iklan

Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia

a. Kesultanan Samudera Pasai.
 
 Kesultanan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Terletak di muara Sungai Peusangan di pesisir timur Laut Aceh berdiri pada masa ke-13 Masehi.

Kerajaan ini didirikan oleh Laksamana Laut Mesir Nazimuddin Al-Kamil dari Dinasti Mamaluk. Raja pertama kerajaan ini yakni Marah Silu dengan gelar Malik Al-Saleh (1285-1297). Hal ini sanggup diketahui dari watu nisan pada makam Malik Al-Saleh yang berangka tahun 1297 Masehi.

Setelah meninggalnya Malik Al-Saleh, digantikan oleh puteranya Muhammad Malik Al-Tahir yang memerintah dari 1297 sampai 1326. Pengganti selanjutnya yakni Sultan Ahmad dengan gelar Malik Al-Tahir. Menurut Ibnu Battuta, musafir dari Arab menyebutkan bahwa Sultan Ahmad dan masyarakat Samudera Pasai taat beragama. 

Para pejabatnya berasal dari Persia dan Mesir. Samudera Pasai yakni kota pelabuhan dagang penting menjadi tempat singgah kapal-kapal dagang gila dari Cina dan India. Perdagangan, pelayaran, dan pertanian merupakan sumber pendatan bagi Samudera Pasai dan berkembang dengan baik sehingga memperlihatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

b. Kesultanan Demak
Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, seorang adipati Majapahit yang lalu masuk Islam. Awalnya Demak yakni tempat bawahan Kerajaan Majapahit yang lalu melepaskan diri pada tahun 1500 Masehi. Dengan proteksi para walisongo, Raden Patah mendirikan Kerajaan Demak. Sehingga menjadi kerajaan Islam besar di Pulau Jawa. Wilayah kekuasaannya mencakup Jepara, Semarang, Tegal, Palembang, pulau-pulau sekitar Kalimantan, dan Sumatra. 

Kesultanan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia PERKEMBANGAN KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA Demak juga menguasai pelabuhan dagang penting menyerupai Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik. Kerajaan Demak berperan penting dalam proses perkembangan Agama dan budaya Islam di Pulau Jawa. Pada masa itu Demak menjadi sentra penyebaran Agama Islam. Para wali, selain sebagai penyebar Islam mereka juga sebagai pensehat kerajaan Demak. 

Maka didirikankanlah Mesjid Demak sebagai sentra penyebaran Agama Islam. Demak di bawah kepemimpinan Raden Patah dengan gelar Sultan Alam Akbar berubah menjadi pesat alasannya yakni mempunyai lahan pertanian yang luas.

Jatuhnya Malaka ke Portugis mengakibatkan putusnya hubungan perdagangan Demak. Hal itu mengakibatkan kekhawatiran Demak akan perluasan Portugis ke daerah-daerah kekuasaan Demak yang nantinya akan mengambil alih penguasaan perdagangan di wilayah Nusantara. Oleh alasannya yakni itu, pada tahun 1513, Kerajaan Demak mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka. 

Di bawah pimpinan Pati Unus, putra Raden Patah, Demak mengerahkan 10.000 prajurit dengan 100 buah perahu. Namun serangan ini berhasil digagalkan Portugis. Meninggalnya Raden Patah tahun 1518 digantikan oleh putranya Pati Unus ysng populer dengan gelar Pangeran Sabrang Lor. Masa pemerintahan Pati Unus tidak berlangsung lama. Tahun 1521 Pati Unus wafat. 

Pangeran Trenggana menjadi Raja Demak (1521). Di bawah kepemimpinannya kerajaan Demak berusaha menaklukan Jawa Barat pada tahun 1522 mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Fatahillah untuk menguasai Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.

Tahun 1527 Pasukan Demak berhasil mengusir Portugis dari Banten dan Sunda Kelapa, sehingga wilayah Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon direbut Demak. Sultan Trenggana juga memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur. Ia memimpin pasukan ke Jawa Timur, satu per satu wilayah Madiun, Gresik, Tuban, dan Malang direbut. Tetapi saat berusaha merebut tempat Pasuruan, Sultan Trenggana gugur tahun 1546.

