Geopolitik Indonesia
GEOPOLITIK INDONESIA
Dilengkapi dengan Studi Kasus Ambalat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDilengkapi dengan Studi Kasus Ambalat
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam korelasi dengan kehidupan insan dalam suatu Negara dalam hubungannya dengan lingkungan alam, kehidupan insan di dunia mempunyai kedudukan sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai wakil Tuhan (khlifatullah) di bumi yang mendapatkan amanatnya untuk mengelola kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan sang pencipta dengan penuh ketulusan. Adapun sebagai wakil Tuhan di bumi, insan dalam hidupnya berkewajiban memelihara dan dan memanfaatkan segenap karunia kekayaan alam dengan sebaik-baiknya untuk kebutuhan hidupnya. Kedudukan insan tersebut meliputi tiga segi hubungan, yaitu: Hubungan antara insan dengan Tuhan, korelasi antar manusia, dan korelasi antara insan dengan makhluk lainnya. Bangsa Indonesia sebagai umat insan religious dengan sendirinya harus sanggup berperan sesuai dengan kedudukan tersebut.
Sebagai Negara kepulauan dengan masyarakatnya yang beraneka ragam, Negara Indonesia mempunyai unsure-unsur kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang taktik dan kaya akan sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara.
Dalam pelaksanannya bangsa Indonesia tidak bebas dari imbas interaksi dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu mempunyai prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman biar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai keinginan dan tujuan nasionalnya. Salah satu pedoman bangsa Indonesia yakni wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara. Sehingga kelompok kami menyebabkan masalah Ambalat yang menjadi Studi masalah dalam kiprah kelompok ini.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah ada, penulis merumuskan beberapa permasalahan diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan geopolitik Indonesia dan wawasan Nusantara?
2. Faktor apa sajakah yang mensugesti wawasan nusantara?
3. Apakah Unsur-Unsur Dasar Wawasan Nusantara
4. Bagaimana korelasi wawasan nusantara dan ketahan Nasional?
5. Apa yang menjadi salah satu studi masalah terkait tema, dimana hal itu merupakan informasi terkini pada bangsa Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi kiprah kelompok Pendidikan Kewarganegaraan
2. Untuk dijadikan materi dalam aktivitas diskusi
3. Untuk mengetahui korelasi wawasan nusantara dengan ketahanan nasional.
D. Metode dan teknik penulisan
Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini yakni metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang bersifat teoritis yang kemudian data tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman untuk melihat adanya ketidaksesuaian antara teori dengan kenyataan sebagai penyebab dari permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini. Sumber – sumber yang dijadikan sebagai tumpuan untuk studi pustaka diperoleh dari banyak sekali sumber bacaan. Baik itu buku maupun situs – situs yang ada di internet.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ini yakni sebagai berikut :
BAB I : Merupakan penggalan pendahuluan yang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode dan tehnik penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II: Merupakan pembahasan yang menguraikan perihal tema yang dibahas berdasarkan hasil pengolahan data dan informasi dari banyak sekali sumber.
BAB III : Merupakan penggalan simpulan dari karya tulis ini dalam bentuk kesimpulan hasil dan saran – saran yang disampaikan penulis.
1. Geopolitik Indonesia
A. Pengertian
Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan taktik nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu Negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung kepada system politik suatu Negara. Sebaliknya, politik Negara itu secara langsung akan berdampak pada geografi Negara yang bersangkutan. Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu Negara.
Sebagai Negara kepulauan, dengan masyarakat yang berbhinneka, Negara Indonesia mempunyai unsur-unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara ini. Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia tercermin pada momentum sumpah cowok tahun 1928 dan kemudian dilanjutkan dengan usaha kemerdekaan yang puncaknya terjadi pada dikala proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Penyelenggaraan Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai system kehidupan nasional bersumber dari dan bermuara pada landasan ideal pandangan hidup dan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. dalam pelaksanaannya bangsa Indonesia tidak bebas dari imbas interaksi dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu mempunyai prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman biar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai keinginan dan tujuan nasionalnya. Salah satu pedoman bangsa Indonesia yakni wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara sehingga disebut dengan wawasan nusantara. Kepentingan nasional yang fundamental bagi bangsa Indonesia yakni upaya menjamin persatuan dan kesatuan wilayah, bangsa, dan segenap aspek kehidupan nasionalnya. Karena hanya dengan upaya inilah bangsa dan Negara Indonesia sanggup tetap eksis dan sanggup melanjutkan usaha menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Oleh alasannya yakni itu, wawasan nusantara yakni geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan pengertian bahwa dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhan (Suradinata; Sumiarno: 2005).
B. Pengertian Wawasan Nusantara
Istilah wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan indrawi. Akar kata ini membentuk kata ‘mawas’ yang berarti memandang, meninjau, atau melihat, atau cara melihat.sedangkan istilah nusantara berasal dari kata ‘nusa’ yang berarti diapit diantara dua hal. Istilah nusantara digunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan formasi pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara samudra Pasifik dan samudra Indonesia, serta diantara benua Asia dan benua Australia.
Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa perihal diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau keinginan nasionalnya. Sedangkan wawasan nusantara mempunyai arti cara pandang bangsa Indonesia perihal diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan keinginan nasionalnya.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara
1. Wilayah (Geografi)
a. Asas Kepulauan (Archipelagic Principle)
Kata ‘Archipelago’ dan ‘Archipelagic’ berasal dari kata Italia ‘Archipelagos’. Akar katanya yakni ‘archi’ yang berarti terpenting, terutama, dan ‘pelagos’ berarti laut atau wilayah lautan. Jadi, ‘Archipelago’ berarti lautan terpenting.
Istilah ‘Archipelago’ yakni wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya. Arti ini kemudian menjadi pulau-pulau saja tanpa menyebut unsur lautnya sebagai akhir perembesan bahasa barat, sehingga Archipelago selalu diartikan kepulauan atau kumpulan pulau.
Lahirnya asas Archipelago mengandung pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam kesatuan utuh, sementara tempat unsure perairan atau lautan antara pulau-pulau berfungsi sebagai unsur penghubung dan bukan unsur pemisah. Asas dan wawasan kepulauan ini dijumpai dalam pengertian the Indian Archipelago. Kata Archipelago pertama kali digunakan oleh Johan Crawford dalam bukunya the history of Indian Archipelago (1820). Kata Indian Archipelago diterjemahkan kedalam bahasa Belanda Indische Archipel yang semula ditafsirkan sebagai wilayah Kepulauan Andaman hingga Marshanai.
b. Kepulauan Indonesia
Bagian wilayah Indische Archipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederlandsch oostindishe Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai sebutan untuk kepulauan ini sudah banyak nama yang dipakai, yaitu ‘Hindia Timur’, ‘Insulinde’ oleh Multatuli, ‘nusantara’. ‘indonesia’ dan ‘Hindia Belanda’ (Nederlandsch-Indie) pada masa penjajahan Belanda. Bangsa Indonesia sangat mengasihi nama ‘Indonesia’ meskipun bukan dari bahasanya sendiri, tetapi ciptaan orang barat. Nama Indonesia mengandung arti yang tepat, yaitu kepulauan Indonesia. Dalam bahasa Yunani, ‘Indo’ berarti India dan ‘nesos’ berarti pulau. Indonesia mengandung makna spiritual yang didalamnya terasa ada jiwa usaha menuju keinginan luhur, Negara kesatuan, kemerdekaan dan kebebasan.
c. Konsepsi perihal Wilayah Indonesia
Dalam perkembangan aturan laut internasional dikenal beberapa konsepsi mengenai pemilikan dan penggunaan wilayah laut sebagai berikut :
1. Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya.
2. res Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu yakni milik masyarakat dunia alasannya yakni itu tidak sanggup dimiliki oleh masing-m,asing Negara
3. Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut yakni bebas untuk semua bangsa
4. Mare Clausum (the right and dominion of the sea), menyatakan bahwa hanya laut sepanjang pantai saja yang dimiliki oleh suatu Negara sejauh yang sanggup dikuasai dari darat (waktu itu kira-kira sejauh tiga mil)
5. Archipelagic State Pinciples (Asas Negara Kepulauan) yang menyebabkan dasar konvensi PBB perihal hokum laut.
Saat ini Konvensi PBB perihal Hukum Laut (United Nation Convention on the Law of the sea UNCLOS) mengakui adanya keinginan untuk membentuk tertib hokum laut dan samudra yang sanggup memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan laut dan samudra secara damai. Di samping itu ada keinginan pula untuk mendayagunakan kekayaan alamnya secara adil dan efesien, konservasi dan pengkajian hayatinya, serta derma lingkungan laut.
Sesuai dengan aturan laut Internasional, secara garis besar Indonesia sebagai Negara kepulauan mempunyai Teritorial, Perairan Pedalaman, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landasan Kontinental. Masing-masing sanggup dijelaskan sebagai berikut :
1. Negara kepulauan yakni suatu Negara yang seluruhnya terdiri atas satu atau lebih kepulauan sanggup meliputi pulau-pulau lain. Pengertian kepulauan yakni formasi pulau, termasuk penggalan pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian erat sehingga pulau-pulau perairan dan wujud alamiah lainnya merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara histories dianggap demikian.
2. laut territorial yakni salah satu wilayah laut yang lebarnya tidak melebihi 12 nil laut diukur dari garis pangkal, sedangkan garis pangkal yakni garis air surut terendah sepanjang pantai, menyerupai yang terlihat pada peta laut skala besar yang berupa garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari dua pulau dengan batasan-batasan tertentu sesuai konvensi ini. Kedaulatan suatu Negara pantai meliputi daratan, perairan pedalaman dan laut territorial tersebut.
