, inovasi – penemuan gres yang dikenal atau pengertian yang menyerupai dengan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam – macam masalah, korelasi – hubungan dan kendala yang dihayati oleh siswa secara berbeda – beda pada usia yang berbeda pula.
2) Teori mencar ilmu Vygotsky
Tokoh konstrutivis lain adalah Vygotsky. Sumbangan penting teorinya adalah penekanan pada hakekat pembelajaran sosiokultur. Inti dari teorinya yaitu menekankan pada interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekannya pada lingkuangan sosial pembelajaran.
Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya sebagai berikut :
a) Menghendaki seting kelas berbentuk kooperatif, sehingga siswa sanggup saling memunculkan seni administrasi – strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing – masing zone of proximal develpment mereka. Zone of proximal development yaitu jarak tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang cukup umur atau teman sebaya yang lembih mampu.
b) Penedekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan sclfolding. Scalfolding berarti memberikan seorang anak sejumlah besar bantuan tersebut dan memberikan kesempatan pada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera sesudah ia bisa mengerjakannya.
Teori yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif.
Dua aspek yang penting yang mendasari keberhasilan cooperative learning yaitu teori motivasi dan teori kognitif ( Slavin dalam Sumiati, 2009 : 46 ).
a). Teori Motivasi
Aspek motivasi pada dasarnya ada dalam konteks pemberian penghargaaan kepada kelompok. Adanya tujuan kelompok ( tujuan bersama ) mampu mencipatakan situasi dimana cara bagi setiap kelompok untuk mencapai tujuannya sendiri adalah dengan mengupayakan supaya tujuan kelompoknya tercapai terlebih dahulu.
b). Teori Kognitif
Asumsi dasar teori – teori perkembangan kognitif yaitu bahwa interaksi antara siswa disekitar kiprah – tugas yang sesuai akan meningkatkan ketuntasan mereka tentang konsep - konsep penting. Vygotsy mendefinisikan Zone of proximal development sebagai suatu selisiah atau jarak antara tingkat perkembangan potensial yang ditentukan oleh pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan sejawat yang lebih mampu.
c. Bentuk – bentuk Belajar.
1). Belajar Verbal
Bentuk mencar ilmu ekspresi merupakan bentuk mencar ilmu sederhana, dan sanggup menjadi dasar bagi bentuk – bentuk mencar ilmu lain. Bentuk mencar ilmu ini menekankan pada kemampuan menyatakan inspirasi dengan kata – kata, menyerupai dalam pelajaran bahasa, atau kemampuan mengingat suatu konsep atau prinsip tertentu dan menyatakan kembali dengan kata – kata.
Prinsip belajar ekspresi adalah proses pembentukan asosiasi verbal, yaitu korelasi antara obyek yang diamati atau obyek yang dibayangkan dengan kata – kata. Sesorang yagn memiliki kemampuan asosiasi verbal, sanggup menyatakan dengan jelas tentang suatu obyek, baik keberadaanya, ciri – cirinya, apa kaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain.
Materi – materi pembelajaran yang digunakan untuk mencar ilmu verbal berkaitan dengan kata – kata, ungkapan, dan kalimat. Kemampuan yang diharapkan sanggup dicapai dalam proses mencar ilmu meliputi kemampuan mengingat dan menyatakan kembali apa yang dipelajari secara bebas dan cepat, kemampuan merangkaikan kata atau kelimat berdasarkan hukum tertentu, dan kemampuan memasang – masangkan kata, rangkaian katau atau kalimat yang mempunyai korelasi satu sama lain. ( De Cecco dan Crawford dalam Sumiati, 2009 : 56).
2). Belajar Konsep dan Prinsip
Konsep yaitu hasil penyimpulan wacana sesuatu hal berdasarkan atas adanya ciri – ciri yang sama pada hal tersebut. Konsep adakalanya barkaitan dengan sesuatu obyek, sesutau peristiwa, atau berkaitan dengan manusia. Adapun yangdimaksud dengan prinsip adalah suatu pernyataan yang menjelaskan wacana hubungan antara dua konsep atau lebih. Istilah prinsip kadang – kadang disebut juga dengan hukum atau generalisasi.
