Belajar Matematika Berdasarkan Paham Konstruktivisme
Konsep pembelajaran konstrutivis didasarkan kepada kerja akademik para mahir psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Para mahir konstruktivisme menyampaikan bahwa saat siswa mencoba menuntaskan tugas-tugas dikelas,maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif (wood,1990;Cobb,1992). Para mahir konstrutivis yang lain mengaakan bahwa perspektifnya konstrutivis,belajar matematika bukanla suatu proses ‘pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati,melaikan wacana mengorganisir aktivitas,dimana kegiatan ini diinterprestasikan secara luas termasuk acara dan berfikir konseptual. Konseptual itu sendiri yaitu berguru matematika proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Para mahir konstrutivis oke bahwa berguru maematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan rumus-rumus saja. Mereka menolak paham bahwa matematika dipelajari dalam satu koleksi ang berpolar linear. Setiap tahap dari pembelajaran melinatkan proses penelitian terhadap makna penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan memakai keterampilan intelegen dalam setting matematika.
Lebih jauh lagi para mahir konstruktivis merekomendasi untuk menyediakan lingkungan berguru dimana siswa sanggup mencapai konsep dasar,keterampilan algoritma,proses heuristic dan kebiasaan berafiliasi dan berefleksi. Dalam kaitanya dengan belajar, Cobb dkk.(1992) menguraikan bahwa ‘belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untu menuntaskan persoalan yang muncul sebagaimana mereka berpatisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas.
Confey (1990), yang juga banyak bicara dalam konsturuktivisme memperlihatkan suatu powerful construction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi pengertian matematika melalui pengalaman,ia mengidentifikasi 10 karakteristik dari powerful consturction berfikir siswa. Lebih jauh ia menyampaikan bahwa “ powerful construction “ ditandai oleh :
a. Sebuah struktur dengan ukuran kekonsitenan internal
b. Suatu keterpaduan antar bermacam-maam konsep
c. Suatu kekonvergenan diantara aneka bentuk dan konteks
d. Kemampuan utuk merefleksi dan menjelaskan
e. Sebuah kesinambungan sejarah
f. Terikat kepada majemuk sistem simbol
g. Suatu yang cocok dengan beropini experts (ahli)
h. Suatu potensial untuk bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut
i. Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya
Semua ciri-ciri powerful di atas sanggup dipakai secara efektif dala proses berguru mengajar dikelas. Menurut Confrey (1990),siswa-siswa yang berguru matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria penilaian mereka yang mereka konstruksi misalkan dengan bertanya “Apakah ini disetujui oleh para ahli? Atau dalam istilah konstruktivis “ Apakah benar?”. Akibatnya pengetahuan matematika menjadi terisolasi dai sisa pengalaman mereka yang dikonstruksi dari agresi mereka didunia dalam rujukan yang impulsif da interaktif. Oleh alasannya yaitu itu pandangan siswa wacana kebenaran saat siswa berguru matematika perlu menerima pengawasan mahir dan masyarakat menjadi tidak lengkap. Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain yaitu menjustifikasi berfikirnya siswa dalam matematika. Salah satu yang fundamental dalam pembelajaran matematika berdasarkan konstrutivis yaitu suatu ketertarikan yang pandai dalam mempelajari karakter,keaslian,cerita,dan implikasinya.
Lagi berdasarkan konstruktivis bahwa secara substantif,belajar matematika yaitu proses pemecahan persoalan ( Cobb,1986;Confrey,1987;Thompson 1985). Konstrutivisme telah memfokuskan secara pribadi pada proses dimana siswa secara individual aktif mengkonstruksi realitas matematika mereka sendiri.( Cobb et.al,1991,hal 162). Terkait: Evaluasi Pembelajaran Matematika secara Konstruktivisme. Sumber http://www.marthamatika.com/
Para mahir konstrutivis oke bahwa berguru maematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan rumus-rumus saja. Mereka menolak paham bahwa matematika dipelajari dalam satu koleksi ang berpolar linear. Setiap tahap dari pembelajaran melinatkan proses penelitian terhadap makna penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan memakai keterampilan intelegen dalam setting matematika.
Lebih jauh lagi para mahir konstruktivis merekomendasi untuk menyediakan lingkungan berguru dimana siswa sanggup mencapai konsep dasar,keterampilan algoritma,proses heuristic dan kebiasaan berafiliasi dan berefleksi. Dalam kaitanya dengan belajar, Cobb dkk.(1992) menguraikan bahwa ‘belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba untu menuntaskan persoalan yang muncul sebagaimana mereka berpatisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas.
Confey (1990), yang juga banyak bicara dalam konsturuktivisme memperlihatkan suatu powerful construction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi pengertian matematika melalui pengalaman,ia mengidentifikasi 10 karakteristik dari powerful consturction berfikir siswa. Lebih jauh ia menyampaikan bahwa “ powerful construction “ ditandai oleh :
a. Sebuah struktur dengan ukuran kekonsitenan internal
b. Suatu keterpaduan antar bermacam-maam konsep
c. Suatu kekonvergenan diantara aneka bentuk dan konteks
d. Kemampuan utuk merefleksi dan menjelaskan
e. Sebuah kesinambungan sejarah
f. Terikat kepada majemuk sistem simbol
g. Suatu yang cocok dengan beropini experts (ahli)
h. Suatu potensial untuk bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut
i. Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya
Semua ciri-ciri powerful di atas sanggup dipakai secara efektif dala proses berguru mengajar dikelas. Menurut Confrey (1990),siswa-siswa yang berguru matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria penilaian mereka yang mereka konstruksi misalkan dengan bertanya “Apakah ini disetujui oleh para ahli? Atau dalam istilah konstruktivis “ Apakah benar?”. Akibatnya pengetahuan matematika menjadi terisolasi dai sisa pengalaman mereka yang dikonstruksi dari agresi mereka didunia dalam rujukan yang impulsif da interaktif. Oleh alasannya yaitu itu pandangan siswa wacana kebenaran saat siswa berguru matematika perlu menerima pengawasan mahir dan masyarakat menjadi tidak lengkap. Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain yaitu menjustifikasi berfikirnya siswa dalam matematika. Salah satu yang fundamental dalam pembelajaran matematika berdasarkan konstrutivis yaitu suatu ketertarikan yang pandai dalam mempelajari karakter,keaslian,cerita,dan implikasinya.
Lagi berdasarkan konstruktivis bahwa secara substantif,belajar matematika yaitu proses pemecahan persoalan ( Cobb,1986;Confrey,1987;Thompson 1985). Konstrutivisme telah memfokuskan secara pribadi pada proses dimana siswa secara individual aktif mengkonstruksi realitas matematika mereka sendiri.( Cobb et.al,1991,hal 162). Terkait: Evaluasi Pembelajaran Matematika secara Konstruktivisme. Sumber http://www.marthamatika.com/
0 Response to "Belajar Matematika Berdasarkan Paham Konstruktivisme"
Posting Komentar