3. perairan pedalaman yakni wilayah sebelah dalam daratan atau sebelah dalam dari garis pangkal.
4. zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dihentikan melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. Di dalam ZEE Negara yang bersangkutan mempunyai hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam hayati dari perairan.
5. landasan kontinen suatu Negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratannya. Jarak 200 mil laut dari garis pangkal atau sanggup lebih dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, dihentikan melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 m.
d. Karakteristik Wilayah Nusantara
Nusantara berarti Kepulauan Indonesia yang terletak diantara benua Asia dan benua Australia dan diantara samudra Pasifik dan Samudra Hindia, yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau besar maupun kecil. Jumlah pulau yang sudah mempunyai nama yakni 6.044 buah. Kepulauan Indonesia terletak pada batas-batas astronomi sebagai berikut :
Utara : 60 08’ LU
Selatan : 110 15’ LS
Barat : 940 45’ BT
Timur : 1410 05’ BT
Jarak utara selatan sekitar 1.888 km, sedangkan jarak barat timur sekitar 5.110 km. bila diproyeksikan pada peta benua Eropa, maka jarak barat timur tersebut sama dengan jarak antara London dengan Ankara, Turki. Bila diproyeksikan pada peta Amerika Serikat, maka jarak teresbut sama dengan jarak antara pantai barat dan pantai timur Amerika Serikat.
Luas wilayah Indonesia seluruhnya yakni 5.193.250 km2, yang terdiri atas daratan seluas 2.027.087 km2 dan perairan 127.166.163 km2. luas wilayah daratan Indonesia jikalau dibandingkan dengan Negara-negara Asia Tenggara merupakan yang terluas.
2. Geopolitik dan Geostrategi
a. Geopolitik
1). Asal istilah Geopolitik
Istilah geopolitik semula diartikan oleh Frederic Ratzel (1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (Political Geogrephy). Istilah ini kemudian dikembangkan dan diperluas oleh sarjaan ilmu politik Swedia, Rudolph Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964)dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan dari dau istilah di atas terletak pada titik perhatian dan tekanannya, apakah pada bidang geografi ataukah politik. Ilmu bumi politik (Political Geography) mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geography.
Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dalam memilih alternative kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-prinsip dalam heopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan nasional. Pengertian geopolitik telah dipraktekan semenjak kurun XIX, tetapi pengertiannya gres tumbuh pada awal kurun XX sebagai ilmu penyelenggaraan Negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa.
2). Pandangan Ratzel dan kjellen
Frederich Ratzel pada simpulan kurun ke-19 menyebarkan kajian geografi politik dengan dasar pandangan bahwa Negara yakni menyerupai organisme atau makhluk hidup. Dia memandang Negara dari sudut konsep ruang. Negara yakni ruang yang ditempati oleh kelompok masyarakat politik (bangsa). Bangsa dan Negara terikat hokum alam. Jika bangsa dan Negara ingin tetap eksis dan berkembang, maka harus diberlakukan hokum perluasan (pemekaran wilayah).
Disamping itu Rudolph Kjellen beropini bahwa Negara yakni organisme yang harus mempunyai intelektual. Nagara merupakan system politik yang meliputi geopolitik, ekonomi politik, kratopolitik, dan sosiopolitik. Kjellen juga mengajukan paham ekspansionisme dalam rangka untuk mempertahankan Negara dan mengembangkannya. Selanjutnya ia mengajukan langkah strategis untuk memperkuat negaradengan memulai pembangunan kekuatan daratan (kontinental) dan diikuti dengan pembangunan kekuasaan maritim (maritim).
Pandangan Ratzel dan Kjellen hampir sama. Mereka memandang pertumbuhan Negara menyerupai dengan pertumbuhan organisme (makhluk hidup). Oleh alasannya yakni itu Negara memerlukan ruang hidup (lebensraum), serta mengenal proses lahir, tumbuh, mempertahankan hidup, menyusut dan mati. Mereka juga mengajukan paham ekspansionisme yang kemudian melahirkan anutan tabrak kekuatan (Power Politics atau Theory of Power).
3) . Pandangan Haushofer
Pandangan demikian ini semakin terang pada pemikiran Karl Haushofer yang pada masa itu mewarnai geopolitik Nazi Jerman dibawah pimpinan Hitler. Pemikiran Haushofer disamping berisi paham ekspansionisme juga mengandung anutan rasialisme, yang menyatakan bahwa ras Jerman yakni ras paling unggul yang harus sanggup menguasai dunia. Pandangan semacam ini juga berkembang di dunia, berupa anutan Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme.
Pokok-pokok Pemikiran Haushofer yakni sebagai berikut :
a) suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hokum alam. Hanya bangsa yang unggul (berkualitas) saja yang sanggup bertahan hidup dan terus berkembangan, sehingga hal ini menjurus kea rah rasialisme.
b) Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan sanggup mengejar kekuasaan Imperium maritime untuk menguasai pengawasan di lautan.
c) Beberapa Negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, dan Asia Barat (yakni Jerman dan Italia). Sementara Jepang akan menguasai wilayah Asia Timur Raya.
d) Geopolitik dirumuskan sebagai perbatasan. Ruang hidup bangsa dengan kekuasaan ekonomi dan social yang rasial mengharuskan pembagian gres kekayaan alam dunia. Geopolitik yakni landasan ilmiah bagi tindakan politik untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya dan mendapatkan ruang hidupnya. Berdasarkan teori yang bersifat ekspansionisme, wilayah dunia dibagi-bagi menjadi region-region yang akan dikuasai oleh bangsa-bangsa yang unggul menyerupai Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Inggris, dan Jepang.
4). Geopolitik bangsa Indonesia
Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang luhur dengan terang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. bangsa Indonesia yakni bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdeklaan. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan, alasannya yakni tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Oleh alasannya yakni itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan tabrak kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme, alasannya yakni semua insan mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa mempunyai hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.
Dalam korelasi internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaaan atau nasionalisme yang membentuk suatu wawasan kebangsaan dengan menolak pandangan Chauvisme. Bangsa Indonesia selalu terbuka untuk menjalin kerjasama antar bangsa yang saling menolong dan saling menguntungkan. Semua ini dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.
b. Geostrategi
Strategi yakni politik dalam pelaksaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau target yang ditetapkan sesuai dengan keinginan politik. Karena taktik merupakan upaya pelaksaan, maka taktik pada hakikatnya merupakan suatu seni yang implementasinya didasari oleh intuisi, perasaan dan hasil pengalaman. Strategi juga sanggup merupakan ilmu yang langkah-langlkahnya selalu berkaitan dengan data atau fakta yang ada. Seni dan ilmu digunakan sekaligus untuk membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu planning dan tindakan.
Sebagai pola pertimbangan geostrategis untuk Negara dan bangsa Indonesia yakni kenyataan posisi silang Indonesia dari banyak sekali aspek, disamping aspek geografi juga aspek-aspek demografi, ideology, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam.
Strategi biasanya menjangkau masa depan, sehingga pada umumnya taktik disusun secara sedikit demi sedikit dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian geostrategi yakni perumusan taktik nasional dengan memperhitungkan kondisi dan konstelasi geografi sebagai factor utamanya.
3. Perkembangan wilayah Indonesia dan Dasar Hukumnya
a. Sejak 17 Agustus 1945 hingga dengan 13 Desember 1957
Wilayah Negara Republik Indonesia ketika merdeka meliputi wilayah bekas hindia belanda berdasarkan ketentuan dalam “Teritoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie” tahun 1939 perihal batas wilayah laut territorial Indonesia. Ordonisasi tahun 1939 tersebut memutuskan batas wilayah laut teritorialsejauh 3 mil dari garis pantai ketika surut, dengan asas pulau demi pulau secara terpisah-pisah.
Pada masa tersebut wilayah Negara Indonesia bertumpu pada wilayah daratan pulau-pulau yang terpisah-pisah oleh perairan atau selat antara pulau-pulau itu. Wilayah laut territorial masih sangat sedikit alasannya yakni untuk setiap pulau hanya ditambah perairan sejauh 3 mil disekelilingnya. Sebagian besar wilayah perairan dalam pulau-pulau merupakan perairan bebas. Hal ini tentu tidak sesuai dengan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan RI.
b. Dari Deklarasi Juanda (13 Desember 1957) hingga dengan 17 Februari 1969
Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi jJuanda yang dinyatakan sebagai pengganti Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan sebagai berikut :
1) Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan RI yang utuh dan bulat.
2) Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia diubahsuaikan dengan asas Negara kepulaauan (Archipelagic State Principles)
3) Pengaturan kemudian lintas tenang pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Indonesia
Asas kepulauan itu mengikuti ketentuan Yurespundensi Mahkamah Internasional pada tahun 1951 ketika menuntaskan masalah perbatasan antara Inggris dengan Norwegia. Dengan berdasarkan asas kepulauan maka wilayah Indonesia yakni satu kesatuan kepulauan nusantara termasuk peraiarannyayang utuh dan bulat. Disamping itu, berlaku pula ketentuan “point to point theory “ untuk memutuskan garis besar wilayah antara titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar.
