iklan

Sejarah Kerajaan Kanjuruhan

Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Maharani Shima memerintah di Kerajaan Kalingga (atau "Holing"); dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuno. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang kondusif dan makmur. Kerajaan itu berada di kawasan Malang sekarang, di antara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang kini berjulukan Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru. Kerajaan itu berjulukan Kanjuruhan.


Kerajaan Kanjuruhan ini tertulis dalam prasasti Dinaya, yang ditemukan di sebelah barat maritim Malang, Jawa Timur. Angka tahunnya tertulis dengan Candrasengkala yang berbunyi : NAYAMA VAYU RASA =682 Caka = 760 M. Isinya menceritakan bahwa pada kurun 8 ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan dengan rajanya yang berjulukan Dewa Simha. Ia mempuyai seorang putra yang berjulukan Liswa, sesudah naik tahta dan melalui upacara abhiseka Liswa berjulukan Gajayana. Liswa ini memiliki putri yang berjulukan Utteyana yang kawin dengan Janania.

Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa kondusif dan terlindungi. Kekuasaan kerajaan mencakup kawasan lereng timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga pesisir maritim Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, sebab raja selalu bertindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan demikian rakyat hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka.
Raja Gajayana hanya memiliki seorang putri, yang oleh ayahnya diberi nama Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan. Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh berjulukan Pangeran Jananiya. Akhirnya Pangeran Jananiya bersama Permaisuri Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana mangkat. Seperti leluhur-leluhurnya, mereka berdua memerintah dengan penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin menyayangi rajanya. Demikianlah, secara bebuyutan Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan Raja Dewa Singha. Semua raja itu populer akan kebijaksanaannya, keadilan, serta kemurahan hatinya.

Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja ini populer adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Ia disegani oleh raja-raja lain diseluruh Pulau Jawa. Keinginan untuk memperluas wilayah Kerajaan Mataram Kuna selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun persahabatan. Kerajaan Mataram Kuna populer di seluruh Nusantara, bahkan hingga ke mancanegara. Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat, dan penduduknya sangat banyak.

Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu hingga pula ke Pulau Jawa cuilan timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan peperangan antara Kerajaan Mataram Kuna dengan Kerajaan Kanjuruhan. Ketika Kerajaan Mataram Kuna diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan tahun 856 M (dulu berjulukan “Siwa Greha”). Candi pengiring (perwara) itu ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja kawasan kepada pemerintah pusat. Maksudnya biar kekerabatan kerajaan sentra dan kerajaan di kawasan selalu terjalin dan bertambah erat.

Kerajaan Kanjuruhan dikala itu mudah dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna zaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Kanuruhan sendiri rupa-rupanya perubahan suara dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka kekuasaan seorang raja kawasan tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri sendiri menyerupai ketika didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja kawasan di Kanuruhan sanggup diketahui waktu itu ialah kawasan lereng timur Gunung Kawi.

Sistem pemerintahan dan agama yang dianut di Kanjuruhan. 
Selama pemerintahan Gajayana, dikatakan dia beragama Hindu Siwa.Gajayana mendirikan tempat pemujaan untuk Dewa Agastya. Bangunan tersebut kini berjulukan candi Badut. Disebutkan pula, semula arca yang terbuat dari kayu cendana, kemudian diganti dengan watu hitam. Peresmiannya dilakukan pada tahun 760.

Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan tabiat Kanuruhan. 
Watak ialah suatu wilayah yang luas, yang membawahi berpuluh-puluh wanua (desa). Kaprikornus mungkin kawasan tabiat itu sanggup ditentukan hampir sama setingkat kabupaten. Dengan demikian Watak Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi hingga lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa.

Dari sekian data nama-nama desa (wanua) yang berada di wilayah (watak) Kanuruhan berdasarkan sumber tertulis berupa prasasti yang ditemukan disekitar Malang ialah sebagai berikut :
  1. daerah Balingawan (sekarang Desa Mangliawan Kecamatan Pakis),
  2. daerah Turryan (sekarang Desa Turen Kecamatan Turen),
  3. daerah Tugaran (sekarang Dukuh Tegaron Kelurahan Lesanpuro),
  4. daerah Kabalon (sekarang Dukuh Kabalon Cemarakandang),
  5. daerah Panawijyan (sekarang Kelurahan Palowijen Kecamatan Blimbing),
  6. daerah Bunulrejo (yang dulu bukan berjulukan Desa Bunulrejo pada zaman Kerajaan Kanuruhan),
  7. dan daerah-daerah di sekitar Malang barat menyerupai : Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan – Landungsari), Karuman, Merjosari, Dinoyo, Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti disebut-sebut sebagai kawasan tempat deretan kahyangan (bangunan candi) di dalam wilayah/kota Kanuruhan.


Demikianlah daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan. Dapat dikatakan mulai dari kawasan Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis (timur), Turen (selatan). Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di wilayahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno semenjak zaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan manajemen kerajaan. Jabatan ini berlangsung hingga zaman Kerajaan Majapahit. Begitulah sekilas wacana Rakryan Kanuruhan. Penguasa di kawasan tetapi sanggup berperan di dalam struktur pemerintahan kerajaan pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakyan) yang lainnya, dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau.


Sumber http://sabenggo1.blogspot.com/

0 Response to "Sejarah Kerajaan Kanjuruhan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel