Memorandum Of Understanding (Mou)
Definisi dan Pengertian MOU, Kata atau istilah MoU atau Memorandum Of Understanding niscaya tidak abnormal di indera pendengaran kita. MoU sering menjadi dasar bagi suatu kerjasama dua pihak. Tapi apakah bahu-membahu tujuan dan/atau kegunaan MoU, pengaturan, jenis, para pihak bahkan objek MoU, tidak banyak yang memahami hal itu.
MoU berasal dari kata memorandum dan understanding. Dalam Blacks Law dictionary memorandum didefinisikan sebagai a brief written statement outlining the terms of agreement or transaction [terjemahan bebas: sebuah ringkasan pernyataan tertulis yang menguraikan persyaratan sebuah perjanjian atau transaksi]. Sedangkan understanding ialah an implied agreement resulting from the express terms of another agreement, whether written or oral; atau a valid contract engagement of a somewhat informal character; atau a loose and ambiguous terms, unless it is accompanied by some expression that it is constituted a meeting of the minds of parties upon something respecting which they intended to be bound [terjemahan bebas: sebuah perjanjian yang berisi pernyataan persetujuan tidak eksklusif atas perjanjian lainnya; atau pengikatan kontrak yang sah atas suatu bahan yang bersifat informal atau persyaratan yang longgar, kecuali pernyataan tersebut disertai atau merupakan hasil persetujuan atau kesepakatan ajaran dari para pihak yang dikehendaki oleh keduanya untuk mengikat].
Bagaimana para andal pendefinisikan MoU? Munir Fuady dalam menunjukkan definisi MoU sebagai perjanjian pendahuluan,yang nanti akan dijabarkan dan diuraikan dengan perjanjian lainnya yang memuat aturan dan persyaratan secara lebih detail. Sebab itu bahan MoU berisi hal-hal yang pokok saja. Adapun Erman Radjagukguk menyatakan MoU sebagai dokumen yang memuat saling pengertian dan pemahaman para pihak sebelum dituangkan dalam perjanjian yang formal yang mengikat kedua belah pihak. Oleh alasannya ialah itu muatan MoU harus dituangkan kembali dalam perjanjian sehingga menjadi kekuatan yang mengikat.
Dari definisi tersebut sanggup kita simpulkan unsur-unsur yang terkandung dalam MOU, yaitu:
1.Merupakan perjanjian pendahuluan;
2.Muatan bahan merupakan hal-hal yang pokok;
3.Muatan bahan dituangkan dalam kontrak/perjanjian.
Pengaturan, Materi Muatan dan Kekuatan Mengikat MOU
Hingga ketika ini tidak dikenal pengaturan khusus wacana MoU. Hanya saja, merujuk dari definisi dan pengertian di atas, dimana MoU tidak lain ialah merupakan perjanjian pendahuluan, maka pengaturannya tunduk pada ketentuan wacana perikatan yang tercantum dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Hubungan antara perjanjian dengan perikatan sanggup digambarkan sebagai berikut: Menurut KUHPerdata, perjanjian ialah kejadian dimana seseorang berjanji kepada orang lain, dimana kedua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sedangkan perikatan ialah suatu hubungan aturan antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian akan menerbitkan perikatan antara dua orang yang membuatnya untuk melaksanakan suatu hal.
Pengaturan MoU pada ketentuan buku III KUHPerdata yang sifatnya terbuka membawa konsekuensi pada bahan muatan atau substansi dari MoU yang terbuka pula. Artinya para pihak diberi kebebasan untuk memilih bahan muatan MoU –akan mengatur apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, dan norma kepatutan, kehati-hatian dan susila yang hidup dan diakui dalam masyarakat, serta sepanjang penyusunan MoU itu memenuhi syarat-syarat shanya sebuah perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan bahwa syarat sahnya perjanjian ialah [i] adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri; [ii] para pihak yang menciptakan perjanjian ialah pihak yang cakap; [iii] perjanjian dibentuk lantaran ada hal tertentu; dan [iv] serta hal tersebut merupakan hal yang halal.
