Pengaruh Perkembangan Cryptocurrencies Pada Perekonomian
Seiring perkembangan teknologi, lalu-lintas perdagangan dan pembayaran transaksi mengalami kemajuan pesat. Bertumbuh suburnya industri jasa keuangan (financial technology) dan perdagangan online (e-commerce) dengan metode pembayaran yang kian mudah, memperlihatkan acara perekonomian yang makin canggih, cepat, dan efisien.
Salah satu hasil perkembangan teknologi yaitu munculnya mata uang virtual, menyerupai Bitcoin, Ethereum, dan Litecoin, yang mensugesti pola pikir pelaku ekonomi, baik di level mikro (rumah tangga), industri, maupun negara. Tulisan ini akan mengulas imbas perkembangan cryptocurrencies pada perekonomian.
Pada prinsipnya, cryptocurrencies merupakan mata uang digital yang memakai sistem kriptografi (cryptographic) sebagai sarana keamanan.
Uang digital ini diperoleh melalui serangkaian jadwal komputer, yang memilih kuantitas uang yang dicetak menurut faktor tertentu. Adapun transaksi dengan uang digital terbentuk secara bebas diantara pihak-pihak yang terlibat (peer-to-peer transaction), melalui proses kriptografik atau acara pemecahan arahan (inilah mengapa mata uang digital tersebut dinamai cryptocurrencies).
Selain itu, setiap pihak yang memiki perangkat komputer dengan kemampuan memadai bisa berkontribusi dalam pengembangan jaringan menurut blok-blok yang tervalidasi (blockchain), dimana mereka bisa memperoleh mata uang digital dalam jumlah tertentu.
Adapun perdagangan yang memakai mata uang digital ini bisa dilakukan melalui jaringan internet tanpa melalui mediator atau bersifat desentralisasi, sehingga menghasilkan efisiensi waktu maupun biaya.
Selain itu cryptocurrencies juga diperdagangkan secara umum, sehingga membuat nilai mata uang ini mengalami peningkatan dari sisi harga (sebagai catatan: dalam dua tahun terakhir, mata uang virtual menyerupai Bitcoin dan Ethereum mengalami peningkatan nilai tukar terhadap US$ sampai lebih dari 1000%).
Disamping itu, kemudahan dalam penyimpanan, menyerupai melalui online wallet atau online store, membuat mata uang virtual ini menjadi sangat terkenal semenjak beberapa tahun terakhir.
Gambaran sederhana pemanfaatan cryptocurrencies dalam transaksi perdagangan jikalau dibandingkan dengan metode transaksi lain yaitu sebagai berikut:
Salah satu studi awal terkait cryptocurrencies menyebut bahwa penggunaan mata uang elektronik (electronic cash) dalam transaksi perdagangan berpotensi mengatakan kemudahan alasannya yaitu dilakukan secara pribadi oleh pihak-pihak terkait, tanpa memerlukan perantaraan pihak ketiga menyerupai forum perbankan.
Studi tersebut memperlihatkan sistem pembayaran elektronik berbasis kriptografi (cryptographic) - yang kemudian dikenal dengan nama Bitcoin – sebagai alternatif pembayaran yang lebih efisien, mudah, dan tanpa biaya jasa untuk pihak ketiga.
Dari studi ini bisa disimpulkan bahwa inspirasi awal kehadiran mata uang virtual yaitu untuk mempermudah transaksi perdagangan online (Nakamoto, Satoshi. Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System, 2008).
Penelitian lain menyatakan bahwa kehadiran cryptocurrencies akan mengatakan dampak besar bagi perekonomian modern, terutama di sektor keuangan.
Studi yang memakai model monetary general equilibrium ini mengungkapkan cepatnya pertumbuhan nilai kapitalisasi mata uang virtual (pada periode 2009-2017, nilai kapitalisasi Bitcoin mencapai US$ 20 miliar) akan berperan penting dalam transaksi perdagangan ritel maupun pembayaran yang bernominasi besar (Chiu, Jonathan, and Thorsten Koeppl. The Economics of Cryptocurrencies-Bitcoin and Beyond, April, 2017).
Namun demikian, perkembangan pesat cryptocurrencies juga menimbulkan keresahan, terutama bagi otoritas moneter (bank sentral), alasannya yaitu berpotensi mengganggu sistem perekonomian yang selama ini berjalan.
Adapun pro-kontra yang muncul akhir perkembangan mata uang virtual ini antara lain tersebut dibawah ini.
Dari pihak yang kontra:
Namun para pendukung cryptocurrencies beropini bahwa:
Sementara jikalau berbentuk digital, maka mata uang tersebut hanya berfungsi sebagai sarana pembayaran transaksi (ingat bahwa fungsi dasar uang ada tiga, yakni sebagai sarana pertukaran/transaksi (medium of exchange), sebagai satuan hitung (unit of account), serta alat lindung nilai (store of value)).
ECB mengkategorikan mata uang berbentuk digital dalam skema mata uang virtual (virtual currency schemes), yang terdiri dari:
Studi juga menyebutkan bahwa meski penggunaan cryptocurrencies masih terbatas untuk beberapa acara ekonomi, tetapi kehadiran mata uang virtual ini berpotensi memunculkan aneka macam risiko pada perekonomian, terutama di sektor moneter. Adapun risiko-risiko tersebut antara lain:
Lebih lanjut, terdapat beberapa negara yang mengatur peredaran cryptocurrencies, diantaranya:
Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan peraturan terkait mata uang digital sebagai panduan bagi individu yang berdagang/berinvestasi pada mata uang virtual, supaya tetap taat pada peraturan aturan federal.
Brazil. Pada Oktober 2013, Pemerintah Brazil mengakomodasi penggunaan mata uang digital; dan setahun kemudian, mata uang digital dijadikan sebagai objek pajak, dengan memandang bahwa kepemilikan mata uang digital tidak ubahnya menyerupai mempunyai surat berharga.
Kanada. Negara ini mengakomodir pemakaian mata uang digital melalui serangkaian peraturan. Dengan mewajibkan para penambang (miners) untuk terdaftar secara resmi pada Money Service Business (MSBs) dengan kewajiban-kewajiban yng menempel didalamnya.
China. Bank Sentral China (The People's Bank of China) menyatakan cryptocurrencies sebagai komoditas virtual (virtual commodity), sehingga tidak diperlakukan sebagai mata uang; sedangkan industri perbankan umum dihentikan berurusan dengan komoditas tersebut. Selain itu, PBOC juga memperkuat pengawasan terhadap lalu-lintas pergerakan cryptocurrencies.
Rusia. Pada 2014, Kementerian Keuangan Rusia mewajibkan beban tertentu pada pihak yang memproduksi dan/atau melaksanakan transaksi dengan mata uang digital, alasannya yaitu mata uang ini dianggap mencurigakan.
Inggris. Bank of England menyatakan adanya manfaat dan risiko yang menempel pada mata uang digital. Di negara ini, cryptocurrencies diperlakukan sebagai single-purpose vouchers dengan pengenaan pajak sebesar 10-20%.
Uni Eropa. ECB mengeluarkan pernyataan peringatan atas dampak negatif apabila berurusan dengan mata uang digital, alasannya yaitu tidak adanya peraturan yang mengatur hal tersebut.
Sebagai penutup, kehadiran cryptocurencies sebagai temuan teknologi modern tak ubahnya menyerupai hasil teknologi lain, menyerupai drone, internet berkecepatan tinggi, serta perangkat digital dan multimedia; adapun munculnya pro-kontra atas perkembangan cryptocurrencies berpotensi membuat acara perekonomian yang semakin dinamis. **
ARTIKEL TERKAIT :
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy): dikala perekonomian dan perdagangan berada dalam jentikan jari
Mengenal Konsep Cashless Society
Memahami Konsep Ekonomi Berbasis Pengetahuan (Knowledge-based Economy), Pondasi Utama Perekonomian Modern Sumber http://www.ajarekonomi.com
Salah satu hasil perkembangan teknologi yaitu munculnya mata uang virtual, menyerupai Bitcoin, Ethereum, dan Litecoin, yang mensugesti pola pikir pelaku ekonomi, baik di level mikro (rumah tangga), industri, maupun negara. Tulisan ini akan mengulas imbas perkembangan cryptocurrencies pada perekonomian.
Pada prinsipnya, cryptocurrencies merupakan mata uang digital yang memakai sistem kriptografi (cryptographic) sebagai sarana keamanan.
Uang digital ini diperoleh melalui serangkaian jadwal komputer, yang memilih kuantitas uang yang dicetak menurut faktor tertentu. Adapun transaksi dengan uang digital terbentuk secara bebas diantara pihak-pihak yang terlibat (peer-to-peer transaction), melalui proses kriptografik atau acara pemecahan arahan (inilah mengapa mata uang digital tersebut dinamai cryptocurrencies).
Selain itu, setiap pihak yang memiki perangkat komputer dengan kemampuan memadai bisa berkontribusi dalam pengembangan jaringan menurut blok-blok yang tervalidasi (blockchain), dimana mereka bisa memperoleh mata uang digital dalam jumlah tertentu.
Adapun perdagangan yang memakai mata uang digital ini bisa dilakukan melalui jaringan internet tanpa melalui mediator atau bersifat desentralisasi, sehingga menghasilkan efisiensi waktu maupun biaya.
Selain itu cryptocurrencies juga diperdagangkan secara umum, sehingga membuat nilai mata uang ini mengalami peningkatan dari sisi harga (sebagai catatan: dalam dua tahun terakhir, mata uang virtual menyerupai Bitcoin dan Ethereum mengalami peningkatan nilai tukar terhadap US$ sampai lebih dari 1000%).
Disamping itu, kemudahan dalam penyimpanan, menyerupai melalui online wallet atau online store, membuat mata uang virtual ini menjadi sangat terkenal semenjak beberapa tahun terakhir.
Gambaran sederhana pemanfaatan cryptocurrencies dalam transaksi perdagangan jikalau dibandingkan dengan metode transaksi lain yaitu sebagai berikut:
- Dalam transaksi konvensional, pembeli dan penjual bertemu secara pribadi serta melaksanakan transaksi, kemudian pembeli membayarkan sejumlah uang fisik untuk barang yang dibeli dari penjual.
- Dalam transaksi online, pembeli dan penjual melaksanakan transaksi tanpa bertemu secara langsung. Setelah terjadi kesepakatan, pembeli membayar sejumlah uang melalui beberapa metode, menyerupai transfer antar bank atau penggunaan kartu kredit. Berikutnya, penjual mendapatkan validasi dari pihak ketiga (perbankan) atas pembayaran tersebut dan mengirimkan barang kepada pembeli.
- Dalam transaksi dengan uang virtual, pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung; sesudah terjadi janji harga, maka pembayaran dilakukan dengan mata uang virtual melalui penggunaan arahan (token) tertentu yang akan diterima oleh penjual tanpa mediator pihak ketiga. Kode-kode ini tercatat dalam sebuah buku besar (distributed ledger), yang dipakai untuk menyimpan catatan-catatan transaksi yang terjadi.
Salah satu studi awal terkait cryptocurrencies menyebut bahwa penggunaan mata uang elektronik (electronic cash) dalam transaksi perdagangan berpotensi mengatakan kemudahan alasannya yaitu dilakukan secara pribadi oleh pihak-pihak terkait, tanpa memerlukan perantaraan pihak ketiga menyerupai forum perbankan.
Studi tersebut memperlihatkan sistem pembayaran elektronik berbasis kriptografi (cryptographic) - yang kemudian dikenal dengan nama Bitcoin – sebagai alternatif pembayaran yang lebih efisien, mudah, dan tanpa biaya jasa untuk pihak ketiga.
Dari studi ini bisa disimpulkan bahwa inspirasi awal kehadiran mata uang virtual yaitu untuk mempermudah transaksi perdagangan online (Nakamoto, Satoshi. Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System, 2008).
Penelitian lain menyatakan bahwa kehadiran cryptocurrencies akan mengatakan dampak besar bagi perekonomian modern, terutama di sektor keuangan.
Studi yang memakai model monetary general equilibrium ini mengungkapkan cepatnya pertumbuhan nilai kapitalisasi mata uang virtual (pada periode 2009-2017, nilai kapitalisasi Bitcoin mencapai US$ 20 miliar) akan berperan penting dalam transaksi perdagangan ritel maupun pembayaran yang bernominasi besar (Chiu, Jonathan, and Thorsten Koeppl. The Economics of Cryptocurrencies-Bitcoin and Beyond, April, 2017).
Namun demikian, perkembangan pesat cryptocurrencies juga menimbulkan keresahan, terutama bagi otoritas moneter (bank sentral), alasannya yaitu berpotensi mengganggu sistem perekonomian yang selama ini berjalan.
Adapun pro-kontra yang muncul akhir perkembangan mata uang virtual ini antara lain tersebut dibawah ini.
Dari pihak yang kontra:
- mata uang ini tidak dikendalikan oleh otoritas moneter manapun di dunia, sehingga sulit untuk melaksanakan pengawasan terhadap lalu-lintas peredarannya. Konsekuensinya, cryptocurrencies berpotensi dipakai untuk tindak kejahatan menyerupai t3r0risme maupun money laundering.
- mata uang ini bukanlah bentuk investasi, yang pada periode tertentu akan ditinggalkan.
Namun para pendukung cryptocurrencies beropini bahwa:
- mata uang digital merupakan investasi masa depan berbasis teknologi yang mustahil terhindarkan.
- sudah semestinya pelaku ekonomi mengikuti keadaan terhadap kemajuan teknologi, termasuk dalam penggunaan mata uang virtual.
Sementara jikalau berbentuk digital, maka mata uang tersebut hanya berfungsi sebagai sarana pembayaran transaksi (ingat bahwa fungsi dasar uang ada tiga, yakni sebagai sarana pertukaran/transaksi (medium of exchange), sebagai satuan hitung (unit of account), serta alat lindung nilai (store of value)).
ECB mengkategorikan mata uang berbentuk digital dalam skema mata uang virtual (virtual currency schemes), yang terdiri dari:
- Skema uang virtual tertutup (closed virtual currency schemes). Skema ini hampir tidak berkaitan dengan acara perekonomian; dengan kata lain produk yang ditransaksikan tidak bisa diperdagangkan diluar komunitas virtual. Contoh: pengumpulan dan pembelian harta atau emas dalam permainan online (online games).
- Skema mata uang virtual dengan fatwa satu arah (virtual currency schemes with unidirectional flow). Dalam sketsa ini, mata uang yang dipakai dalam transaksi yaitu mata uang riil. Namun demikian, hasil dari transaksi tersebut tidak bisa dikembalikan lagi menjadi mata uang riil. Misalnya voucher dari toko ritel atau koin dari online game.
- Skema mata uang virtual dua arah (virtual currency schemes with bidirectional flow). Dalam sketsa ini, mata uang virtual diperdagangkan sesuai dengan tingkat harga tertentu. Cryptocurrencies menyerupai Bitcoin, Ethereum, dan Litecoin merupakan pola yang termasuk dalam sketsa ini.
Studi juga menyebutkan bahwa meski penggunaan cryptocurrencies masih terbatas untuk beberapa acara ekonomi, tetapi kehadiran mata uang virtual ini berpotensi memunculkan aneka macam risiko pada perekonomian, terutama di sektor moneter. Adapun risiko-risiko tersebut antara lain:
- Risiko terhadap stabilitas harga dari mata uang fiat. Hal ini terutama terkait dengan jumlah uang beredar, kecepatan perputaran uang kas, interaksi antar pelaku ekonomi, serta santunan terhadap mata uang fiat.
- Risiko pada stabilitas keuangan. Perkembangan cryptocurrencies diyakini akan kuat besar pada sistem perbankan, perdagangan bilateral, serta volatilitas harga transaksi perdagangan.
- Risiko terhadap stabilitas sistem pembayaran. Risiko ini terkait dengan keamanan data pembayaran serta pengawasan lalu-lintas transaksi perdagangan.
- Risiko terhadap reputasi bank sentral. Apabila mata uang virtual terus mengalami peningkatan, baik dalam kuantitas maupun dalam lalu-lintas perdagangan, maka hal ini secara pribadi akan meminggirkan tugas bank sentral sebagai institusi yang mempunyai kewenangan untuk mencetak dan memilih jumlah uang beredar.
Lebih lanjut, terdapat beberapa negara yang mengatur peredaran cryptocurrencies, diantaranya:
Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan peraturan terkait mata uang digital sebagai panduan bagi individu yang berdagang/berinvestasi pada mata uang virtual, supaya tetap taat pada peraturan aturan federal.
Brazil. Pada Oktober 2013, Pemerintah Brazil mengakomodasi penggunaan mata uang digital; dan setahun kemudian, mata uang digital dijadikan sebagai objek pajak, dengan memandang bahwa kepemilikan mata uang digital tidak ubahnya menyerupai mempunyai surat berharga.
Kanada. Negara ini mengakomodir pemakaian mata uang digital melalui serangkaian peraturan. Dengan mewajibkan para penambang (miners) untuk terdaftar secara resmi pada Money Service Business (MSBs) dengan kewajiban-kewajiban yng menempel didalamnya.
China. Bank Sentral China (The People's Bank of China) menyatakan cryptocurrencies sebagai komoditas virtual (virtual commodity), sehingga tidak diperlakukan sebagai mata uang; sedangkan industri perbankan umum dihentikan berurusan dengan komoditas tersebut. Selain itu, PBOC juga memperkuat pengawasan terhadap lalu-lintas pergerakan cryptocurrencies.
Rusia. Pada 2014, Kementerian Keuangan Rusia mewajibkan beban tertentu pada pihak yang memproduksi dan/atau melaksanakan transaksi dengan mata uang digital, alasannya yaitu mata uang ini dianggap mencurigakan.
Inggris. Bank of England menyatakan adanya manfaat dan risiko yang menempel pada mata uang digital. Di negara ini, cryptocurrencies diperlakukan sebagai single-purpose vouchers dengan pengenaan pajak sebesar 10-20%.
Uni Eropa. ECB mengeluarkan pernyataan peringatan atas dampak negatif apabila berurusan dengan mata uang digital, alasannya yaitu tidak adanya peraturan yang mengatur hal tersebut.
Sebagai penutup, kehadiran cryptocurencies sebagai temuan teknologi modern tak ubahnya menyerupai hasil teknologi lain, menyerupai drone, internet berkecepatan tinggi, serta perangkat digital dan multimedia; adapun munculnya pro-kontra atas perkembangan cryptocurrencies berpotensi membuat acara perekonomian yang semakin dinamis. **
ARTIKEL TERKAIT :
Menyoroti Perkembangan Industri Ritel (Retail Industry) di Era Digitalisasi
Memahami Konsep Ekonomi Digital (Digital Economy): dikala perekonomian dan perdagangan berada dalam jentikan jari
Mengenal Konsep Cashless Society
Memahami Konsep Ekonomi Berbasis Pengetahuan (Knowledge-based Economy), Pondasi Utama Perekonomian Modern Sumber http://www.ajarekonomi.com
0 Response to "Pengaruh Perkembangan Cryptocurrencies Pada Perekonomian"
Posting Komentar