Konsep dan prinsip ada yang bersifat sederhana, ada yang bersifat rumit atau kompleks. Dalam mempelajarinya pun dapat dilakukan dengan cara menerima saja dari orang lain, melalui klarifikasi guru, atau melalui proses pembentkan konsep. Proses pembentukan konsep memerlukan suatu strategi yang dikenal dengan strategi pencapaian konsep. Jerome S. Bruner mengemukakan dua macam strategi pencapaian konsep yaitu strategi pemilihan dan seni administrasi penerimaan. Dalam strategi pemilihan, siswa dituntut untuk menentukan atau memilih dari serangkaian contoh - contoh yang dikemukakan oleh guru, yang mempunyai ciri sama, dan yang membedakannya dari teladan – teladan lain, kemudian mengambil kesimpulan sendiri atau merumuskan konsepnya. Sedangkan dalam strategi penerimaan sejumlah contoh yang dikemukakan guru ditandai dengan ciri – ciri tertentu, dan berdasarkan kesamaan ciri itulah diambil kesimpulan sebagai konsepnya. ( Joice dan Weil dalam Sumiati 2009 : 57 ).
3). Belajar Pemecahan Masalah
Sebagiamana bentuk mencar ilmu konsep, ada yang sederhana dan ada pula yang kompleks, maka mencar ilmu pemecahan masalah pun demikia pula, yaitu ada bentuk pemecahan masalah yang sederhana dan ada bentuk pemecahan masalah kompleks menuntut proses berpikir yang lebih rumit. Kemampuan pemecahan masalah banyak menunjang kreativitas seseorang yaitu kemampuan menciptakan inspirasi baru, baik berifat asli ciptaannya sendiri, maupun merupakan suatu modifikasi ( perubahan ) dari berbagai ide yang telah ada sebelumnya.
Proses pemecahan masalah sanggup berlangsung jikalau seseorang dihadapkan pada suatu dilema yang didalamnya terdapat sejumlah kemungkinan jawaban. Upaya menemukan kemungkinan balasan itu merupakan proses pemecahan masalah. Belajar pemecahan masalah sanggup berlangsung dalam proses mencar ilmu yang berkaitan dengan ilmu – ilmu sosial, ilmu – ilmu kealaman, maupun matematika.
4). Belajar Keterampilan
Keterampilan melaksanakan suatu jenis kegiatan tertentu merupakan suatu bentuk pengalaman belajar yang sepatutnya dicapai melalui proses mencar ilmu disekolah. Dicapainya keterampilan yang diperoleh seseorang ditandai oleh adanya kemampuan menampilkan bentuk – bentuk gerakan tertentu dalam melakukan suatu kegiatan, sebagai respon dari rangsangan yang tiba pada dirinya. Makara bentuk mencar ilmu keterampilan mirip dengan bentuk mencar ilmu verbal. Ciri yang membedakan keduanya adalah, dalam bentuk belajar keterampilan respons atau reaksi itu ditampilkan dalam bentuk gerakan – gerakan motorik jesmaniah, sedangkan dalam mencar ilmu verbal, respon atau reaksi yang ditampilkan berkaitan dengan penggunaan kata atau rangkaian kata – kata.
d. Faktor – faktor dalam belajar.
Ada beberapa faktor dalam mencar ilmu yaitu :
1). Motivasi untuk Belajar
Motivasi pada dasarnya merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri sendiri untuk bertingkah laku. Dorongan itu pada umumnya diarahkan untuk mencapai sesuatu atau bertujuan.
Motivasi mencar ilmu yaitu sesuatu yang mendorong siswa untuk berperilaku yang langsung menyebabkan munculnya perilaku dalam belajar. Siswa akan melakukan sesuatu proses belajar betapapun beratnya jikalau ia mempunyai motivasi tinggi. Motivasi belajar memegang peranan cukup besar terhadap pencapaian hasil. Tanpa motivasi mencar ilmu siswa tidak sanggup belajar, motivasi mencar ilmu pada umumnya muncul karena adanya rangsangan, baik yang tiba dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya.
2). Tujuan yang Hendak Dicapai
Tujuan mencar ilmu adalah arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses pembelajaran. Tujuan menuntun kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai citra tentang hasil akhir suatu kegiatan.
Sebagaimana motivasi, tujuan sebagai salah satu faktor yang terdapat dalam mencar ilmu seharusnya timbul dan ada pada diri siswa. Seorang siswa memasuki suatu jenjang pendidikan tertentu mempunyai tujuan.
3). Situasi yang Mempengaruhi Proses Belajar.
Faktor situasi atau keadaan yang mempengaruhi proses mencar ilmu pada siswa berkaitan dengan diri siswa sendiri, keadaan belajar, proses belajar, guru yang memberi pelajaran, sahabat mencar ilmu dan pergaulan, serta acara belajar yang ditempuh merupakan faktor yang mempunyai pertalian erat satu dengan yang lain. Pressey mengungkapkan keadaan ( situasi ) wacana siswa, sebagai berikut :
a) Siswa sebagai individu yang unik.
Keadaan siswa sendiri merupakan suatu komponen situasi mencar ilmu antara seorang siswa dengan yang lain akan berbeda. Implikasi terhadap proses atau peritiwa mencar ilmu itu sendiri. Setiap siswa tidak akan ada yang sama dalam barbagai hal antara satu dengan yang lain. Perbedaa itu berkaitan dengan keinginan, kebutuhan, kehendak, minat, talenta dan kemampuan .
b) Keadaan atau situasi belajar
Keadaan siswa ketika sedang mencar ilmu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Keadaan siswa itu berkaitan dengan kondisi fisik maupun mental. Belajar dalam keadaan fisik sakit, tidak akan dapat berlangsung dengan baik. Begitu pula jikalau mental dalam keadaan tegang, stress, gugup atau bigung, maka mencar ilmu tidak akan dapat berlangsung dengan baik.
c) Proses belajar
Proses mencar ilmu memerlukan metode, teknik, dan waktu. Hal ini menunjukkan keadaan yang berbeda – beda antara seseorang dengan yang lain, juga terhadap materi pembelajaran yang satu dengan yang lain.
d) Guru
Guru merupakan salah satu komponen situasi belajar. Keadaan guru dapat mempengaruhi hasil belajar. Guru merupakan pendorong dalam belajar. Oleh karena itu perlu diperhatikan keadaan guru berkaitan dengan kepribadian, kemampuan dan kondisi fisik maupun mental, sehingga mencar ilmu akan dapat berlangsung dengan baik sampai pada tujuan yang ingin dicapai.
e) Teman
Seringkali keberhasilan ataupun kegagalan belajar disebabkan oleh teman bergaul maupun sahabat belajar. Oleh lantaran itu harus dipertimbangkan dalam menentukan teman, supaya jangan sampai manjadi penyebab kegagalan dalam belajar.
f) Program yang ditempuh
Apa yang dipelajari siswa pada umumnya terfokus pada program pendidikan yang ditempuh. Oleh lantaran itu materi pembelajaran yang sedang dipelajari seharusnya disertai dengan motivasi, minat dan sesuai dengan talenta siswa itu sendiri.
2. Model Pembelajaran Cooperative Learing
a. Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif merupakan seni administrasi mencar ilmu mengajar di mana siswa mencar ilmu dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan kognitif yang heterogen. (Woolfolk dalam Budiningarti 1998: 22) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang didasarkan pada faham konstruktivisme. Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jikalau dan hanya jikalau setiap anggota kelompoknya berhasil.
Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai pengajaran gotong royong atau cooperatif learning. Sistem pendidikan gotong royong merupakan alternatif menarik yang sanggup mencegah timbulnya kegresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.
Pembelajaran kooperatif bergantung pada kelompok-kelompok kecili pebelajar. Meskipun isi dan petunjuk yang diberikan oleh pengajar mencirikan potongan dari pengajaran, namun pembelajaran kooperatif secara berhati-hati menggabungkan kelompok-kelompok kecil sehingga anggotaanggotanya sanggup bekerja gotong royong untuk memaksimalkan pembelajaran dirinya dan pembelajaran satu sama lainnya. Masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari apa yang disajikan dan membantu sahabat anggotanya untuk belajar. Ketika kerjasama ini berlangsung, tim membuat atmosfir pencapaian, dan selanjutnya pembelajaran ditingkatkan.
Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 (empat) siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda.
b. Unsur – unsur Pembelajaran Cooperative
Menurut Muslimin Ibrohim (2000:6) Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut :
1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
2) Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya menyerupai milik mereka sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya mempunyai tujuan yang sama.
4) Siswa haruslah membagi kiprah dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5) Siswa akan dikenakan penilaian atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
7) Siswa membuatkan kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk mencar ilmu bersama selama proses belajarnya.
c. Tujuan Pembelajaran Cooperative
Tujuan pembelajaran cooperative berbeda dengan tujuan pembelajaran tradisional, dimana pembelajaran tradisional ini mengukur keberhasilan siswa atau individu dengan melihat kegagalan siswa atau individu lain. Pembelajaran cooperative ini menciptakan keberhasilan siswa atau individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak – tidaknya tiga tujan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, ( 2000 ) yaitu :
1). Hasil Belajar Akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup baragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau kiprah – tugas akademis penting lainnya. Beberapa andal berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep - konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada mencar ilmu akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif sanggup memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan kiprah – tugas akademik.
2). Penerimaan Terhadap Perubahan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif yaitu penerimaan secara luas dari orang – orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kamampuan, dan ketidak mampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada kiprah – tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3). Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi. Keterampilan – keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa lantaran dikala ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
d. Langkah – langkah Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif juga harus didukung oleh langkah – langkah dan keterampilan yang melengkapinya. Langkah utama dalam pembelajaran kooperatif menurut Arends ( dalam karuru 2001 ) ada enam fase. Pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan kedalam tim – tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada dikala siswa bekerjasama menyelesaikan kiprah mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap perjuangan – usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1. Langkah – langkah Pembelajaran kooperatif
Fase | Tingkah laris guru |
Fase – 1 Menyampaikan tujuan dan motivasi | Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. |
Fase – 2 Menyajikan info | Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat materi bacaan. |
Fase – 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok – kelompok belajar | Guru menjelaskan kepada siswa bagiamana caranya membentuk kelompok – kelompok mencar ilmu dan membantu setiap kelompok supaya melakukan transisi secara efisien. |
Fase – 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar | Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan kiprah mereka |
Fase – 5 Evaluasi | Guru mengevaluasi hasil belajar wacana materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. |
Fase – 6 Memberi penghargaan | Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok. |
e. Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif ( Arends, 2001). Disini akan diuraikan secara ringkas masing – masing pendekatan tersebut.
1). Student Teams Achievement Division ( STAD )
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan sahabat – temanya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru menggunakan STAD, juga mengacu kepada mencar ilmu kelompok siswa, menyajikan informasi akademik gres kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4 – 5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki – laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain utnuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua ahad siswa dberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata – rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumukan tim – tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tertinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis – kuis itu.
3). Group Investigation /Investigasi kelompok
Investigasi kelompok mungkin merupakan medel pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelen. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun begaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih terpusat pada guru. Dalam penerapan investigasi guru membagi kelas menjadi kompok - kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topoik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
4). Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan mitra – kawannya. Meskipun memilik banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur kiprah yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban sesudah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh kagen in menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, dari pada penghargaan individu. Ada struktur yang dimbangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial dan keterampilan kelompok.
5). Jigsaw
Jigswa pertam kali dikembangkan dan diuji cobakan oleh Elliot Aronson dan sahabat – teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan sahabat – sahabat di Universitas John Hopkins.
Memperjelas perbandingan antara keempat pendekatan pembelajaran kooperatif atau yang lebih sering disebut sebagai tipe pembelajaran kooperatif sanggup dilihat dari Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Koopratif.
STAD | Jigsaw | Group Investigation | Pendekatan Strukur | |
Tujuan koognitif | Informasi akademik sederhana | Informasi akademik sederhana | Informasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri | Informasi akademik sederhana |
Tujuan sosial | Kerja kelompok dan kerja sama | Kerja kelompok dan kerja sama | Kerja dalam kelompok kompleks | Keterampilan kelompok dan keterampilan sosial. |
Struktur tim | Kelompok mencar ilmu heterogen dengan 4 – 5 orang anggota | Kelompok belajar heterogen dengan 5 – 6 anggota, mengunakan pola “kelompok asal” dan “Kelompok ahli” | Kelompok mencar ilmu 5 – 6 orang anggota homogen. Bervariasi, berdua, bertiga | Kelompok 4 – 6 orang anggota |
Pemilihan topik | Biasanya guru | Biasanya guru | Biasanya siswa | Biasanya guru |
Tugas utama | Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya | Siswa mempelajari materi dalam “kelompok hali” kemudian membantu anggota “Kelompok asal” mempelajari materi itu | Siswa menyelesaikan inkuiri komples | Siswa mengerjakan kiprah – tugas sosial dan kognitif. |
Penilian | Tes mingguan | Bervariasi, sanggup berpa tes mingguan | Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat memakai tes uraian | Bervariasi |
Pengakuan Lembar | Lembar pengetahuan dan publikasi lain | Publikasi lain | Lembar pengamatan dan publikasi lain | Bervariasi |
f. Model Pembelajaran Jig Saw
Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson. dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa mencar ilmu dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan memberikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan adonan dari beberapa ahli. Kelompok andal yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan merampungkan tugas-tugas yang bekerjasama dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Siswa diminta untuk membaca suatu materi dan diberi lembar andal (expert sheet) yang memuat topik-topik berbeda untuk tiap anggota tim yang harus dipelajari pada dikala membaca. Apabila siswa telah selesai membaca, selanjutnya dari tim berbeda dengan topik yang sama bertemu (berkumpul) dalam kelompok ahli, untuk mendiskusikan topik mereka selama waktu yang ditentukan. Selanjutnya ahli-ahli ini kembali ke tim masing-masing untuk memberikan kepada anggota yang lain dalam satu tim asal. Pada hasilnya siswa mengerjakan kuis yang meliputi semua topik dan skor yang diperoleh menjadi skor tim. skor yang dikontribusi oleh siswa kepada timnya menjadi dasar sistem peningkatan skor individual. Siswa dengan skor tinggi dalam timnya sanggup mendapatkan akta atau penghargaan lainnya. Kunci dari pembelajaran tipe JIGSAW yaitu saling kertergantungan, yaitu setiap siswa bergantung pada anggota satu timnya untuk menyediakan info yang dibutuhkan supaya mengerjakan kuis dengan baik.
Peran guru dalam model pembelajaran kooperative tipe jigsaw yaitu mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok andal supaya gampang untuk memahami materi yang diberikan. Kunci tipe Jigsaw ini yaitu interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memperlihatkan info yang diperlukan. Artinya para siswa harus mempunyai tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan info dan memecahkan masalah yang biberikan.
Menurut Slavin ( 1995: 122 ) Kegiatan instruksional yang secara reguler dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW terdiri atas membaca, diskusi kelompok ahli, laporan tim, tes, dan penghargaan tim.
1) Membaca
Siswa mendapatkan topik andal dan membaca materi yang ditnjuk untuk menggali info (mendalaminya).
2) Diskusi kelompok ahli
Siswa dengan topik andal yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok ahli.
3) Laporan tim
Ahli-ahli kembali pada timnya dan mengajarkan topik mereka kepada anggota yang lain dalam satu timnya.
4) Tes
Siswa mengerjakan kuis individual yang meliputi semua topik.
5) Penghargaan tim
Tim dimungkinkan mendapatkan akta atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu.
Penilaian Dalam Pembelajaran Kooperatif
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dengan tes atau kuis wacana materi pembelajaran. Dalam banyak hal, butir-butir tes pada kuis ini harus merupakan satu jenis tes obyektif paper and pencil, sehingga butir-butir itu sanggup diskor di kelas atau segera sesudah tes diberikan.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw yaitu sebagai berikut :
· Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah potongan materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi kiprah mempelajari salah satu potongan materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama mencar ilmu bersama dalam kelompok yang disebut kelompok andal (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan potongan materi pembelajaran yang sama, serta menyusun planning bagaimana memberikan kepada temannya jikalau kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 potongan materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok andal yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok andal akan kembali ke kelompok asal memperlihatkan info yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok andal maupun kelompok asal.
![]() | ![]() | ![]() | ![]() | ||||
![]() |
Keterangan :
Baris I dan III : Kelompok Asal
Baris II : Kelompok Ahli
Gambar 2.1. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw · Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok andal maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan supaya guru sanggup menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
· Guru memperlihatkan kuis untuk siswa secara individual.
· Guru memperlihatkan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil mencar ilmu individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
· Materi sebaiknya secara alami sanggup dibagi menjadi beberapa potongan materi pembelajaran.
· Perlu diperhatikan bahwa jikalau memakai Jigsaw untuk mencar ilmu materi gres maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran sanggup tercapai.
3. Prestasi Belajar
Suatu proses mencar ilmu diharapkan menghasilkan sesuatu yang disebut hasil belajar. Hasil mencar ilmu itu sanggup berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang sanggup diklasifikasikan ke dalam aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif meliputi kemampuan berpikir, termasuk kemampuan memahami, menghapal, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Aspek afektif meliputi tabiat sikap menyerupai perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Aspek psikomotorik meliputi imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.
Hasil mencar ilmu atau prestasi mencar ilmu dalam proses mencar ilmu mengajar tergantung pada banyak sekali faktor yang mensugesti proses belajar. Faktor-faktor tersebut sanggup dikelompokan sebagai berikut :
a. Faktor intern (berasal dari diri siswa), meliputi :
1) Kondisi fisiologis
2) Faktor psikologis, yang meliputi antara lain: kecerdasan, bakat, minat, motivasi dan perhatian.
b. Faktor ekstern (berasal dari luar diri siswa), meliputi :
1) Faktor lingkungan, meliputi: lingkungan alam dan lingkungan sosial. 2) Faktor instrumental, yaitu faktor yang adanya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumental ini meliputi: kurikulum, sarana, dan prasarana dan guru.
Untuk memperoleh hasil mencar ilmu yang baik, perlu pemahaman terhadap prinsip-prinsip atau asas-asas mencar ilmu yang sanggup mengarahkan kepada cara mencar ilmu yang efisien. Menurut Oemar Hamalik dalam Max Darsono (2000:27) prinsip-prinsip mencar ilmu tersebut meliputi:
a) Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni (motivasi instrinsik) dan bersumber dari dalam diri sendiri.
b) Belajar harus bertujuan, terarah dan terang bagi siswa.
c) Belajar memerlukan bimbingan.
d) Belajar memerlukan latihan dan ulangan supaya apa-apa yang telah dipelajari sanggup dikuasai.
e) Belajar harus disertai harapan dan kemauan yang kuat untuk mencapai hasil atau tujuan.
f) Belajar dianggap berhasil apabila siswa telah sanggup menstranferkan atau menerapkan ke dalam bidang praktek sehari-hari.
Hasil mencar ilmu yaitu pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan ketrampilan Hasil mencar ilmu bukan hanya suatu penguasaan hasil latihan saja, melainkan mengubah perilaku. Bukti yang positif jikalau seseorang telah mencar ilmu yaitu terjadinya perubahan tingkah laris pada orang tersebut, contohnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Tingkah laris dalam mencar ilmu mempunyai unsur subyektif dan unsur motoris. Unsur subyektif yaitu unsur rohaniah, sedangkan unsur motoris yaitu unsur jasmaniah. Tingkah laris insan terdiri dari sejumlah aspek. Hasil mencar ilmu akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut.
0 Response to "Belajar Dan Pembelajaran"
Posting Komentar