Tentang hal ini terdapat dua pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa MoU kekuatan mengikat dan memaksa sama halnya dengan perjanjian itu sendiri.Walaupun secara khusus tidak ada pengaturan wacana MoU dan bahan muatan MoU itu diserahkan kepada para pihak yang membuatnya serta bahwa MoU ialah merupakan perjanjian pendahuluan, bukan berarti MoU tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat dan memaksa bagi para pihak untuk mentaatinya dan/atau melaksanakannya.
Ketentuan pasal 1338 KUHPerdata menjadi dasar aturan bagi kekuatan mengikat MoU itu. Menurut pasal 1338, setiap perjanjian yang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Dengan kata lain kalau MoU itu telah dibentuk secara sah, memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana disebut dalam pasal 1320, maka kedudukan dan/atau keberlakuan MoU bagi para pihak sanggup disamakan dengan sebuah undang-undang—yang memiliki kekuatan mengikat dan memaksa. Tentu saja pengikat itu hanya menyangkut dan sebatas pada hal-hal pokok yang termuat dalam MoU.
Kedua, pendapat yang menyatakan –dengan menitikberatkan MoU sebagai sebuah perjanjian pendahuluan—sebagai bukti awal suatu kesepakatan yang memuat hal-hal pokok, serta yang harus diikuti oleh perjanjian lain, maka walaupun pengaturan MoU tunduk pada ketentuan perikatan dalam KUHPerdata, kekuatan mengikat MoU hanya sebatas moral saja. Dengan kata lain pula MoU merupakan gentlement agreement.
Penggunaan istilah MoU harus dibedakan dari segi teoritis dan praktis. Secara teoritis dokumen MoU bukan merupakan dokumen yang mengikat para pihak. Agar mengikat secara hukum, harus ditindaklanjuti dengan perjanjian. Kesepakatan dalam MoU hanya bersifat ikatan moral. Secara mudah MoU disejajarkan dengan perjanjian. Ikatan yang terjadi tidak hanya bersifat moral, tetapi juga hukum.
Bagaimana kalau terjadi pelanggaran terhadap MOU? adakah upaya aturan yang sanggup dilakukan?
Jika kita menganut pendapat yang pertama, yang menyatakan bahwa kekuatan mengikat MoU sama dengan perjanjian—bersifat memaksa bagi para pihak, maka dalam hal terjadi wan prestasi atau kelalaian dari para pihak atas kesepakatan mengenai hal-hal pokok tadi, pihak yang lain sanggup melaksanakan upaya aturan perdata atas dasar somasi wan prestasi atau ingkar janji. Sedangkan kalau kita menganut pendapat kedua, dimana kekuatan mengikat MoU hanya sebatas moral obligation saja, maka para pihak cenderung akan menghindari melaksanakan upaya hukum.
Atas kedua pendapat tersebut di atas, pilihan diserahkan pada masing-masing pihak. Yang niscaya kalau ada perbedaan penafsiran dari para pihak wacana kekuatan mengikat MoU ini, maka berdasarkan saya pihak yang menganut pendapat pertama tetap sanggup melaksanakan upaya aturan perdata ke pengadilan kalau pihak yang lain – yang melaksanakan ingkar komitmen atas MoU menjadi penganut pendapat yang kedua.
Data disadur dari aneka macam sumber, bila Anda merasa pemilik sebagian atau keseluruhan konten diatas dan keberatan ditampilkan. Anda sanggup menghubungi Admin Blog, dan Admin Blog akan dengan bahagia hati menanggapi seruan Anda. Terima kasih | Admin Blog
Video pilihan khusus untuk Anda 😊 Perkenalan dari PT.INALUM, siapa tahu Anda tertarik untuk berkarya disana;
Sumber http://www.defantri.com
0 Response to "Memorandum Of Understanding (Mou)"
Posting Komentar