Setelah gugurnya Trenggana, konflik keluarga raja Demak muncul, terjadi kudeta antara Pangeran Prawata, putra Sultan Trenggana, dengan Pangeran Sekar Seda ing Lepeng. Pangeran Sekar sanggup dibunuh oleh Pangeran Prawata. Pangeran Arya Panangsang menuntut balas terhadap tamat hidup ayahnya. 

Awalnya Pangeran Prawata berkuasa di Demak, namun ia lalu dibunuh Arya Panangsang, dan ia juga membunuh Pangeran Hadiri, suami Ratu Kali Nyamat, adik Pangeran Prawata. Oleh Arya Panangsang, Pangeran dianggap sebagai penghalangnya menjadi raja Demak. Kemudian Arya Panangsang tampil sebagai Raja Demak.

Masa pemerintahan Raja Arya Panangsang, Kerajaan Demak mengalami gejolak kekacauan. Arya Panangsang yang memerintah dengan kejam banyak tidak disukai. Pembunuhan Pangeran Hadiri, mengakibatkan istrinya Ratu Kali Nyamat mengasingkan diri dan memberontak untuk balas dendam atas tamat hidup suaminya. 

Tindakan Kali Nyamat banyak menerima dukungan dari para adipati bawahan Demak. Salah satunya yakni Adipati Pajang (daerah Boyolali), ia yakni menantu Sultan Trenggana, Pangeran Adiwijaya atau dikenal dengan nama Jaka Tingkir. Dibantu oleh Kyai Gede Pamanahan, Ki Panjawi, dan putranya Sutawijaya.

Adiwijaya berhasil mengalahkan Arya Panangsang. Kemudian ia naik tahta Kerajaan Demak dengan gelar Sultan Hadiwijaya serta memindahkan sentra kerajaan Demak ke Pajang tahun 1568 M. Dengan pemindahan itu maka berakhirlah riwayat Kesultanan Demak.

c. Kesultanan Mataram Islam

 Pernahkah kau jalan-jalan ke Yogyakarta? Bila pernah, niscaya kau mengunjungi Keraton Yogyakarta. Apa kaitannya Keraton Yogyakarta dengan Kesultanan Mataram Islam? Nah, selanjutnya mari kita ikuti uraian perihal Kesultanan Mataram
Islam.

Munculnya Kesultanan Mataram tidak lepas dari Kerajaan Pajang, Sultan Adiwijaya (Jaka Tingkir) memperlihatkan hadiah tanah di tempat Kota Gede, Mataram kepada Kyai Gede Pamanahan. Oleh Kyai Gede (Ageng) Pamanahan, tempat itu dibangun dan lalu berkembang maju. Ia bercita-cita melepaskan diri dari Kerajaan Pajang, namun sebelum impian itu tercapai tahun 1575 ia wafat, lalu digantikan oleh putranya Sutawijaya yang berhasil lepas dari kekuasaan Kerajaan Pajang dan mendirikan Kerajaan Mataram.

Sutawijaya dinobatkan sebagai Adipati Mataram oleh Sultan Adiwijaya dengan gelar Senopati ing Alaga Sayidi Panatagama, yang berarti panglima perang dan pembela agama Islam. Di bawah kerja keras Sutawijaya, Mataram berkembang maju. Ia menjadikan Mataram sebagai kesultanan Islam terbesar di Pulau Jawa. Politik ekspansif Sutawijaya untuk menaklukan daerah-daerah lain dilakukan terhadap Surabaya, tahun 1586. Surabaya sanggup ditaklukkan dan mengakui kekuasaan Mataram.

Selanjutnya Sutawijaya merebut Madiun dan Ponorogo. Tahun 1587, Mataram berusaha merebut Panarukan, Pasuruan dan Blambangan. Tiga tempat sanggup ditaklukan, tetapi lalu memerdekakan diri. Tahun 1595, Sutawijaya mengalihkan politik ekspansifnya ke Jawa Barat, dikirim pasukan Mataram untuk menaklukkan Cirebon dan Kerajaan Galuh. Akhirnya Cirebon dan Galuh berhasil ditaklukkan dan mengakui kekuasaan Mataram.

Politik perluasan wilayah Mataram tidak selamanya mulus. Sutawijaya banyak menerima perlawanan dari tempat taklukan menyerupai tempat Pati dan Demak, secara gotong royong memberontak kepada Mataram. Gabungan pasukan Demak dan Pati berhasil mencapai ibukota Mataram, meskipun pada jadinya sanggup ditumpas tentara berkuda Kerajaan Mataram.

Daerah Panarukan, Pasuruan, dan Blambangan juga ikut melepaskan diri sehabis pasukan Mataram kembali ke Mataram. Sutawijaya boleh dikatakan berhasil meletakkan dasar-dasar Kesultanan Mataram, ia menerapkan sistem kerajaan menurut Agama Islam (teokratis). Dalam pemerintahannya, kedudukan Sultan memegang peranan sangat penting dan kuat. Di bidang ekonomi, ia menjadikan Mataram sebagai kerajaan agraris maritim. Tahun 1601, Sutawijaya wafat digantikan putranya Mas Jolang dengan gelar Panembahan Seda ing Krapyak.

d. Kesultanan Banten

Tahun 1522 Portugis menerima persetujuan dari Kerajaan Pajajaran diperbolehkan membangun markas dagangnya di Sunda Kelapa. Hal ini sangat mencemaskan Kerajaan Demak, akan ancaman dari Portugis. Maka diutuslah misi dipimpin oleh Nasrullah atau Fatahillah, menantu Sultan Trenggana, Raja Demak. Misi ini disertai oleh pasukan dengan tujuan semoga bandar-bandar pesisir utara Jawa Barat tidak jatuh ke tangan Portugis. Singkatnya tahun 1527, pelabuhan Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon berhasil dikuasai Demak.

Fatahillah sukses merebut tiga pelabuhan itu. Kemudian tahun 1552 Fatahillah menyerahkan penguasaan Banten kepada putranya Hasanuddin dengan Gelar Panembahan Banten. Fatahillah sendiri pergi ke Cirebon untuk menggantikan Pangeran Pasarean, putra Fatahillah yang berkuasa atas Cirebon. Tahun 1568 Hasanuddin memerdekakan diri, Banten lepas dari Kerajaan Demak. Ia menobatkan dirinya menjadi raja pertama kerajaan Banten.

Maulana Yusuf lalu meninggal digantikan putranya Maulana Muhammad tahun 1580-1596 Masehi, dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Tetapi alasannya yakni ia masih berumur 9 tahun, pemerintahan dikendalikan oleh mangkubumi, gres lalu remaja ia naik tahta. Tahun 1596, Banten melaksanakan perjuangan penaklukan terhadap Palembang, alasannya yakni kerajaan Palembang dianggap tentangan perdagangan terhadap Banten.

Pada tahun yang sama 1596, Armada dagang Belanda dipimpin oleh Cornelis de Houtman mendarat di Banten. Kedatangan Belanda mengakibatkan keributan dan kegaduhan di Pelabuhan Banten. Sehingga tentara Kerajaan Banten mengusirnya dari Banten. VOC yang ingin memonopoli perdagangan berusaha merebut Banten.

Banten mencapai puncak kejayaan politiknya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683), ia sangat menentang kehadiran VOC di Banten yang memonopoli perdagangan. Banten merupakan sentra penyebaran agama Islam di wilayah barat Indonesia. Menurutmu, faktor apa yang melatarbelakangi dan mendorong para pedagang Belanda terlebih dahulu tiba ke Kerajaan Banten?

e. Kesultanan Makassar (Goa Tallo)

Pada masa ke-16 M berdiri beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan, antara lain Goa dan Talo. Kedua kerajaan ini lalu bergabung menjadi satu dengan nama Goa-Tallo atau yang lebih dikenal dengan nama Makassar. Ibukota kerajaan Makassar yakni Sombaopu. Raja Goa yakni Daeng Manrabia lalu masuk Islam menjadi Raja Goa-Tallo dengan gelar Sultan Alaudin. 

