iklan

Makalah Pandangan Dan Filosofi Reproduksi Tradisional (Kesehatan Reproduksi)


BAB II
PEMBAHASAN
PANDANGAN DAN FILOSOFI REPRODUKSI TRADISIONAL
Sekalipun tatanan pelaksanaan filosofis reproduksi di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari proses meminang, perkawinan hingga perawatan pasca partumnya. Semua acara tersebut memiliki tujuan yang sama supaya semua proses tersebut sanggup berjalan lancer, mencapai keselamatan perkawinan tetap langgeng, banyak rezeki, dan panjang umur hingga lanjut usia tetap rukun.
            Bila diperhatikan prosesi perkawinan disetiap tempat sifatnya sacral dan diubahsuaikan dengan adat-istiadat yang berlaku di daerahnya. Bila disimak secara keseluruhan dalam proses perkawinan saja bangsa Indonesia memiliki begitu banyak variasi yang merupakan kekayaan budaya yang perlu dipertahankan. Kita merasa bersyukur alasannya pendahulu dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia menemukan jati dirinya dalam bentuk Bhineka Tunggal Ika, yang artinya kesatuan dalam keanekaragaman.
 Perkawinan
            Proses perkawinan yakni sakral yang tujuan utamanya mencapai kelanggengan dalam menempuh hidup selanjutnya hingga lanjut usia. Bila disimak, peerkawinan dengan dilema reproduksi terdiri dari tiga tahap utama :
1.     Bersih diri, kedua mempelai dibersihkan jiwa dan raganya, sehingga sanggup mendapatkan kehamilan yang bersifat suci. Dengan cara simbolik dibutuhkan supaya sanggup menurunkan generasi yang baik, berakhlak, beriman, dan berbudi luhur sesuai dengan aliran agama.
2.     Pengesahan perkawinan berdasarkan budpekerti dan agama. Pengesahan ini sangat penting yang berarti bahwa anak yang akan dilahirkan sah berdasarkan budpekerti dan agama, dilakukan oleh yang mendapatkan kiprah khusus. Kini pengesahannya oleh Kantor Agama untuk kepastian hukum.
3.     Perkenalan, yaitu memperkenalkan  kepada keluarga dan masyarakat bahwa keduanya telah resmi menjadi suami istri. Perkenalan sanggup dilakukan dikala proses perkawinan atau pada waktu yang ditetapkan secara khusus.
Melalui tiga konsep pokok tersebut perkawinan tetap menduduki tempat sakral, simbolik, dalam kehidupan masyarakat.
Waktu dan kondisi kejiwaan dalam hubungan secual
            Hubungan antara waktu dan kondisi kejiwaan dalam melaksanakan hubungan secual masih memerlukan penelitian.
Masalah hubungan antara waktu waktu dan hubungan secual
            Dalam literatur kuno telah dibahas perihal waktu dan situasi ketika melaksanakan hubungan secual. Hubungan secual penting untuk sanggup menurunkan putra-putri yang diinginkan, yang dikemukakan dalam slokantara Pasal 52 sebagai berikut:
Di waktu  malam, Dewi Ratih (bulan) sebagai lampunya alam, di waktu siang Dewa surya (matahari) sebagai lampunya dunia dan di ketiga alam ini, maka dharmalah (perbuatan baik atau Tuhan Yang Maha Esa ) menjadi lampunya. Sedangkan dalam keluarga putra-putri yang baik menjadi cahaya lampunya.”
            Berkaitan dengan tujuan untuk membuat putra-putri yang baik terdapat nasihat perihal hubungan secual sebagai berikut:
1.     Sanggama sebagainya dilakukan malam hari, dalam situasi hening dan diikuti dengan tidur yang nyenyak setelah mencurahkan puncak kasih sayang.
2.     Sanggama pada siang hari akan menghasilkan keturunan yang lemah, umurnya pendek, dan hidupnya kurang beruntung.
3.     Waktu hubungan secual untuk membuat keturunan yang baik yakni hari ke-8 hingga ke-16 dari dikala menstruasi.
4.     Masalah menstruasi dikaitkan dengan peredaran bulan, sehingga tidak boleh melaksanakan hubungan secual dikala menstruasi, satu hari menjelang dan setelah bulan mati atau bulan purnama alasannya dianggap tidak menghormati bulan.
5.     Kehamilan yang terjadi dikala berlangsungnya gerhana  bulan atau matahari, anak yang dilahirkan akan memiliki cacat badan.
6.     Masalah emosi dikala melaksanakan hubungan secual meliputi:
a.     Hubungan secual yang dilakukan dalam keadaan penuh kecemasan akan lahir  anak yang buta, bungkuk, kerdil bahkan tanpa anggota badan.
b.     Beberapa teladan dalam Mahabharata:
·       Kedua janda Wicitrawirya dikawinkan oleh Dewi setyawati Putri Gangga dengan putranya yang pertama seorang pertapa yaitu Abyasa.
·       Abyasa yang kudisan, kotor, dan berbau menunaikan kiprah ibunya dengan tiba ke peraduan Ambika dalam kamar yang terang.
·       Permaisuri Ambika sangat kaget, takut, cemas sehingga memejamkan mata selama bekerjasama badan. Akibatnya lahirlah Prabu Dastarasta yang buta. Ibunya menolak putra mahkota yang buta dan meminta keturunan dari permaisuri Ambalika.
·       Permaisuri Ambalika didatangi dengan tujuan yang sama supaya mendapatkan keturunan Bharata. Ambalika juga terkejut dan pucat pasi ketika melaksanakan hubungan tubuh dengan Abyasa sekalipun matanya tetap terbuka  selama bekerjasama badan. Akibatnya lahir Putra Mahkota Pandu yang pucat. Ibunya Dewi setyawati tetap bersedih, alasannya putra mahkota keduanya pucat dan meminta seorang putra lagi.
·       Setelah beberapa lama, Abyasa memasuki kamar untuk ketiga kalinya, namun permaisuri Ambika dan Ambalika menggantinya dengan seorang pembantu. Pembantu ini menerimanya dengan penuh hormat, kasih sayang, tidak memperhatikan keadaan Begawan Abyasa, dan menunjukkan pelayanan sebagaimana mestinya. Hasilnya, lahir seorang putra yang diberinama Widura yang artinya orang yang paling bijaksana di atas dunia ini.
Demikianlah teladan situasi kejiwaan yang mencakup hubungan secual yang akan berdampak pada hasilnya.
a.     Masalah penyebab lahirnya anak laki-laki, permpuan, banci, cacat, dan kembar, diceritakan dalam Garbha Upanisad sebagai berikut:
·       Spermatozoa (sukla) dan sonita (swanita) yakni milik pria dan perempuan yang masing-masing netral.
·       Bila bergabung, kemampuan hidupnya meningkat dan sanggup berlangsung terus. Lahir pria jikalau efek ayahnya lebih besar. jikalau efek ibunya lebih besar akan lahir perempuan. Bila sebanding, akan lahir anak bencong (kejiwaannya).
·       Hubungan secual dikaitkan dengan waktu, tempat, dan tingkat kenikmatan. Bila hubungan secual dilakukan dengan baik, anak yang akan lahir laki-laki, laksana gambaran ayahnya pada cermin yang memantulkan wujud aslinya. Bila cermin pecah akhir interaksi keduanya (sukla dan swanita) akan lahir kehamilan ganda. Bila sukla (spermatozoa) dan swanita (benih perempuan) pecah ada kemungkinan akan lahir jenis kelamin campuran. Bila hanya sekali melaksanakan hubungan secual dan terus menjadi hamil, anak yang lahir akan menjadi pendiam. Sebaliknya, jikalau dilakukan hubungan secual cukup sering, akan lahir anak dengan kemungkinan menjadi sepasang atau penuh dengan kegembiraan (uperfekundasi).
·       Mengandung bayi hanya seorang yakni biasa, tetapi jikalau hamil dengan bayi kembar tiga, hanya satu dalam seribu.
·       Tentang teknik hubungan secual sanggup dijumpai pada buku India Kamasutra.
Secara keseluruhan nasihat perihal waktu dan emosi dikala hubungan secual tidak banyak perbedaan dikaitkan dengan IpTekDok modern reproduksi. Nasihat perihal hari ini  melaksanakan hubungan sec antara hari ke-8 hingga ke-16, sudah termasuk ahad masa subur yang terjadi sekitar ke-10 hingga ke-16. Bila dikaji lebih lanjut dijumpai larangan-larangan untuk tidak melaksanakan hubungan sec untuk meningkatkan kualitas keturunan yang diinginkan setiap keluarga. Di dalamnya terselip aliran kerkeluarga berencana dengan membatasi hubungan secual. Secara tersirat digambarkan kemungkinan terjadinya kehamilan ganda superfekundasi atau tripel, perihal kelahiran bayi pria atau perempuan serta kelahiran bayi dengan tempramen kejiwaan bencong atau waria. Suatu bayangan yang membuka peluang untuk melaksanakan penelitian.



selamat membaca, semoga bermanfaat :)

Sumber http://mynewblognurlatifah.blogspot.com

0 Response to "Makalah Pandangan Dan Filosofi Reproduksi Tradisional (Kesehatan Reproduksi)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel