Pengertian Ghibah
Dari Abu Huroiroh bahwsanya Rosulullah bersabda : Tahukah kalian apakah ghibah itu? Sahabat menjawab : Allah SWT dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi SAW berkata : “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi SAW ditanya: Bagaimanakah pendapatmu kalau itu memang benar ada padanya ? Nabi SAW menjawab : “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi kalau apa yang kamu sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya”.
Hal ini juga telah dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud:
Dari Hammad dari Ibrohim berkata : Ibnu Mas’ud berkata :”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kamu ketahui pada saudaramu, dan kalau engkau menyampaikan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu yaitu kedustaan”
Pengertian Ghibah |
Dari hadits ini para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ghibah adalah: ”Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang seandainya dia tahu maka dia akan membencinya”. Sama saja apakah yang engkau sebutkan yaitu kekurangannya yang ada pada badannya atau nasabnya atau akhlaqnya atau perbuatannya atau pada agamanya atau pada masalah duniawinya. Dan engkau menyebutkan aibnya dihadapan insan dalam keadaan dia goib (tidak hadir). Berkata Syaikh Salim Al-Hilali :”Ghibah yaitu menyebutkan malu (saudaramu) dan dia dalam keadaan goib (tidak hadir dihadapan engkau), oleh lantaran itu saudaramu) yang goib tersebut disamakan dengan mayat, lantaran si goib tidak bisa untuk membela dirinya. Dan demikian pula mayat tidak mengetahui bahwa daging tubuhnya dimakan sebagaimana si goib juga tidak mengetahui gibah yang telah dilakukan oleh orang yang mengghibahinya ”.
Adapun menyebutkan kekurangannya yang ada pada badannya, contohnya engkau berkata pada saudaramu itu : “Dia buta”, “Dia tuli”, “Dia sumbing”, “Perutnya besar”, “Pantatnya besar”, “Kaki meja (jika kakinya tidak berbulu)”, “Dia juling”, “Dia hitam”, “Dia itu orangnya bodoh”, “Dia itu agak miring sedikit”, “Dia kurus”, “Dia gendut”, “Dia pendek” dan lain sebagainya.
Dari Abu Hudzaifah dari ‘Aisyah sebenarnya dia (‘Aisyah) menyebutkan seorang perempuan lalu beliau (‘Aisyah) berkata :”Sesungguhnya dia (wanita tersebut) pendek”….maka Nabi SAW berkata :”Engkau telah mengghibahi perempuan tersebut”
Dari ‘Aisyah dia berkata : Aku berkata kepada Nabi SAW: “Cukup bagimu dari Sofiyah ini dan itu”. Sebagian rowi berkata :”’Aisyah menyampaikan Sofiyah pendek”. Maka Nabi SAW berkata :”Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air bahari pasti akan merubahnya”
Dari Jarir bin Hazim berkata : Ibnu Sirin menyebutkan seorang pria kemudian dia berkata: ”Dia lelaki yang hitam”. Kemudian dia berkata :”Aku mohon ampunan dari Allah ”, sesungguhnya saya melihat bahwa diriku telah mengghibahi pria itu”.
Adapun pada nasab contohnya engkau berkata :”Dia dari keturunan orang rendahan”, “Dia keturunan maling”, “Dia keturunan pezina”, “Bapaknya orang fasik”, dan lain-lain. Adapun pada akhlaknya, contohnya engkau berkata :”Dia akhlaqnya jelek…orang yang pelit”, “Dia sombong, tukang cari muka (cari perhatian)”, “Dia penakut”, “Dia itu orangnya lemah”, “Dia itu hatinya lemah”, “Dia itu tempramental”. Adapun pada agamanya, contohnya engkau berkata :”Dia pencuri”, “Dia pendusta”, “Dia peminum khomer”, “Dia pengkhianat”, “Dia itu orang yang dzolim, tidak mengeluarkan zakat”, “Dia tidak membaguskan sujud dan ruku’ kalau sholat”, “Dia tidak berbakti kepada orang tua”, dan lain-lain. Adapun pada perbuatannya yang menyangkut keduniaan, contohnya engkau berkata : “Tukang makan”, “Tidak punya adab”, “Tukang tidur”, “Tidak ihtirom kepada manusia”, “Tidak memperhatikan orang lain”, “Jorok”, “Si fulan lebih baik dari pada dia” dan lain-lain.
Imam Baihaqi meriwayatkan dari jalan Hammad bin Zaid berkata :Telah memberikan kepada kami Touf bin Wahbin, dia berkata : “Aku menemui Muhammad bin Sirin dan saya dalam keadaan sakit. Maka dia (Ibnu Sirin) berkata :”Aku melihat engkau sedang sakit”, saya berkata :”Benar”. Maka dia berkata :”Pergilah ke tabib fulan, mitalah resep kepadanya”, (tetapi) kemudian dia berkata :”Pergilah ke fulan (tabib yang lain) lantaran dia lebih baik dari pada si fulan (tabib yang pertama)”. Kemudian dia berkata : “Aku mohon ampun kepada Allah SWT, menurutku saya telah mengghibahi dia (tabib yang pertama)”.
Termasuk ghibah yaitu seseorang meniru-niru orang lain, contohnya berjalan dengan akal-akalan pincang atau akal-akalan bungkuk atau berbicara dengan akal-akalan sumbing, atau yang selainnya dengan maksud meniru-niru keadaan seseorang, yang hal ini berarti merendahkan dia. Sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits :
‘Aisyah berkata : “Aku meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang seseorang pada Nabi SAW”. Maka Nabi pun berkata :”Saya tidak suka meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang (walaupun) saya mendapatkan sekian-sekian”
Termasuk ghibah yaitu seorang penulis menyebutkan seseorang tertentu dalam kitabnya seraya berkata :”Si fulan telah berkata demikian-demikian”, dengan tujuan untuk merendahkan dan mencelanya. Maka hal ini yaitu harom. Jika si penulis menghendaki untuk menjelaskan kesalahan orang tersebut biar tidak diikuti, atau untuk menjelaskan lemahnya ilmu orang tersebut biar orang-orang tidak tertipu dengannya dan mendapatkan pendapatnya (karena orang-orang menyangka bahwa dia yaitu orang yang ‘alim –pent), maka hal ini bukanlah ghibah, bahkan merupakan nasihat yang wajib yang mendatangkan pahala kalau dia berniat demikian.
Demikian pula kalau seorang penulis berkata atau yang lainnya berkata : “Telah berkata suatu kaum -atau suatu jama’ah- demikian-demikian…, dan pendapat ini merupakan kesalahan atau kekeliruan atau kebodohan atau keteledoran dan semisalnya”, maka hal ini bukanlah ghibah. Yang disebut ghibah kalau kita menyebutkan orang tertentu atau kaum tertentu atau jama’ah tertentu.
Ghibah itu bisa dengan perkataan yang terang atau dengan yang lainnya menyerupai aba-aba dengan perkataan atau aba-aba dengan mata atau bibir dan lainnya, yang penting bisa dipahami sebenarnya hal itu yaitu merendahkan saudaranya yang lain. Diantaranya yaitu kalau seseorang namanya disebutkan di sisi engkau lantas engkau berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menjaga kita dari sifat pelit”, atau “Semoga Allah melindungi kita dari memakan harta insan dengan kebatilan”, atau yang lainnya, alasannya yaitu orang yang mendengar perkataan engkau itu faham sebenarnya berarti orang yang namanya disebutkan mempunyai sifat-sifat yang jelek.13 Bahkan lebih parah lagi, perkataan engkau tidak hanya memberikan kepada ghibah, tetapi lebih dari itu sanggup menjatuhkan engkau ke dalam riya’. Sebab engkau telah mengambarkan kepada insan bahwa engkau tidak melaksanakan sifat buruk orang yang disebutkan namanya tadi.
Bagaimana kalau yang dighibahi yaitu orang kafir ?
Berkata As-Shon’ani : “Dan perkataan Rosulullah (dalam hadits Abu Huroiroh di atas)(saudaramu) yaitu saudara seagama merupakan dalil sebenarnya selain mukmin boleh mengghibahinya”. Berkata Ibnul Mundzir :”Dalam hadits ini ada dalil sebenarnya barang siapa yang bukan saudara (se-Islam) menyerupai yahudi, nasrani, dan seluruh pemeluk agama-agama (yang lain), dan (juga) orang yang kebid’ahannya telah mengeluarkannya dari Islam, maka tidak ada (tidak mengapa) ghibah terhadapnya”.
Bagaimana kalau kita memberi laqob (julukan) yang buruk kepada saudara kita, namun saudara kita tersebut tidak membenci laqob itu, apakah tetap termasuk ghibah?
Berkata As-Shon’ani : “ Dan pada perkataan Rosulullah SAW هرْكي امِب (dengan apa yang dia banci), mengambarkan bahwa kalau dia (saudara kita yang kita ghibahi tersebut) tidak membencinya malu yang ditujukan kepadanya, menyerupai orang-orang yang mengumbar nafsunya dan orang gila, maka ini bukanlah ghibah”.
Berkata Syaikh Salim Al-Hilal :”Jika kita telah mengetahui hal itu (yaitu orang yang dipanggil dengan julukan-julukan yang buruk namun dia tidak membenci julukan-julukan buruk tersebut –pent) bukanlah suatu ghibah yang harom, alasannya yaitu ghibah yaitu engkau menyebut saudaramu dengan apa yang dia benci, tetapi orang yang memanggil saudaranya dengan laqob (yang jelek) telah jatuh di dalam larangan Al-Qur’an (yaitu firman Allah SWT:ِ Dan janganlah kalian saling- panggil-memanggil dengan julukan-julukan yang buruk. (Al-Hujurot: 11)-pent) yang terang melarang saling panggil-memanggil dengan julukan (yang jelek) sebagaimana tidak samar lagi (larangan itu)”.
Sumber:
Muslim no 2589, Abu Dawud no 4874, At-Tirmidzi no 1999 dan lain-lain.
Sekian uraian ihwal Pengertian Ghibah, semoga bermanfaat.
0 Response to "Pengertian Ghibah"
Posting Komentar