Sedangkan Raja Tallo, Karaeng Matoaya menjadi Mangkubumi dengan gelar Sultan Abdullah. Makassar yakni kerajaan Islam pertama di Sulawesi. Letak Makassar yang strategis pada jalur pelayaran antara Indonesia cuilan barat dan Indonesia cuilan timur.

Makassar menjadi pintu masuk menuju ke wilayah Indonesia cuilan timur, pada masa ke-16, Ternate, Tidore, dan Maluku sebagai sentra rempah-rempah. Banyak pedagang singgah di pelabuhan Makassar sebelum melanjutkan ke Ternate, Tidore, dan Maluku. Apalagi sehabis jatuhnya Malaka ke Portugis. Pelabuhan Makassar berkembang pesat menjadi pelabuhan perdagangan.

Tahun 1639, Sultan Alaudin wafat digantikan putranya Sultan Muhammad Said. VOC berusaha membujuk Sultan, namun undangan itu ditolak. Bahkan ia mengirimkan armada lautnya ke Maluku untuk membantu lepas dari cengkeraman VOC. Perlawanan Makassar terhadp VOC terus dilanjutkan oleh Sultan Hasanuddin, putra dari Sultan Muhammad Said. 

Sultan Hasanuddin memegang tampuk kekuasaan Makassar dari tahun 1653 sampai 1667. Pada masa pemerintahannya, Makassar menjadi kerajaan maritim besar di wilayah Indonesia cuilan timur, wilayah kekuasaanya sampai ke Nusa Tenggara. Sultan Hasanuddin populer gigih menentang monopoli perdagangan Belanda.
 
f. Kesultanan Ternate dan Tidore


Pada masa ke-15 di Maluku terdapat lima kerajaan yang berkuasa, yakni Jailolo, Ternate, Tidore, Bacan dan Obi. Semuanya yakni kerajaan Islam. Di antara kelima kerajaan itu, kerajaan Ternate yang paling maju.

Ternate sebagai penghasil rempah rempah, menjadikan Ternate banyak dikunjungi pedagang. Sehingga Ternate maju menjadi sentra perdagangan di Maluku. Kemajuan Ternate memancing kecemburuan  empat kerajaan lainnya untuk bersekutu melawan Ternate. Terjadi perang, namun berlangsung tidak lama.

Kelima kerajaan itu sepakat untuk menciptakan janji bersama kerajaan mana yang lebih dulu menduduki posisi pertama dan seterusnya. Tetapi janji ini pecah di tamat masa ke-15, alasannya yakni Ternate tampil kembali di urutan pertama selama 10 tahun. Ketika akan dikembalikan lagi menjadi raja Ternate, Sultan Khaerun dan rakyat Ternate menolak sultan lama. 

Penolakan ini mengakibatkan Portugis murka dengan siasat licik Portugis mengundang Sultan Khaerun untuk berunding dengan Portugis namun Sultan ditangkap dan dibunuh oleh Portugis.

Pembunuhan Sultan Khaerun menyulut kemarahan rakyat Ternate, pemberontakan terjadi dipimpin oleh putra sulung Sultan Khairun, Baabullah. Sultan Baabullah menyerukan perang suci terhadap Portugis, ternyata Ternate banyak menerima dukungan dari kerajaan-kerajaan lainnya termasuk Tidore. Perang jadinya dimenangkan oleh rakyat sanggup mengusir Portugis dari bumi Ternate tahun 1575, jadinya Portugis menyingkir ke Timor Timur.

Sumber http://sabenggo1.blogspot.com/

0 Response to "Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel