Ekonomi Kapitalis
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu sistem perekonomian yang ada didunia yaitu sistem ekonomi kapitalis, yaitu sistem ekonomi dimana kekayaan produktif terutama dimiliki secara pribadi dan pruduksi terutama untuk penjualan. Tujuan dari pemilikan pribadi tersebut yaitu untuk mendapat suatu keuntungan yang tidak mengecewakan dari penggunaan kekayaan pruduktif.
Pemilikan, usaha bebas dan produksi untuk pasar, mencari keuntungan tidak hanya merupakan tanda-tanda ekonomi. Semua ini ikut menentukan segala aspek dalam masyarakat dan segala aspek kehidupan dan kebudayaan manusia. Ini sangat terang dan motif mencari keuntungan, gotong royong dengan forum warisan dan dipupuk oleh oleh aturan perjanjian, merupakan mesin kapitalisme yang besar; memang merupakan pendorong ekonomi yang besar dalam sejarah hingga dikala ini.
1.2 Identifikasi Masalah
Pada masa permulaannya, kapitalisme merupakan semangat yang sering mendapat pemfokusan yaitu sebagai usaha, berani mengambil resiko, persaingan dan harapan untuk mengadakan inovasi. Tata nilai yang memadai kapitalisme ( terutama di negara Anglo Saxon ) yaitu individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik. Pertumbuhan kapitalisme, dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti melahirkan kelas pekerja yang besar dinegara yang lebih maju. Sering berdesakan didaerah yang kotor di kota-kota industri yang gres berkembang, jam kerja yang usang dengan upah yang rendah dan dalam keadaan yang menyedihkan dan tidak sehat, kehilangan forum pengatur yang terdapat di kawasan asalnya, dan untuk selama beberapa dekade disisihkan sama sekali dari proses politik – pekerja dieropa tak sanggup diabaikan untuk keberhasilan kapitalisme dan juga merupakan problem sosial dan politik yang paling besar selam tingkat permulaan kapitalisme industri ini.
Seiring berjalannya waktu, prospek kapitalisme tidak begitu cerah seluruhya segera setelah terjadinya krisis finansial yang melanda Amerika Serikat yang kemudian berdampak bagi negara-negara lain. Banyak para kalangan yang menyampaikan bahwa ini yaitu saatnya kehancuran kapitalisme.
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Di harapkan bisa mendeskripsikan dan memahami sistem ekonomi kapitalis.
2. Mampu menganalisis sejauh mana kekuatan ekonomi kapitalis yang banyak dianut oleh negara-negara barat.
3. Dapat memahami sejauh mana dampak dari ekonomi kapitalis bagi suatu negara yang menganutnya.
BAB II
ISI
ISI
2.1 Lahirnya Ekonomi Kapitalisme
Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang bahwasanya yaitu usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak dari analisa Marxis, sanggup diakatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (pusat dan pinggiran), dengan analisis utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori dependensi, menganalisis problem kapitalisme dengan satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis
Perkembangan kapitalisme pada negara kolot menjadi sebuah topik yang menarik untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap sebagai sebuah solusi untuk melaksanakan pembangunan di negara terbelakang. Teori sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan keberlanjutan pemikiran Frank dengan teori dependensinya. Pendapat Frank, Sweezy dan Wallerstein mengacu pada model yang dikenalkan oleh Adam Smith. Menurut Smith, pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat mempunyai kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja merupakan sebuah fungsi yang berafiliasi dengan tingkat pembagian kerja. Konsep inilah yang kemudian memunculkan pembedaan mode produksi menjadi sektor pertanian dan manufaktur. Konsep ini kemudian semakin berkembang dengan munculnya pembedaan desa dan kota sebagai sebuah mode produksi yang berbeda
Inti pemikiran Smith yaitu bahwa proses produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur tangan pemerintah dan perdagangan bebas. Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui tangan-tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi kekayaan ekonomi itu berjalan secara adil. Biarkan para pengusaha, tenaga kerja, pedagang bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya, lantaran ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil. Karenanya, pemerintah harus menjadi penonton tak berpihak. Ia tak boleh mendukung siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya kekayaan. Tangan-tangan yang tak kelihatan akan memperlihatkan bagaimana semua bekerja secara adil, secara fair.
Pandangan teori sistem dunia yang menganggap dunia sebagai sebuah kesatuan sistem ekonomi kapitalis mengharuskan negara pinggiran menjadi tergantung pada negara pusat. Tansfer surplus dari negara pinggiran menuju negara sentra melalui perdagangan dan perluasan modal. Secara tidak eksklusif teori ini memang mendukung pernyataan Smith yang memusatkan perhatian pada tatanan kelas. Kenyataan yang terjadi dalam proses kapitalisme telah menjadikan dampak berupa pertumbuhan ekonomi yang terjadi lantaran arus pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja. Kerangka pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan produktivitas yang lebih dikenal dengan konsep maksimalisasi keuntungan dan kompetisi pasar. Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumberdaya vital dan menggunakannnya untuk keuntungan maksimal. Maksimimalisasi keuntungan mengakibatkan eksploitasi tenaga kerja murah, lantaran tenaga kerja yaitu faktor produksi yang paling gampang direkayasa dibandingkan modal dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana filsafat sosial misalnya, kapitalisme dipandang secara luas tak terbatas hanya aspek ekonomi, namun juga mencakup sisi politik, etika, maupun kultural. Kapitalisme pada awalnya berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan eksploitasi kepada kaum petani kecil. Negara kolot merupakan penghasil barang mentah terutama dalam sektor pertanian. Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak adil dimana negara kolot menjual barang mentah dengan harga relatif murah sehingga mengakibatkan eksploitasi petani. Masuknya sistem ekonomi perdagangan telah mengakibatkan petani subsisten menjadi petani komersil yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak langsung. Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri gres yang memerlukan spesialisasi tenaga kerja. Kapitalisme yang menitikberatkan pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit terwujud pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja bergairah pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh negara pusat. Ketidakberdayaan tenaga kerja pada negara pinggiran merupakan keuntungan bagi negara sentra untuk melaksanakan eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi tinggi pada negara pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja yang murah.
Kapitalisme yang menjalar hingga negara kolot menjadikan struktur sosial di negara kolot juga berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial gres di negara kolot yaitu kelas pemilik modal. Berkembangnya ekonomi kapitalis ini didukung oleh sistem kekerabatan antara mereka. Kelas borjuis di negara kolot juga sanggup dengan gampang memanfaatkan pinjaman politik dari pemerintah. Sebagai sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya perlawanan dari negara kolot sebagai kelas tertindas oleh negara sentra menjadi hal yang mustahil terjadi. Kapitalisme telah membuat kelompok sosial borjuis di negara kolot yang juga memakai kapitalisme untuk meningkatkan keuntungan ekonomi mereka, sehingga sangat mustahil mereka melaksanakan usaha kelas. Gagasan Marx ihwal tahapan revolusi ternyata runtuh. Marx menyatakan bahwa negara kolot akan memerlukan dua tahap revolusi, yaitu revolusi borjuis dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis dilakukan oleh kelas borjuis nasional untuk melawan penindasan oleh negara maju dan kemudian gres berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas proletar.
Asumsi ini runtuh lantaran kelas borjuis nasional ternyata tidak bisa lagi melaksanakan tugasnya sebagai pembebas kelas proletar dari eksploitasi kapitalisme, lantaran kelas borjuis nasional sendiri merupakan bentukan dan alat kapitalisme negara maju.
Dari uraian di atas terlihat bahwa kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk digunakan ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, gotong royong juga berbagi individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari kekerabatan antar negara, bahkan hingga ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara. Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi sosialis namun dengan kemandirian ekonomi atau swasembada.
2.2 Perspektif Sistem Ekonomi Kapitalisme
2.2.1 Ciri-ciri Ekonomi Kapitalisme :
*
Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi dimana Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu dan Inidividu bebas menentukan pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
*
Perekonomian diatur oleh prosedur pasar dimana Pasar berfungsi menawarkan “signal” kepda produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba
*
Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut hedonisme).
2.2.2 Kebaikan-kebaikan Ekonomi Kapitalisme:
* Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
* Kreativitas masyarakat menjadi tinggi lantaran adanya kebebasan melaksanakan segala hal yang terbaik dirinya.
* Pengawasan politik dan sosial minimal, lantaran tenaga waktu dan biaya yang diharapkan lebih kecil.
2.2.3 Kelemahan-kelemahan Kapitalisme
* Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak tepat dan persaingan monopolistik.
* Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, lantaran adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
2.2.4 Kecenderungan Bisnis dalam Kapitalisme
Perkembangan bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam kapitalisme cerdik balig cukup akal ini adalah: adanya spesialisasi, adanya produksi massa, adanya perusahaan berskala besar, adanya perkembangan penelitian.
2.3 Runtuhnya Sistem Ekonomi Kapitalisme
Dengan kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat insan di muka bumi, maka info tamat hidup ilmu ekonomi semakin meluas di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus menulis buku ihwal The Death of Economics tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, dan sebagainya.
Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994). Menuliskan bahwa hebat ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak mempunyai kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.
Mirip dengan buku Omerod, muncul pula Umar Vadillo dari Scotlandia yang menulis buku, ”The Ends of Economics” yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem moneter kapitalisme. Kapitalisme justru telah melaksanakan ”perampokan” terhadap kekayaan negara-negara berkembang melalui sistem moneter fiat money yang bahwasanya yaitu riba.
Dari aneka macam analisa para ekonom sanggup disimpulkan, bahwa teori ekonomi telah mati lantaran beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi Barat (kapitalisme) telah menjadikan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam, khususnya lantaran sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori ekonomi kapitalisme tidak bisa mengentaskan kasus kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak bisa menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya pelestarian sumber daya alam.
Alasan-alasan inilah yang oleh Mahbub al-Haq (1970) dianggap sebagai dosa-dosa para perencana pembangunan kapitalis. Kesimpulan ini begitu terang apabila pembahasan teori ekonomi dihubungkan dengan pembangunan di negara-negara berkembang. Sementara itu perkembangan terakhir memperlihatkan bahwa kesenjangan antara negara-negara berpendapatan tinggi dan negara-negara berpendapatan rendah, tetap menjadi indikasi bahwa globalisasi belum memperlihatkan kinerja yang menguntungkan bagi negara miskin. (The World Bank, 2002).
Sejalan dengan Omerod dan Vadillo, belakangan ini muncul lagi ilmuwan ekonomi terkemuka berjulukan E.Stigliz, pemegang hadiah Nobel ekonomi pada tahun 2001. Stigliz yaitu Chairman Tim Penasehat Ekonomi President Bill Clinton, Chief Ekonomi Bank Dunia dan Guru Besar Universitas Columbia. Dalam bukunya “Globalization and Descontents, ia mengupas dampak globalisasi dan peranan IMF (agen utama kapitalisme) dalam mengatasi krisis ekonomi global maupun lokal. Ia menyatakan, globalisasi tidak banyak membantu negara miskin. Akibat globalisasi ternyata pendapatan masyarakat juga tidak meningkat di aneka macam belahan dunia. Penerapan pasar terbuka, pasar bebas, privatisasi sebagaimana formula IMF selama ini menjadikan ketidakstabilan ekonomi negara sedang berkembang, bukan sebaliknya menyerupai yang selama ini didengungkan barat bahwa globalisasi itu mendatangkan manfaat.. Stigliz mengungkapkan bahwa IMF gagal dalam misinya membuat stabilitas ekonomi yang stabil.
Karena kegagalan kapitalisme itulah, maka semenjak awal, Joseph Schumpeter mencurigai kapitalisme. Dalam konteks ini ia mempertanyakan, “Can Capitalism Survive”?. No, I do not think it can. (Dapatkah kapitalisme bertahan ?. Tidak, saya tidak berfikir bahwa kapitalisme sanggup bertahan). Selanjutnya ia mengatakan, ” Capitalism would fade away with a resign shrug of the shoulders”,Kapitalisme akan pudar/mati dengan terhentinya tanggung jawabnya untuk kesejahteraan (Heilbroner,1992).
Sejalan dengan pandangan para ekonom di atas, pakar ekonomi Fritjop Chapra dalam bukunya, The Turning Point, Science, Society and The Rising Culture (1999) dan Ervin Laszio dalam buku 3rd Millenium, The Challenge and The Vision (1999), mengungkapkan bahwa ekonomi konvensional (kapitalisme) yang berlandaskan sistem ribawi, mempunyai kelemahan dan kekeliruan yang besar dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan moral. Kelemahan itulah mengakibatkan ekonomi (konvensional) tidak berhasil membuat keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara dan masyarakat yang miskin dengan negara-negara dan masyarakat yang kaya, demikian pula antara sesama anggota masyarakat di dalam suatu negeri. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan ini, tidak ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu melaksanakan satu titik balik peradaban, dalam arti membangun dan berbagi sistem ekonomi yang mempunyai nilai dan norma yang bisa dipertanggungjawabkan.
Titik balik peradaban versi Fritjop Chapra sangat sesuai dengan pemikiran Kuryid Ahmad ketika memberi pengantar buku Umar Chapra, ”The Future of Economics : An Islamic Perspective (2000), yang mengharuskan perubahan paradigma ekonomi. Hal yang sama juga ditulis oleh Amitai Etzioni dalam buku, ”The Moral Dimension : Toward a New Economics”(1988), yakni kebutuhan akan paradigm shift (pergeseran paradigma) dalam ekonomi.
Sejalan dengan pandangan para ilmuwan di atas, Critovan Buarque, ekonom dari universitas Brazil dalam buknya, “The End of Economics” Ethics and the Disorder of Progress (1993), melontarkan sebuah somasi terhadap paradigma ekonomi kapitalis yang mengabaikan nilai-nilai etika dan sosial.
Paradigma ekonomi kapitalis tersebut telah menjadikan imbas negatif bagi pembangunan ekonomi dunia, yang disebut Fukuyama sebagai ”Kekacauan Dahsyat” dalam bukunya yang paling monumental, “The End of Order”.(1997), yakni berkaitan dengan runtuhnya solidaritas sosial dan keluarga.
Meskipun di Barat, ada upaya untuk mewujudkan keadilan sosial, namun upaya itu gagal, lantaran paradigmanya tetap didasarkan pada filsafat materialisme dan sistem ekonomi ribawi. Kemandulan yang dihasilkan klarifikasi terperinci teori dan praktek Filsuf Sosial Amerika, John Rawis dalam buku “The Theory of Justice” (1971) yang ditanggapi oleh Robert Nozik dalam bukunya “Anarchy, State and Utopia” (1974), telah menjadi pola yang mempresentasikan kegagalan teori keadilan versi Barat.
2.4 Dampak sistem Ekonomi Kapitalisme;
Studi Kasus: “Krisis Finansial Global”
Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat 'efek domino' krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat dan gampang menyebar ke aneka macam negara di seluruh penjuru dunia. Tak terkecualikan Indonesia. Krisis keuangan yang berawal dari krisis subprime mortgage itu merontokkan sejumlah forum keuangan AS. Pemain-pemain utama Wall Street berguguran, termasuk Lehman Brothers dan Washington Mutual, dua bank terbesar di AS. Para investor mulai kehilangan kepercayaan, sehingga harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia pun rontok.
Menurut Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn di Washington, menyerupai dikutip AFP belum usang ini, resesi kini dipicu pengeringan pedoman modal. Ia menaksir akan terdapat kerugian sekitar 1,4 triliun dolar AS pada sistem perbankan global akhir kredit macet di sektor perumahan AS. "Ini lebih tinggi dari asumsi sebelumnya sebesar 945 miliar dolar AS,". Hal ini mengakibatkan sistem perbankan dunia saling enggan mengucurkan dana, sehingga pedoman dana perbankan, urat nadi perekonomian global, menjadi macet. Hasil analisis Dana Moneter Internasional (IMF) pekan kemudian mengingatkan, krisis perbankan mempunyai kekuatan yang lebih besar untuk mengakibatkan resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya dua kuartal berturut-turut sudah bisa disebut sebagai resesi.
Sederet bank di Eropa juga telah menjadi korban, sehingga pemerintah di Eropa harus turun tangan menolong dan mengatasi kasus perbankan mereka. Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan Belanda menstabilkan Fortis Group dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro atau sekitar Rp155,8 triliun untuk meningkatkan solvabilitas dan likuiditasnya. Fortis, bank terbesar kedua di Belanda dan perusahaan swasta terbesar di Belgia, mempunyai 85.000 pegawai di seluruh dunia dan beroperasi di 31 negara, termasuk Indonesia. Ketiga pemerintah itu mempunyai 49 persen saham Fortis. Fortis akan menjual kepemilikannya di ABN AMRO yang dibelinya tahun kemudian kepada pesaingnya, ING. Pemerintah Jerman dan konsorsium perbankan, juga berupaya menyelamatkan Bank Hypo Real Estate, bank terbesar pemberi kredit kepemilikan rumah di Jerman. Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35 miliar euro atau sekitar Rp486,4 triliun berupa garansi kredit. Inggris juga tak kalah sibuk. Kementerian Keuangan Inggris, menasionalisasi bank penyedia KPR, Bradford & Bingley, dengan menyuntikkan dana 50 miliar poundsterling atau Rp864 triliun. Pemerintah juga harus membayar 18 miliar poundsterling untuk memfasilitasi penjualan jaringan cabang Bradford & Bingley kepada Santander, bank Spanyol yang merupakan bank terbesar kedua di Eropa. Bradford & Bingley merupakan bank Inggris ketiga yang terkena dampak krisis finansial AS setelah Northern Rock dinasionalisasi Februari kemudian dan HBOS yang dilego pemiliknya kepada Lloyds TSB Group.
Dengan memakai analisis “stakeholder”, kita sanggup melihat bahwa krisis finansial global yang dimulai dari AS, bahwasanya merupakan akhir dari ketidakseimbangan pembangunan ekonomi yang berlebihan di SEKTOR FINANSIAL dibandingkan SEKTOR RIIL yang berakar dari system moneter buatan The Fed. Padahal secara inheren sektor finansial ini sudah bersifat inflatif, lantaran mengandalkan manfaatnya pada system riba dan bukan lantaran produktivitas yang riil (yang disebabkan lantaran kerja, kreativitas dan pemikiran).
Cara terkenal untuk mengatasi krisis ini, karenanya, terang dengan menawarkan energi yang lebih besar pada sektor riil sebagaimana yang pernah dilakukan Presiden AS Roosevelt bersama penasihat ekonominya yang terkenal John Maynard Keynes untuk membangun secara massif infrastruktur sektor riil pasca terjadinya depresi besar di AS, di tahun 1930-an.
Secara implisit, citra di atas juga memperlihatkan bahwa tinggi-rendahnya dampak krisis finansial yang terjadi di AS maupun di luar AS, sangat ditentukan oleh kiprah dari masing-masing pemangku kepentingan atau “stakeholders” tadi. Pemerintah di luar AS bisa saja meminimalisir dampak krisis bila melaksanakan “imunisasi” atau “proteksi” yang perlu serta mengantisipasinya dengan melaksanakan pembangunan sector riil dan peningkatan kesejahteraan publik secara massif.
2.5 Prinsip dan Akar kasus Krisis Ekonomi Kapitalis ( Krisis Finansial )
Pertama, dengan menyingkirkan emas sebagai cadangan mata uang, dan dimasukkannya dolar sebagai pendamping mata uang dalam Perjanjian Breetonword, setelah berakhirnya Perang Dunia II, kemudian sebagai substitusi mata uang pada awal dekade tujuh puluhan, telah mengakibatkan dolar mendominasi perekonomian global. Akibatnya, goncangan ekonomi sekecil apapun yang terjadi di Amerika niscaya akan menjadi pukulan yang telak bagi perekonomian negara-negara lain. Sebab, sebagian besar cadangan devisanya, jikalau tidak keseluruhannya, dicover dengan dolar yang nilai intrinsiknya tidak sebanding dengan kertas dan goresan pena yang tertera di dalamnya. Setelah euro memasuki arena pertarungan, gres negara-negara tersebut menyimpan cadangan devisanya dengan mata uang non-dolar, meski dolar tetap saja mempunyai prosentase terbesar dalam cadangan devisa negara-negara tersebut secara umum.
Karena itu, selama emas tidak menjadi cadangan mata uang, maka krisis ekonomi menyerupai ini akan terus terulang. Sekecil apapun krisis yang menimpa dolar, maka krisis tersebut akan dengan segera menjalar ke perekonomian negara-negara lain. Bahkan dampak krisis politik yang dirancang Amerika juga akan berakibat terhadap dolar, dengan begitu juga berdampak pada dunia. Kondisi menyerupai akan bisa saja menimpa uang kertas negara manapun yang mempunyai kontrol terhadap negara lain.
Kedua, hutang-hutang riba juga membuat kasus perekomian yang besar, hingga kadar hutang pokoknya menggelembung seiring dengan waktu, sesuai dengan prosentase riba yang diberlakukan kepadanya. Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara dalam banyak kondisi menjadi kasus yang nyata. Sesuatu yang mengakibatkan terjadinya krisis pengembalian pinjaman, dan lambannya roda perekonomian, lantaran ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan atas untuk mengembalikan pinjaman dan melanjutkan produksi.
Ketiga, sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu jual-beli saham, obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima komuditi yang bersangkutan, bahkan bisa diperjualbelikan berkali-kali, tanpa harus mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang asli, yaitu sistem yang batil dan menjadikan masalah, bukan sistem yang bisa menuntaskan masalah, dimana naik dan turunnya transaksi terjadi tanpa proses serah terima, bahkan tanpa adanya komiditi yang bersangkutan.. Semuanya itu memicu terjadinya spekulasi dan goncangan di pasar. Begitulah, aneka macam kerugian dan keuntungan terus terjadi melalui aneka macam cara penipuan dan manipulasi. Semuanya terus berjalan dan berjalan, hingga terkuak dan menjadi malapetaka ekonomi.
Keempat, kasus penting, yaitu ketidaktahuan akan fakta kepemilikan. Kepemilikan tersebut, di mata para pemikir Timur dan Barat, yaitu kepemilikan umum yang dikuasai oleh negara, sebagaimana teori Sosialisme-Komunisme, dan kepemilikan pribadi yang dikuasi oleh kelompok tertentu. Negara pun tidak akan mengintervensinya sesuai dengan teori Kapitalisme Liberal yang bertumpu pada pasar bebas, privatisasi, ditambah dengan globalisasi.Ketidaktahuan akan fakta kepemilikan ini memang telah dan akan mengakibatkan goncangan dan kasus ekonomi. Itu lantaran kepemilikan tersebut bukanlah sesuatu yang dikuasai oleh negara atau kelompok tertentu, melainkan ada tiga macam:
* Kepemilikan umum, mencakup semua sumber, baik yang keras, cair maupun gas, menyerupai minyak, besi, tembaga, emas dan gas. Termasuk semua yang tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk energi, juga industri berat yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya.. Maka, negara harus mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa.
* Kepemilikan negara, yaitu semua kekayaan yang diambil negara, menyerupai pajak dengan segala bentuknya, serta perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan umum. Semuanya ini didanai oleh negara sesuai dengan kepentingan negara.
* kepemilikan pribadi, yang merupakan bentuk lain. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu sesuai dengan aturan syara’.
Menjadikan kepemilikan-kepemilikan ini sebagai satu bentuk kepemilikan yang dikuasai oleh negara, atau kelompok tertentu, sudah niscaya akan mengakibatkan krisis, bahkan kegagalan.
Kapitalisme juga gagal, dan setelah sekian waktu, kini hingga pada kehancuran. Itu lantaran Kapitalisme telah menjadikan individu, perusahaan dan institusi berhak mempunyai apa yang menjadi milik umum, menyerupai minyak, gas, semua bentuk energi dan industri senjata berat hingga radar. Sementara negara tetap berada di luar pasar dari semua kepemilikan tersebut. Itu merupakan konsekuensi dari ekonomi pasar bebas, privatisasi dan globalisasi.. Hasilnya yaitu goncangan secara beruntun dan kehancuran dengan cepat, dimulai dari pasar modal menjalar ke sektor lain, dan dari institusi keuangan menjalar ke yang lain..
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka sanggup disimpulkan bahwa sistem ekonomi kapitalis ternyata tidak selamanya bisa menopang kekuatan negara-negara barat. Dengan kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat insan di muka bumi, maka info tamat hidup ekonomi kapitalis semakin meluas di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus menulis buku ihwal The Death of Economics tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, dan sebagainya. Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994). Menuliskan bahwa hebat ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak mempunyai kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.
Dari aneka macam analisa para ekonom sanggup disimpulkan, bahwa teori ekonomi telah mati lantaran beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi Barat (kapitalisme) telah menjadikan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam, khususnya lantaran sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori ekonomi kapitalisme tidak bisa mengentaskan kasus kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak bisa menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya pelestarian sumber daya alam.
3.2 Saran
Pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan yang dekat dengan pembangunan politik yang dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak sanggup dijadikan ukuran keberhasilan sebuah pembangunan. Pertumbuhan ekonomi pada negara kolot sanggup dijelaskan sebagai suatu bentuk ketergantungan dengan negara maju. Wujud ketergantungan tersebut kini dalam bentuk kesatuan ekonomi kapitalis dunia. Pembangunan politik negara kolot mempunyai kiprah dalam menentukan pertumbuhan ekonomi.
Kapitalisme yang telah melanda seluruh dunia mau tidak mau harus dilawan dengan mewujudkan sistem ekonomi yang mandiri. Sistem ekonomi sosialis yang selama ini dianggap sebagai tandingan dari kepitalisme ternyata berdasarkan Wallerstein sama halnya dengan kapitalisme. Negara dipandang sebagai sebuah tubuh usaha bersama yang menguasai alat produksi dan melaksanakan eksploitasi. Sehingga dalam hal ini penulis sekiranya sanggup menawarkan saran bahwa Kemandirian ekonomi harus menjadi konsep pembangunan yang dianut negara kolot untuk melawan kapitalisme.
0 Response to "Ekonomi Kapitalis"
Posting Komentar