Deklarasi Juanda kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 4/Prp?1960 tanggal 18 Februari 1960 perihal Perairan Indonesia. Sejak itu terjadi perubahan bentuk wialayh nasional dan cara perhitungannya. Laut territorial diukur sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan, sehingga merupakan satu kesatuan wilayah yang utuh dan bulat. Semua perairan diantara pulau-pulau nusantara menjadi laut territorial Indonesia. Dengan demikian luas wilayah territorial Indonesia yang semula hanya sekitar 2 juta km2 kemudian bertambah menjadi 5 juta km2 lebih. Tiga per lima wilayah Indonesia berupa perairan atau lautan. Oleh alasannya yakni itu, Negara Indonesia dikenal sebagai Negara maritime.
Untuk mengatur kemudian lintas perairan maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1962 perihal kemudian lintas tenang di perairan pedalaman Indonesia, yang meliputi :
1) Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia,
2) Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut bebas,
3) Semua pelayaran dari dan ke laut bebas dengan melintasi perairan Indonesia.
Pengaturan demikian sesuai dengan salah satu tujuan Deklarasi Juanda tersebut, sebagai upaya menjaga keselamatan dan keamanan Negara.
c. Dari 17 Februari 1969 (Deklarasi Landas Kontinen) hingga sekarang
Deklarasi perihal landas kontinen Negara RI merupakan konsep politik yang berdasarkan konsep wilayah. Deklarasi ini dipandang pula sebagai upaya untuk mengesahkan Wawasan Nusantara. Disamping dipandang pula sebagai upaya untuk mewujudkan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. konsekuensinya bahwa sumber kekayaan alam dalam landas kontinen Indonesia yakni milik pribadi Negara.
Asas pokok yang termuat di dalam Deklarasi perihal landas kontinen yakni sebagai berikut :
1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landasan kontinen Indonesia yakni milik pribadi Negara RI
2) Pemerintah Indonesia bersedia menuntaskan soal garis batas landas kontinen dengan Negara-negara tetangga melalui perundingan
3) Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen yakni suatu garis yang di tarik ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar Negara tetangga.
4) Claim tersebut tidak mensugesti sifat serta status dari perairan diatas landas kontinen Indonesia maupun udara diatasnya.
Demi kepastian hokum dan untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah, asas-asas pokok tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1973 perihal Landas Kontinen Indonesia. Disamping itu UU ini juga memberi dasar bagi pengaturan eksplorasi serta penyidikan ilmiah atas kekayaan alam di landas kontinen dan masalah-masalah yang ditimbulkannya.
d. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Pengumuman Pemerintah Negara perihal Zona Ekonomi Eksklusif terjadi pada 21 Maret 1980. Batas ZEE yakni sekitar 200 mil yang dihitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan-alasan yang mendorong pemerintah mengumumkan ZEE yakni :
1) Persediaan ikan yang semakin terbatas
2) Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia
3) ZEE mempunyai kekuatan hokum internasional
Melalui usaha panjang di lembaga Internasional, hasilnya Konferensi PBB perihal Hukum Laut II di New York 30 April 1982 mendapatkan “The United Nation Convention on the Law of the sea” (UNCLOS), yang kemudian ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica oleh 117 negara termasuk Indonesia. Konvensi tersebut mengakui atas asas Negara Kepualauan serta memutuskan asas-asas pengukuran ZEE. Pemerintah dan dewan perwakilan rakyat RI kemudian menetapkam UU No.5 tahun 1983 perihal ZEE, serta UU No. 17 tahun 1985 perihal Ratifikasi UNCLOS. Sejak 3 Februari 1986 indonesia telah tercatat sebagai salah satu dari 25 negara yang telah meratifikasinya.
D. Unsur-Unsur Dasar wawasan Nusantara
1. Wadah
Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga komponen yaitu:
a. Wujud wilayah
Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang didalamnya terdapat formasi ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh dalamnya perairan. Baik laut maupun selat serta di atasnya merupakan satu kesatuan ruang wilayah. Oleh alasannya yakni itu nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan dalamnya. Sedangkan secara vertikal ia merupakan suatu bentuk kerucut terbuka ke atas dengan klimaks kerucut dipusat bumi.
Letak geografis negara berada di posisi dunia antar dua samudera dan dua benua. Letak geografis ini besar lengan berkuasa besar terhadap aspek-aspek kehidupan nasional di Indonesia. Perwujudan wilayah nusantara ini menyatu dalam kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
b. Tata Inti Organisasi
Bagi Indonesia, tat inti organiasi negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan pemerintahan, sistem pemerintahan dan sistem prwakilan. Negara Indonesia yakni negara kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang. Sistem pemerintahannya menganut sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia yakni negara aturan (Rechtsstaat) bukan negara kekuasaan (machsstaat). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai kedudukan kuat, yang tidak sanggup dibubarkan oleh Presiden. Anggota MPR merangkap sebagai anggota MPR.
c. Tata Kelengkapan Organisasi
Tata kelengkapan organisai yakni kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang meliputi partai politik, golongan dan organnisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh paratur negara.
Senus lapisan masyarakat itu diharapkann dapatt mewujudkab denokrasi yang secara konstiyusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan secara ideal berdasarkan dasar falsafah Pancasila, dalam banyak sekali aktivitas bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
2. Isi wawasan Nusantara
Isi Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan insan Indonesian dalam eksistensinya yang meliputi keinginan bangsa dan asas manunggal yang terpadu.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam pembukaab Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi:
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yng bebas.
3) Pemerintaahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesiadan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikutmmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh yang meliputi:
1) Satu kesatuan wilayah Nusantra yang meliputi daratan, perairan dan digantara secara terpadu.
2) Satu kesatuan politik, dalam arti Undang-Undang Dasar dan politik peelaksanaannyaserta satu ideologi dan identitas nasional.
3) Satu kesatuan sosial budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “BhinekaTunggal Ika”, satuu tertib sosil dan satu tertib hukum.Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekelurgaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
4) Satu kestuan pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata)
5) Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang meliputi aspek kehidupan nasional.
3.Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batinniah dan Lahiriah
a. Tata laris batiniah berdaasarkan falsafah bangsa yang membentuksikap mental bangsa yang memilki kekuatan batin.
b. Tata laris lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan kata dan karya, keterpaduan pembicaraan, pelaksanaan, pengawasan dan pengadilan.
E. Implementasi wawasan Nusantara
1. Wawasan Nusantara Sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
Falsafah pancasila diyakini sebgagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah usaha bangsa Indonesia semenjak awal proses pembentukan Negara kesatuan Republik Indonesia hingga sekarang. Konsep Wawasan Nusantara berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagi sila pertama yang kemudian melahirkan hakikat misi insan Indonesia yang terjabarkan pada sila-sila berikutnya. Wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah Pancasila menjadi landasan dan pedoman kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Dengan demikian wawasan Nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.dan Wawsan Nusantara merupakan konsep dasar bagi kebijakan dan taktik pembangunan Nasional.
2. Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu kesatuanPolitik
1) Kebulatan wilayah dengan segalaisinya merupakan modal dan milik bersama bangsa indonesia.
2) Kenaneka ragaman suku, budaya, dan bahasa kawasan serta agama yang dianutnya tetap dalam kesatuan bangsa Indonesia .
3) Secara psikologis, bangsa Indonesia merasa satu pesaudaran, senasib dan seperjuangan, sebangsa dan setanah air untuk mencapai satu keinginan bangsa yang sama.
4) Pancasila merupakan falsafah dan ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang membimbing ke arah tujuan dan keinginan yang sama.
5) Kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara sistem hukun nasional .
6) Seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem korelasi nasional.
7) Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut membuat ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar neeri bebas dan aktif.
b. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu kesatuan Politik
1) Kekayaan di seluruh wilayah Nusantara, baik potensial maupun efektif, yakni modal dan milik bangsa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata.
2) Tingakt perkembangan ekonomi harus seimbang dan harmonis di seluruh kawasan tanpa mengabaikan ciri khas yang mempunyai kawasan masing-masing.
3) Kehidupan perekonomi di seluruh Indonesia diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial budaya
1) Masyarakat Indonesia yakni satu bangsa yang harus mempunyai kehidupan serasidengan tingkat kemajuan yang merata dan seimbang sesuai dengan kemajuan bangsa.
2) Budaya Indonesia pada hakikatnya yakni satu kesatuan dengan coraka ragam budaya yaang menggambarkan kekayaan budaya bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya absurd asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya sanggup dinikmati.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan pertahanan Keamanan
1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau satu kawasan pada hakikatnya yakni ancaman terhadap seluruh bagsa dan negara.
2) Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
3. Penerapan Wawasan Nusantara
a. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan Nusantara, khususnya, di bidang wilayah, yakni diterimanya konsepsi Nusantara diforum internasional, sehingga terjaminlah integritas wilayah teriterorial Indonesia. Laut Indonesia yang semula dianggap bebas menjadi penggalan integral dari wilayah Indonesia. Di samping itu pengesahan terhadap landas kontinen Indonesia dan ZEE Indonesia menghasilakn pertambahan luas wilayah yang cukup besar.
b. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup tersebut menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
c. Pertambahan luas wilayah tersebut sanggup diterima oleh dunia o nternasional termasuk Negara-negara tetanga.
d. Penerapan wawasan nusantara dalam pemabangunan Negara di banyak sekali bidang tampak pada banyak sekali proyekpembangunan sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi.
e. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat pada kebijakan untuk menyebabkan bangsa Indonesia yang Bhineka Tungga Ika tetap merasa sebangsa dan setanah air, senasib sepenanggunan dengan asas pancasila.
f. Penerapan Wawasan Nusantara di bidang pertahanan keamanan terlihat pada kesiapan dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui Sistem Pertahan keamanan Rakyat semesta untuk menghadapi banyak sekali ancaman bangsa dan Negara.
4. Hubungan wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
Dalam penyelenggaraan kehidupan nasional biar tetap megarah pada pencapaian tujuan nasiaonal diperlakuakan suatu landasan dan pedoman yang kokoh berupa konsepsi wawasan nasional. Wawasan Nasional Indonesia menumbuhkan dorongan dan rangsangan untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan dan tujuan nasional. upaya pencapaian tujuan nasional dilakukan dengan pembangunan nasional yang juga harus berpedoman pada wawsan nasional.
Dalam proses pembangunan nasional untuk pencapaian tujuan nasional selalu menghadapi banyak sekali hambatan dan ancaman. Untuk mengatasi perlu dibangun suatu kondisi kehidupan nasional yang disebut katahan nasioanl. Kenerhasilan pembangunan akan meningkatkan kondisi dinamik kehidupan nasional dalam wujud ketahan nasional yang tangguh. Sebaliknya, ketahan nasional yang tangguh akan mendorong pembangunan nasional semakin baik.
Wawasan nasional bangsa nindonesia yakni wawasan Nusantara yang merupakan pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan biar proses pencapaian tujuan nasional tersebut sanggup berjalan dengan sukses. Oleh alasannya yakni itu perlu adanya suatu konsepsi Ketahanan Nasional yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.
Secara ringkas dapt dikatakan bahwa wawasan nusantara dan ketahan nasional merupakan konsepsi yang saling mendukung antara sebgai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara biar tetap jaya dan berkembang seterusnya.
2. Studi Kasus terkait Geopolitik Indonesia.
A. Ambalat, Diplomasi Vs Konfrontasi
AMBALAT kembali mencuri perhatian. Kapal perang Malaysia berkali- kali melanggar teritori Indonesia dan diusir armada angkatan laut kita. Mencuat pada 2005, mengapa krisis Ambalat kembali terjadi? Apa solusi terbaiknya? Ambalat yakni sebuah gugus pulau di sekitar 118.2558 Bujur Timur (BT)-118.254167 BT dan 2.56861 Lintang Utara (LU)- 3.79722 LU yang terletak di perairan Laut Sulawesi, sebelah timur Pulau Kalimantan Timur. Sengketa Ambalat Indonesia-Malaysia menyeruak alasannya yakni klaim kepemilikan. Pada 2005, krisis Ambalat ditandai dengan show of force kedua angkatan bersenjata, penembakan kapal nelayan kita oleh Malaysia, dan aneka agresi demonstrasi mengecam Malaysia. Ambalat disebut sebagai wilayah Republik Indonesia (RI) sesuai Undang-undang No 4 Tahun 1960 perihal Perairan RI yang telah sesuai dengan konsep aturan Negara Kepulauan (Archipelagic State). Undang-undang ini telah diakui dalam Konvensi PBB perihal Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) ditetapkan dalam Konferensi III PBB di Montego Boy, Jamaika, 10 Desember 1982. Konvensi ini kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang No 17 Tahun 1985 perihal pengesahan UNCLOS.
Malaysia mengklaim Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya sesuai dengan peta wilayah yang dibentuk Malaysia pada 1979. Peta itu didasarkan pada The Convention on The Territorial Sea and the Contiguous zone 1958 dan The Continental Self Convention 1958.
Peta Laut 1979 tersebut juga telah memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan ke dalam wilayah Malaysia. Malaysia memberi Ambalat (wilayah XYZ) kepada Shell atas dasar perjanjian bagi hasil (Production Sharing Contract ) pada 16 Februari 2005.
Masalah Penting
Masalah Ambalat menjadi penting bagi Indonesia alasannya yakni setidak-tidaknya ia meliputi tiga dari empat variabel kepentingan nasional. Pertama, dari sisi keamanan nasional, ada masalah penjagaan integritas wilayah nasional yang cukup sensitif. Bagi kaum realisme politik internasional, masalah- masalah keamanan nasional semacam ini justru menjadi fokus utama kebijakan negara. Pengamat militer, Andi Wijayanto dalam wawancara TVOne (27/5/09) menyatakan, langkah Malaysia sejatinya sanggup dimaknai sebagai upaya ingin menguji kedaulatan efektif kita atas Ambalat.
Kedua, ada duduk kasus gambaran dan harga diri bangsa alasannya yakni perasaan terlecehkan sebagai negara berdaulat dengan manuver angkatan laut Malaysia. Ini berakumulasi dengan memori kehilangan kita atas Sipadan dan Ligitan, aneka masalah kekerasan pada TKI, klaim Malaysia atas Lagu ”Rasa Sayange”, reog dan batik misalnya. Artinya para patriot dan nasionalis menginginkan bahwa harga diri kita harus tegak sebagai bangsa berdaulat.
Ketiga ada ancaman bagi kesejahteraan ekonomi alasannya yakni potensi ekonomi dari minyak Ambalat ditakutkan jatuh ke pihak luar. Pakar ekonomi minyak Dr Kurtubi pada 2005 menyatakan secara berangasan Ambalat mempunyai cadangan migas seharga 40 miliar dolar AS. Tentu, nilai ini cukup signifikan jikalau sanggup masuk ke kas negara kita
Dengan ketiga kepentingan nasional tersebut, maka pilihan instrumen politik luar negeri yang tersedia yakni diplomasi atau konfrontasi. Namun diplomasi mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, pada tataran praktik, secara nyata telah ada upaya diplomasi semenjak 2005 yang dijalankan kedua negara untuk menuntaskan Ambalat. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono (20/5/09) juga menyatakan perundingan Ambalat masih berlangsung. Artinya pilihan penyelesaian diplomatik yakni yang paling rasional meski harus dikawal.
Komunikasi Diplomatik
Penyelesaian diplomatik dimulai dengan pembukaan komunikasi diplomatik Indonesia dengan Malaysia (keterangan pers Departemen Luar Negeri, Jumat 4 Maret 2005). Malaysia menjawab pada 25 Februari 2005 dengan memberikan pandangan mereka bahwa wilayah itu yakni wilayahnya. Presiden SBY kemudian berkomunikasi dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi melalui telepon Senin 8 Maret 2005 sebelum meninjau Ambalat. Pembicaraan berlangsung konstruktif untuk menuntaskan masalah dengan baik dan Badawi pun akan mengirimkan Menteri Luar Negeri Malaysia untuk mengunjungi Indonesia.
Diplomasi memasuki babak gres sesudah Menlu Malaysia Syed Hamid Albar bertemu dengan Menlu RI Hasan Wirajuda di Jakarta (9/3/2005) bahkan diterima oleh Presiden SBY. Dalam pertemuan antarmenlu telah disepakati bahwa kedua belah pihak akan membentuk tim teknis yang akan melaksanakan perundingan ke arah penyelesaian Blok Ambalat. Pertemuan ”penyelesaian diplomasi” pertama dilakukan pada 22 dan 23 Maret 2005. Pertemuan tim teknis Indonesia-Malaysia dilanjutkan di Langkawi pada 25-26 Mei, di Yogyakarta 25-26 Juli, di Johor Baru pada 27-28 September 2005 dan Desember 2005.
Namun hingga 2006 masalah sengketa Blok Ambalat antara Malaysia dan Indonesia masih dalam proses perundingan oleh kedua negara dan belum ada penyelesaian yang sanggup diterima oleh kedua negara. Dalam pertemuan bilateral antara PM Abdullah Ahmad Badawi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung Negara Tri Arga, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 12-13 Januari 2006 telah disepakati bahwa, sengketa Blok Ambalat akan terus diselesaikan secara perundingan.
Kedua, secara moral penyelesaian diplomasi lebih dipilih alasannya yakni diplomasi merupakan instrumen politik luar negeri yang beradab, murah, dan terukur. Konfrontasi dan perang semakin banyak dicibir alasannya yakni tidak hanya mahal tetapi juga alasannya yakni imbas rusaknya yang sulit terkontrol. Yang menyedihkan yakni analisa bahwa dari sisi Alutsista kita akan kalah. Perintah untuk tidak mengeluarkan tembakan dari kapal perang kita da cukup mengusir kapal Malaysia cukup bijaksana. Alasan lain, Indonesia dan Malaysia yakni tetangga serumpun yang ada dalam kerangka ”the ASEAN Way” dalam penyelesaian aneka sengketa yang ada.
Fase Diplomasi
Alur penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri meliputi dua fase. Fase pertama yakni pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua yakni bagaimana kedua negara sanggup menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat. Jalan keluar ini ada tiga alternatif. Satu, negara yang bersengketa tidak menyepakati solusi dan membiarkan permasalahan ini tidak terselesaikan (baca: mengambang) dengan catatan negara yang bersengketa menyepakati suatu status quo. Dua, negara yang bersengketa tidak menyepakati batas, tetapi bersepakat untuk melaksanakan pengelolaan bersama. Tiga, negara yang bersengketa setuju untuk membawa sengketa mereka ke lembaga penyelesaian sengketa. Alur penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri meliputi dua fase. Fase pertama yakni pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua yakni bagaimana kedua negara sanggup menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat.
Jika diplomasi gagal maka krisis sanggup kembali terjadi kapan saja. Konfrontasi akan sangat kontra produktif bagi korelasi bilateral, maupun stabilitas regional ASEAN ke depan. Krisis dan konfrontasi juga akan berakibat perluasan spektrum politik luar negeri tidak lagi semata menjadi pembahasan para elite decision makers tetapi meluas merambah ke wilayah keterlibatan publik. Ini tentu saja positif dalam konteks demokratisasi politik luar negeri biar kebijakan yang diambil accountable terhadap rakyat.
Tetapi sayang, mencermati krisis terdahulu, keterlibatan publik lebih cenderung mengarah kepada ekspresi emosi, kemarahan, sweeping, seruan berperang, penggalangan relawan dan sebagainya. Padahal eloknya keterlibatan itu lebih terarah kepada pernyataan sikap, artikulasi kepentingan, maupaun agresi yang rasional dan terukur.
Penyelesaian Ambalat membutuhkan tidak hanya tekad dan upaya diplomasi bilateral berkelanjutan tetapi juga perilaku saling respek untuk tidak melaksanakan provokasi. Selagi diplomasi masih bergulir, provokasi dan pelanggaran teritori tentu berbahaya. Bagi Indonesia, diplomasi juga harus dikawal dengan memperlihatkan kewibawaan, kekuatan dan ketegasan. Kaum realis mengatakan, ‘’Jika ingin tenang bersiaplah untuk berperang’’ (if you want peace, prepare for war).
B. Tanggapan dan Beberapa Solusi Mengenai Kasus Ambalat
Pendahuluan
Malaysia dan Indonesia yakni dua negara tetangga yang sangat dekat, bukan hanya dari segi letak geografis tetapi dari segi budaya dan asal-usul bangsanya. Akan tetapi, walau serumpun dengan bahasa yang mirip, korelasi kedua negara tidak sanggup dikatakan selalu rukun dan manis. Sejarah kedua bangsa pernah dihiasi tinta hitam peperangan, yang dikenal dengan Konfrontasi Malaysia Indonesia pada tahun 1962-1965. Beberapa masalah sengketa perbatasan wilayah pun pernah terjadi antara keduanya.
Kasus yang paling baru, dan yang menjadi pembicaraan hangat beberapa bulan belakangan ini yakni sengketa kedua negara mengenai blok migas di perairan Ambalat di wilayah Sulawesi. Sengketa ini menjadi info hangat yang menghiasi media massa, di Indonesia khususnya. Melalui makalah ini kami ingin mencoba melihat bagaimana sengketa ini diselesaikan jikalau menggunakan pemikiran Donald W. Shriver dalam bukunya An Ethics for Enemis: Forgiveness in Politics, dan tujuh langkah membuat perdamaian berdasarkan Glenn Stassen dalam bukunya Just Peacemaking: transforming initiatives for
Justice and Peace
Pokok Masalah : Perairan Ambalat di Laut Sulawesi
Masalah antara Indonesia dan Malaysia seputar blok Ambalat mengemuka ketika terbetik kabar bahwa pemerintah Malaysia melalui perusahaan minyak nasionalnya, Petronas, menawarkan konsesi minyak (production sharing contract) kepada perusahaan minyak Shell, atas cadangan minyak yang terletak di Laut Sulawesi (perairan sebelah timur Kalimantan). Pemerintah Indonesia mengajukan protes atas hal ini alasannya yakni merasa bahwa wilayah itu berada dalam kedaulatan negara Indonesia.
Sebenarnya klaim Malaysia terhadap cadangan minyak di wilayah itu sudah diprotes Indonesia semenjak tahun 1980, menyusul diterbitkannya peta wilayah Malaysia pada tahun 1979. Peta tersebut mengklaim wilayah di Laut Sulawesi sebagai milik Malaysia dengan didasarkan pada kepemilikan negara itu atas pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia beranggapan bahwa dengan dimasukkannya Sipadan dan Ligitan sebagai wilayah kedaulatan Malaysia, secara otomatis perairan di Laut Sulawesi tersebut masuk dalam garis wilayahnya. Indonesia menolak klaim demikian dengan alasan bahwa klaim tersebut bertentangan dengan aturan internasional.
Untuk memperjelas pokok permasalahan mengenai sengketa wilayah ini, kutipan dari goresan pena Melda Kamil Ariadno, Pengajar Hukum Laut Fakultas Hukum UI, Ketua Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) FHUI, yang dimuat di Kompas, 8 Maret 2005, sanggup membantu.
Aksi dan Reaksi Yang Ditimbulkan
Walaupun pemerintah Indonesia dan Malaysia berulang kali menegaskan bahwa penyelesaian dengan cara kekerasan bukanlah pilihan yang mau diambil, dan kedua pihak akan mengedepankan obrolan melalui jalur-jalur diplomasi, masalah ini menjelma perdebatan seru alasannya yakni kedua pihak sama-sama kukuh pada pendiriannya. Malaysia melalui Perdana Menteri Abdullah Badawi dan Menlu Syeh Hamid Albar menegaskan bahwa pihaknya tidak salah dalam melaksanakan uniteralisasi peta 1979, dan bahwa konsesi yang diberikan Petronas kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di
wilayah teritorial Malaysia. Sementara pemerintah Indonesia melalui pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Deplu, TNI, maupun presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan melepaskan wilayah itu alasannya yakni wilayah itu merupakan kedaulatan penuh Indonesia. Tentang hal itu jurubicara Tentara Nasional Indonesia AL, Laksamana Pertama Abdul Malik Yusuf menyampaikan kepada Asia Times, “We will not let an inch of our land or a drop of our ocean fall into the hands of foreigners.”
Di Indonesia masalah ini kemudian menjadi santapan media massa dan memancing reaksi keras dari banyak sekali kalangan masyarakat. Sentimen anti-Malaysia dengan slogan “Ganyang Malaysia” pun kemudian berkumandang. Kedutaan Besar dan Konsulat-konsulat Malaysia tiba-tiba disibukkan dengan agresi unjuk rasa banyak sekali elemen masyarakat yang mengecam perilaku Malaysia itu. Di beberapa kawasan agresi tersebut diwarnai dengan pembakaran bendera Malaysia dan penggalangan sukarelawan “Front Ganyang Malaysia.” Pihak DPR-RI pun bersuara keras meminta pemerintah bertindak tegas atas
pelanggaran terhadap wilayah kedaulatan RI di Laut Sulawesi. Di wilayah yang dipersengketakan pun ketegangan-ketegangan terjadi antara tentara Malaysia dengan TNI. Tentara Nasional Indonesia menggelar pasukan dan kapal-kapal perangnya di wilayah tersebut, yang dikatakan untuk mengimbangi kapal-kapal perang Malaysia yang sudah lebih dulu ada di sana. Bahkan di Pulau Sebatik, yang berbatasan darat dengan Malaysia, Tentara Nasional Indonesia dan Tentara Diraja Malaysia saling mengarahkan moncong senjatanya, dan konon saling ejek pun kerap terjadi. Kapal-kapal perang Malaysia diberitakan mengganggu pembangunan mercusuar di atol Karang Unarang, bahkan sempat menangkap dan menyiksa seorang pekerjanya. Saling intimidasi antara kapal-kapal perang Malaysia dan kapal-kapal Tentara Nasional Indonesia AL terjadi tiap hari. Yang paling parah terjadi pada tanggal 8 April 2005, ketika KRI Tedong Naga saling serempet dengan KD Rencong di bersahabat Karang Unarang.
Insiden serempetan dua kapal perang itu kembali menghangatkan suasana, padahal sebelumnya pada tanggal 22-23 Maret 2005, telah diadakan pertemuan teknis antara perwakilan kedua negara untuk mencari solusi yang damai. Menlu Malaysia pun telah diterima presiden, dan beberapa anggota dewan perwakilan rakyat RI pun telah menemui PM Malaysia, untuk membicarakan langkah-langkah diplomasi. Kedua pemerintahan juga sudah setuju melanjutkan obrolan terencana setiap dua bulan.
Analisis Masalah : “Forgiveness” dan “Just Peacemaking”
Untuk mencari alternatif jalan keluar bagi masalah ini, kami akan memulai dengan melihat bagaimana reaksi sangat keras muncul dari masyarakat Indonesia terhadap isu ini. Padahal di Malaysia, berdasarkan Menlu Malaysia dalam wawancaranya dengan Gatra, masyarakatnya tenang-tenang saja dan menyerahkan duduk kasus sepenuhnya di tangan pemerintah. Memakai pemikiran Shriver dalam bukunya An Ethics for Enemis: Forgivenessin Politics , reaksi keras semacam ini sanggup dikatakan sebagai akhir memori kolektif sejarah ‘kekalahan’ Indonesia terhadap Malaysia. Memori masa konfrontasi dengan Malaysia di zaman Sukarno, dan kemudian kekalahan Indonesia dari Malaysia dalam masalah Sipadan-Ligitan di Mahkamah Internasional, serta merta membangkitkan kemarahan kolektif juga ketika Malaysia diberitakan ‘berulah’ lagi. Hal ini sanggup dilihat dari porsi demikian besar yang diberikan media terhadap masalah ini. Selain itu terlihat juga melalui komentar-komentar yang dilontarkan, bukan hanya oleh masyarakat biasa, tetapi juga oleh para politisi. Banyak yang mendorong pemerintah untuk bersikap keras, bahkan Zaenal Ma’arif, seorang politisi dari Partai Bintang Reformasi (PBR) meminta pemerintah untuk segera menyatakan perang melawan Malaysia.
Bila ditarik lebih jauh lagi, memori kolektif ‘kekalahan’ terhadap Malaysia ini sanggup dikaitkan juga dengan kenyataan bahwa jutaan orang Indonesia mengadu nasib sebagai pekerja kelas rendahan di Malaysia. Rasa rendah diri sebagai bangsa sanggup jadi tanda disadari telah tertanam dalam memori kolektif bangsa, sehingga ketika ada gejolak sedikit saja, rasa ‘terinjak-injak’ itu begitu kuat. Namun demikian, kami menyadari juga bahwa untuk menelusuri memori kolektif ini, diharapkan penelitian lanjut yang lebih mendalam. Akan tetapi, dengan memperhatikan gejala-gejala yang ada, yaitu dalam reaksi keras masyarakat Indonesia, setiap kali terjadi ‘persinggungan’ dengan Malaysia , kami beropini bahwa langkah awal untuk menuntaskan masalah dengan Malaysia untuk jangka panjang yakni dengan menelusuri dan mengungkapkan memori kolektif itu. Tanpa itu dilakukan, korelasi kedua bangsa yang bertetangga dan bersaudara serumpun ini, akan terus mengalami gejolak menyerupai yang terjadi belakangan ini.
Selain mencermati reaksi keras masyarakat Indonesia, langkah berikutnya yakni mencermati tindakan Malaysia melaksanakan klaim atas blok Ambalat ini. Memang informasi yang sanggup dikumpulkan perihal hal ini tidak begitu banyak, alasannya yakni pemerintah Malaysia maupun media Malaysia kelihatannya tidak terlalu membicarakan hal ini dengan terbuka. Akan tetapi, kami tertarik melihat perilaku Malaysia yang terlihat begitu enteng dalam melaksanakan klaim, dan juga begitu yakin akan posisinya.
PM Malaysia ketika ditanya perihal protes Indonesia terhadap klaim Malaysia dengan enteng memberikan bahwa konsesi yang diberikan Petronas kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di wilayah teritorial Malaysia. “Petronas niscaya mengerti bahwa wilayah itu yakni wilayah Malaysia alasannya yakni jikalau itu wilayah orang lain, untuk apa Petronas hingga ke sana.”
Malaysia juga begitu yakin dengan pendiriannya menarik batas wilayah dengan menggunakan asas titik pulau terluar, yang berlaku bagi negara kepulauan, padahal Malaysia bukan termasuk Negara kepulauan. Bila menggunakan prinsip ini, maka terlihat bahwa klaim Malaysia tidak hanya akan meliputi perairan Ambalat saja, tetapi sanggup jauh masuk ke dalam wilayah perairan antara Kalimatan penggalan Timur dan Sulawesi Utara penggalan Barat.
Sikap enteng Malaysia ini oleh beberapa pihak diduga alasannya yakni Malaysia menganggap masalah ini hanya masalah sumber daya alam. Sementara bagi Indonesia sengketa Ambalat bukanlah sekadar sengketa untuk mendapatkan sumber daya alam. Blok Ambalat merupakan wujud dari wilayah kedaulatan Indonesia. Kehilangan blok Ambalat berarti kehilangan sebagian wilayah kedaulatan. Bahkan blok Ambalat sanggup menjadi taruhan bagaimana Indonesia mempertahankan kedaulatannya di wilayah yang dipersengketakan oleh negara lain. Rakyat di Indonesia melihat sengketa blok Ambalat lebih sebagai masalah kedaulatan dan harga diri bangsa ketimbang sekadar perebutan potensi sumber daya alam.
Dengan mengadopsi tujuh langkah penciptaan perdamaiannya Glenn Stassen, apa yang dilakukan Malaysia ini jelas-jelas bukan langkah untuk membuat perdamaian. Karena itu yakni tidak ada artinya sama sekali ketika Menlu Malaysia menyampaikan bahwa pihaknya siap berunding dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh klaimnya.
Langkah pertama dalam penciptaan perdamaian berdasarkan Stassen yakni memutuskan keamanan bersama (affirm common security), dengan membangun tatanan yang tenang dan adil bagi semua pihak. Penetapan batas wilayah dengan membuat peta secara sepihak, dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan pengertian sepihak, menyerupai yang dilakukan oleh Malaysia, yakni tindakan yang sanggup dianggap kebalikan dari langkah ini. Penetapan batas wilayah menyerupai itu justru menggoyahkan keamanan bersama, bahkan membuat ancaman bagi pihak yang lain. Ketika ancaman sudah terjadi, obrolan yang mau diadakan pun akan menjadi lebih sulit untuk dijalankan dengan baik. Ini terlihat dalam pertemuan teknis Malaysia-Indonesia membahas masalah Ambalat yang diadakan di Bali tanggal 22-23 Maret lalu. Pertemuan itu berakhir tanpa hasil apa-apa, alasannya yakni kedua pihak tetap pada pendirian masing-masing.
Karena dalam masalah ini ancaman sudah terjadi, dan tatanan yang tenang dan adil digoyahkan, langkah kedua yang dianjurkan Stassen perlu diperhatikan baik-baik. Itu yakni mengambil inisiatif lebih dulu untuk perdamaian (take independent initiatives). Dalam masalah ini, pihak yang manakah yang mengambil inisiatif lebih dulu untuk menuntaskan masalah? Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa telah mengupayakan obrolan atas klaim Malaysia ini semenjak lama, yaitu semenjak tahun 1980, tetapi tidak menerima jawaban berarti, hingga kasusnya menjadi besar alasannya yakni diberikannya konsesi kepada Shell oleh Petronas Malaysia.
Pemerintah Malaysia melalui Menlunya menyampaikan bahwa justru Indonesialah yang melaksanakan inisiatif provokatif, dengan membangun mercusuar di atol Karang Unarang yang diklaim Malaysia sebagai wilayahnya, sedangkan Malaysia selalu siap untuk berunding. Hanya pertanyaan yang diajukan pihak Indonesia yakni berunding dengan kondisi menyerupai apa? Apakah dengan kondisi melaksanakan pengesahan implisit akan klaim Malaysia lebih dulu (dengan tidak memasuki lagi wilayah yang sudah diklaim Malaysia)? Pemerintah Indonesia bersikukuh obrolan dilakukan dengan tetap membangun mercusuar itu, alasannya yakni itu termasuk wilayahnya. Jalan tengah yang sanggup ditawarkan yakni dengan membiarkan wilayah itu menjadi wilayah tak bertuan untuk sementara, hingga ditemukan titik temu melalui dialog. Namun, melihat perkembangan yang ada sekarang. Kelihatannya pilihan status quo itu juga enggan untuk diterima.
Akan tetapi, ada langkah ketiga berdasarkan Stassen, yaitu Talk to your enemy. Bicaralah, lakukan negosiasi/perundingan, cari jalan keluar dengan menggunakan metode-metode penyelesaian konflik Tentang hal ini, sudah dilakukan satu kali dan belum berhasil. Namun dijanjikan untuk bertemu kembali bulan Mei, dan kita harus menunggu.
Sambil menunggu, langkah keempat mungkin sanggup dilakukan. Itu yakni mengutamakan hak asasi insan dan keadilan. Penyelesaian konflik yang sudah terjadi harus mengingat hal ini. Kampanye-kampanye anti Malaysia dengan semangat berperang menyerupai membentuk Front Ganyang Malaysia, merekrut sukarelawan yang siap membela tanah air melawan Malaysia, harus ditinggalkan. Perang hanya akan meninggalkan kesengsaraan. Pengalaman konfrontasi berdarah di masa Soekarno seharusnya menjadi pelajaran. Banyak jiwa yang melayang dan perekonomian negara pun morat marit karenanya. Yang harus dikampanyekan yakni bagaimana menyembuhkan luka-luka bersama akibat
memori kolektif tadi itu.
Selain itu, satu hal lain yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia yakni meningkatkan perhatiannya terhadap wilayah-wilayah terluar Indonesia. Sudah usang wilayah-wilayah perbatasan menyerupai di ujung Barat Sumatera, ujung Utara Sulawesi, ujung Selatan Timor, dan ujung Timur Papua, menjadi ‘anak terlantar’. Perhatian melalui pembangunan akomodasi sosial bagi masyarakat di wilayah-wilayah ini sangat penting. Sipadan dan Ligitan ditetapkan sebagai wilayah Malaysia oleh Mahkamah Internasional di tahun 1998 juga alasannya yakni kedua wilayah itu tidak pernah ‘disentuh’ oleh Indonesia, namun dibangun dan dikelola oleh Malaysia.
Langkah kelima dan keenam, yang berdasarkan kami masih berkaitan erat yakni Memutus lingkaran setan kekerasan, turut serta dalam penciptaan perdamaian dan Mengakhiri propaganda saling menyalahkan, termasuk menawarkan kompensasi/ganti rugi kepada yang dirugikan. Langkah-langkah ini sangat penting, dan dalam masalah Malaysia dan Indonesia, berdasarkan saya kedua bangsa harus menoleh bersama ke belakang, sejarah konflik yang pernah terjadi antara kedua bangsa harus diungkapkan, dan kemudian mencari jalan untuk mengakhiri semua kecurigaan satu dengan yang lain .Kedua langkah ini terkait erat dengan teori Shriver, “mengungkapkan untuk mengingat kejahatan yang sudah dilakukan, dan kemudian mengampuni.”
Kemudian langkah yang terakhir yakni bekerja bahu-membahu untuk menuntaskan konflik ini dengan transparan dan terbuka. Semua upaya untuk pengungkapan masalah dilakukan dengan jujur dan terbuka untuk kedua bangsa. Kami tidak baiklah dengan pendapat Menlu Malaysia yang menyampaikan bahwa masalah ini hanya masalah teknis sehingga masyarakat Malaysia tidak perlu tahu. Ini hanya urusan dua pemerintahan.
Proses negosiasi, kemajuan-kemajuan dan hambatan-hambatannya harus dibentuk terbuka kepada publik, sehingga publik sanggup turut berpartisipasi dengan menyumbangkan opininya.
Penutup
Dengan menerapkan tujuh langkah ini dalam proses perundingan, serta dengan menjalankan juga pengungkapan luka dalam memori kolektif kedua bangsa, masalah sengketa Ambalat ini berdasarkan kami akan sanggup diselesaikan dengan lebih menyeluruh. Bukan hanya sekedar menuntaskan satu masalah yang kini saja, tetapi juga meletakkan dasar bersama untuk menghadapi masalah-masalah serupa di masa mendatang.
Namun demikian, kami menyadari bahwa berteori selalu lebih gampang daripada menerapkan dalam kenyataan. Memakai cara Shriver dan Stassen untuk menuntaskan sengketa Ambalat juga masih perlu dibuktikan. Akan tetapi, Glenn Stassen memperlihatkan keberhasilan teorinya dalam menyingkirkan rudal-rudal balistik di Eropa, alasannya yakni itu kami sanggup optimis juga, kalau cara ini juga sanggup saja berhasil di sini.
Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan taktik nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu Negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung kepada system politik suatu Negara. Sebaliknya, politik Negara itu secara langsung akan berdampak pada geografi Negara yang bersangkutan. Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu Negara.
Indonesia dan Malaysia yakni dua negara yang saling berdekatan dan menjalin korelasi bilateral yang sudah berlangsung semenjak lama. Meski demikian, antara kedua negara ini sering terjadi perselisihan, khususnya mengenai permasalah batas wilayah. Fakta memperlihatkan beberapa pulau yang telah diambil oleh pihak Malaysia dari Indonesia, contohnya menyerupai Pulau Sipadan dan Ligitan. Dan hingga kini yang menjadi permasalahan terbaru, kedua pihak tersebut sedang memperebutkan satu wilayah yang kaya akan sumber daya minyak. Malaysia mengklaim kawasan Ambalat, yang terletak di sebelah timur Pulau Kalimantan Timur tersebut termasuk kedalam kepemilikan wilayahnya. Indonesia yang mempunyai bukti kuat atas kepemilikannya, tidak begitu saja mendapatkan pernyataan mentah tersebut. Sehingga hal ini membuat sautu korelasi yang kurang baik di antara dua pihak melalui konflik yang ditimbulkan. Dan parahnya, hingga kini belum didapatkan jalan keluar yang sanggup menguntungkan kedua belah pihak.
Dari kesimpulan yang sanggup kami kemukakan di atas. Kami mengaharapkan biar pemerintah Indonesia sanggup lebih tegas dalam menyegerakan permasalahan Ambalat tersebut. Karena hal ini sanggup memperlihatkan Sistem Geopolitik Indonesia yang kuat kepada seluruh dunia. Supaya mereka tidak dengan gampang meremehkan martabat bangsa Indonesia. Indonesia telah merdeka, maka sepatutnya kita menghapuskan segala praktek yang bertautan dengan asas kemerdekaan yang telah direnggut bangsa Indonesia.
Bagi masyarakat Indonesia sendiri, jangan gampang terpengaruh untuk melaksanakan agresi kekerasan dan tak beretika demi mengungkapkan aspirasinya terhadap permasalahan yang dimaksud. Kita harus tetap berkepala cuek dalam menuntaskan banyak sekali permasalahan, bukankah itu yakni hal yang paling baik untuk tidak menebar kebencian dan kerusakan di muka bumi ini. Untuk itu selesaikanlah masalah ini dengan cara tenang mencapai jalan keluar yang saling menguntungkan Indonesia dengan negara serumpunnya, Negeri Jiran Malaysia.
Sumber http://makalahdanskripsi.blogspot.com
Sebagai Negara kepulauan dengan masyarakatnya yang beraneka ragam, Negara Indonesia mempunyai unsure-unsur kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang taktik dan kaya akan sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara.
Dalam pelaksanannya bangsa Indonesia tidak bebas dari imbas interaksi dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu mempunyai prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman biar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai keinginan dan tujuan nasionalnya. Salah satu pedoman bangsa Indonesia yakni wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara. Sehingga kelompok kami menyebabkan masalah Ambalat yang menjadi Studi masalah dalam kiprah kelompok ini.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah ada, penulis merumuskan beberapa permasalahan diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan geopolitik Indonesia dan wawasan Nusantara?
2. Faktor apa sajakah yang mensugesti wawasan nusantara?
3. Apakah Unsur-Unsur Dasar Wawasan Nusantara
4. Bagaimana korelasi wawasan nusantara dan ketahan Nasional?
5. Apa yang menjadi salah satu studi masalah terkait tema, dimana hal itu merupakan informasi terkini pada bangsa Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi kiprah kelompok Pendidikan Kewarganegaraan
2. Untuk dijadikan materi dalam aktivitas diskusi
3. Untuk mengetahui korelasi wawasan nusantara dengan ketahanan nasional.
D. Metode dan teknik penulisan
Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini yakni metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang bersifat teoritis yang kemudian data tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman untuk melihat adanya ketidaksesuaian antara teori dengan kenyataan sebagai penyebab dari permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini. Sumber – sumber yang dijadikan sebagai tumpuan untuk studi pustaka diperoleh dari banyak sekali sumber bacaan. Baik itu buku maupun situs – situs yang ada di internet.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ini yakni sebagai berikut :
BAB I : Merupakan penggalan pendahuluan yang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode dan tehnik penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II: Merupakan pembahasan yang menguraikan perihal tema yang dibahas berdasarkan hasil pengolahan data dan informasi dari banyak sekali sumber.
BAB III : Merupakan penggalan simpulan dari karya tulis ini dalam bentuk kesimpulan hasil dan saran – saran yang disampaikan penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
GEOPOLITIK INDONESIA DAN STUDI KASUSNYA YANG RELEVAN
PEMBAHASAN
GEOPOLITIK INDONESIA DAN STUDI KASUSNYA YANG RELEVAN
1. Geopolitik Indonesia
A. Pengertian
Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan taktik nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu Negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung kepada system politik suatu Negara. Sebaliknya, politik Negara itu secara langsung akan berdampak pada geografi Negara yang bersangkutan. Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu Negara.
Sebagai Negara kepulauan, dengan masyarakat yang berbhinneka, Negara Indonesia mempunyai unsur-unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara ini. Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia tercermin pada momentum sumpah cowok tahun 1928 dan kemudian dilanjutkan dengan usaha kemerdekaan yang puncaknya terjadi pada dikala proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Penyelenggaraan Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai system kehidupan nasional bersumber dari dan bermuara pada landasan ideal pandangan hidup dan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. dalam pelaksanaannya bangsa Indonesia tidak bebas dari imbas interaksi dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu mempunyai prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman biar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai keinginan dan tujuan nasionalnya. Salah satu pedoman bangsa Indonesia yakni wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara sehingga disebut dengan wawasan nusantara. Kepentingan nasional yang fundamental bagi bangsa Indonesia yakni upaya menjamin persatuan dan kesatuan wilayah, bangsa, dan segenap aspek kehidupan nasionalnya. Karena hanya dengan upaya inilah bangsa dan Negara Indonesia sanggup tetap eksis dan sanggup melanjutkan usaha menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Oleh alasannya yakni itu, wawasan nusantara yakni geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan pengertian bahwa dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhan (Suradinata; Sumiarno: 2005).
B. Pengertian Wawasan Nusantara
Istilah wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan indrawi. Akar kata ini membentuk kata ‘mawas’ yang berarti memandang, meninjau, atau melihat, atau cara melihat.sedangkan istilah nusantara berasal dari kata ‘nusa’ yang berarti diapit diantara dua hal. Istilah nusantara digunakan untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan formasi pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara samudra Pasifik dan samudra Indonesia, serta diantara benua Asia dan benua Australia.
Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa perihal diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau keinginan nasionalnya. Sedangkan wawasan nusantara mempunyai arti cara pandang bangsa Indonesia perihal diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan keinginan nasionalnya.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara
1. Wilayah (Geografi)
a. Asas Kepulauan (Archipelagic Principle)
Kata ‘Archipelago’ dan ‘Archipelagic’ berasal dari kata Italia ‘Archipelagos’. Akar katanya yakni ‘archi’ yang berarti terpenting, terutama, dan ‘pelagos’ berarti laut atau wilayah lautan. Jadi, ‘Archipelago’ berarti lautan terpenting.
Istilah ‘Archipelago’ yakni wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya. Arti ini kemudian menjadi pulau-pulau saja tanpa menyebut unsur lautnya sebagai akhir perembesan bahasa barat, sehingga Archipelago selalu diartikan kepulauan atau kumpulan pulau.
Lahirnya asas Archipelago mengandung pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam kesatuan utuh, sementara tempat unsure perairan atau lautan antara pulau-pulau berfungsi sebagai unsur penghubung dan bukan unsur pemisah. Asas dan wawasan kepulauan ini dijumpai dalam pengertian the Indian Archipelago. Kata Archipelago pertama kali digunakan oleh Johan Crawford dalam bukunya the history of Indian Archipelago (1820). Kata Indian Archipelago diterjemahkan kedalam bahasa Belanda Indische Archipel yang semula ditafsirkan sebagai wilayah Kepulauan Andaman hingga Marshanai.
b. Kepulauan Indonesia
Bagian wilayah Indische Archipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederlandsch oostindishe Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai sebutan untuk kepulauan ini sudah banyak nama yang dipakai, yaitu ‘Hindia Timur’, ‘Insulinde’ oleh Multatuli, ‘nusantara’. ‘indonesia’ dan ‘Hindia Belanda’ (Nederlandsch-Indie) pada masa penjajahan Belanda. Bangsa Indonesia sangat mengasihi nama ‘Indonesia’ meskipun bukan dari bahasanya sendiri, tetapi ciptaan orang barat. Nama Indonesia mengandung arti yang tepat, yaitu kepulauan Indonesia. Dalam bahasa Yunani, ‘Indo’ berarti India dan ‘nesos’ berarti pulau. Indonesia mengandung makna spiritual yang didalamnya terasa ada jiwa usaha menuju keinginan luhur, Negara kesatuan, kemerdekaan dan kebebasan.
c. Konsepsi perihal Wilayah Indonesia
Dalam perkembangan aturan laut internasional dikenal beberapa konsepsi mengenai pemilikan dan penggunaan wilayah laut sebagai berikut :
1. Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya.
2. res Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu yakni milik masyarakat dunia alasannya yakni itu tidak sanggup dimiliki oleh masing-m,asing Negara
3. Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut yakni bebas untuk semua bangsa
4. Mare Clausum (the right and dominion of the sea), menyatakan bahwa hanya laut sepanjang pantai saja yang dimiliki oleh suatu Negara sejauh yang sanggup dikuasai dari darat (waktu itu kira-kira sejauh tiga mil)
5. Archipelagic State Pinciples (Asas Negara Kepulauan) yang menyebabkan dasar konvensi PBB perihal hokum laut.
Saat ini Konvensi PBB perihal Hukum Laut (United Nation Convention on the Law of the sea UNCLOS) mengakui adanya keinginan untuk membentuk tertib hokum laut dan samudra yang sanggup memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan laut dan samudra secara damai. Di samping itu ada keinginan pula untuk mendayagunakan kekayaan alamnya secara adil dan efesien, konservasi dan pengkajian hayatinya, serta derma lingkungan laut.
Sesuai dengan aturan laut Internasional, secara garis besar Indonesia sebagai Negara kepulauan mempunyai Teritorial, Perairan Pedalaman, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landasan Kontinental. Masing-masing sanggup dijelaskan sebagai berikut :
1. Negara kepulauan yakni suatu Negara yang seluruhnya terdiri atas satu atau lebih kepulauan sanggup meliputi pulau-pulau lain. Pengertian kepulauan yakni formasi pulau, termasuk penggalan pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian erat sehingga pulau-pulau perairan dan wujud alamiah lainnya merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara histories dianggap demikian.
2. laut territorial yakni salah satu wilayah laut yang lebarnya tidak melebihi 12 nil laut diukur dari garis pangkal, sedangkan garis pangkal yakni garis air surut terendah sepanjang pantai, menyerupai yang terlihat pada peta laut skala besar yang berupa garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari dua pulau dengan batasan-batasan tertentu sesuai konvensi ini. Kedaulatan suatu Negara pantai meliputi daratan, perairan pedalaman dan laut territorial tersebut.
3. perairan pedalaman yakni wilayah sebelah dalam daratan atau sebelah dalam dari garis pangkal.
4. zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dihentikan melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. Di dalam ZEE Negara yang bersangkutan mempunyai hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam hayati dari perairan.
5. landasan kontinen suatu Negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratannya. Jarak 200 mil laut dari garis pangkal atau sanggup lebih dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, dihentikan melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 m.
d. Karakteristik Wilayah Nusantara
Nusantara berarti Kepulauan Indonesia yang terletak diantara benua Asia dan benua Australia dan diantara samudra Pasifik dan Samudra Hindia, yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau besar maupun kecil. Jumlah pulau yang sudah mempunyai nama yakni 6.044 buah. Kepulauan Indonesia terletak pada batas-batas astronomi sebagai berikut :
Utara : 60 08’ LU
Selatan : 110 15’ LS
Barat : 940 45’ BT
Timur : 1410 05’ BT
Jarak utara selatan sekitar 1.888 km, sedangkan jarak barat timur sekitar 5.110 km. bila diproyeksikan pada peta benua Eropa, maka jarak barat timur tersebut sama dengan jarak antara London dengan Ankara, Turki. Bila diproyeksikan pada peta Amerika Serikat, maka jarak teresbut sama dengan jarak antara pantai barat dan pantai timur Amerika Serikat.
Luas wilayah Indonesia seluruhnya yakni 5.193.250 km2, yang terdiri atas daratan seluas 2.027.087 km2 dan perairan 127.166.163 km2. luas wilayah daratan Indonesia jikalau dibandingkan dengan Negara-negara Asia Tenggara merupakan yang terluas.
2. Geopolitik dan Geostrategi
a. Geopolitik
1). Asal istilah Geopolitik
Istilah geopolitik semula diartikan oleh Frederic Ratzel (1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (Political Geogrephy). Istilah ini kemudian dikembangkan dan diperluas oleh sarjaan ilmu politik Swedia, Rudolph Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964)dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan dari dau istilah di atas terletak pada titik perhatian dan tekanannya, apakah pada bidang geografi ataukah politik. Ilmu bumi politik (Political Geography) mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geography.
Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dalam memilih alternative kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-prinsip dalam heopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan nasional. Pengertian geopolitik telah dipraktekan semenjak kurun XIX, tetapi pengertiannya gres tumbuh pada awal kurun XX sebagai ilmu penyelenggaraan Negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa.
2). Pandangan Ratzel dan kjellen
Frederich Ratzel pada simpulan kurun ke-19 menyebarkan kajian geografi politik dengan dasar pandangan bahwa Negara yakni menyerupai organisme atau makhluk hidup. Dia memandang Negara dari sudut konsep ruang. Negara yakni ruang yang ditempati oleh kelompok masyarakat politik (bangsa). Bangsa dan Negara terikat hokum alam. Jika bangsa dan Negara ingin tetap eksis dan berkembang, maka harus diberlakukan hokum perluasan (pemekaran wilayah).
Disamping itu Rudolph Kjellen beropini bahwa Negara yakni organisme yang harus mempunyai intelektual. Nagara merupakan system politik yang meliputi geopolitik, ekonomi politik, kratopolitik, dan sosiopolitik. Kjellen juga mengajukan paham ekspansionisme dalam rangka untuk mempertahankan Negara dan mengembangkannya. Selanjutnya ia mengajukan langkah strategis untuk memperkuat negaradengan memulai pembangunan kekuatan daratan (kontinental) dan diikuti dengan pembangunan kekuasaan maritim (maritim).
Pandangan Ratzel dan Kjellen hampir sama. Mereka memandang pertumbuhan Negara menyerupai dengan pertumbuhan organisme (makhluk hidup). Oleh alasannya yakni itu Negara memerlukan ruang hidup (lebensraum), serta mengenal proses lahir, tumbuh, mempertahankan hidup, menyusut dan mati. Mereka juga mengajukan paham ekspansionisme yang kemudian melahirkan anutan tabrak kekuatan (Power Politics atau Theory of Power).
3) . Pandangan Haushofer
Pandangan demikian ini semakin terang pada pemikiran Karl Haushofer yang pada masa itu mewarnai geopolitik Nazi Jerman dibawah pimpinan Hitler. Pemikiran Haushofer disamping berisi paham ekspansionisme juga mengandung anutan rasialisme, yang menyatakan bahwa ras Jerman yakni ras paling unggul yang harus sanggup menguasai dunia. Pandangan semacam ini juga berkembang di dunia, berupa anutan Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme.
Pokok-pokok Pemikiran Haushofer yakni sebagai berikut :
a) suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hokum alam. Hanya bangsa yang unggul (berkualitas) saja yang sanggup bertahan hidup dan terus berkembangan, sehingga hal ini menjurus kea rah rasialisme.
b) Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan sanggup mengejar kekuasaan Imperium maritime untuk menguasai pengawasan di lautan.
c) Beberapa Negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, dan Asia Barat (yakni Jerman dan Italia). Sementara Jepang akan menguasai wilayah Asia Timur Raya.
d) Geopolitik dirumuskan sebagai perbatasan. Ruang hidup bangsa dengan kekuasaan ekonomi dan social yang rasial mengharuskan pembagian gres kekayaan alam dunia. Geopolitik yakni landasan ilmiah bagi tindakan politik untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya dan mendapatkan ruang hidupnya. Berdasarkan teori yang bersifat ekspansionisme, wilayah dunia dibagi-bagi menjadi region-region yang akan dikuasai oleh bangsa-bangsa yang unggul menyerupai Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Inggris, dan Jepang.
4). Geopolitik bangsa Indonesia
Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang luhur dengan terang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. bangsa Indonesia yakni bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdeklaan. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan, alasannya yakni tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Oleh alasannya yakni itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan tabrak kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme, alasannya yakni semua insan mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa mempunyai hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.
Dalam korelasi internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaaan atau nasionalisme yang membentuk suatu wawasan kebangsaan dengan menolak pandangan Chauvisme. Bangsa Indonesia selalu terbuka untuk menjalin kerjasama antar bangsa yang saling menolong dan saling menguntungkan. Semua ini dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.
b. Geostrategi
Strategi yakni politik dalam pelaksaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau target yang ditetapkan sesuai dengan keinginan politik. Karena taktik merupakan upaya pelaksaan, maka taktik pada hakikatnya merupakan suatu seni yang implementasinya didasari oleh intuisi, perasaan dan hasil pengalaman. Strategi juga sanggup merupakan ilmu yang langkah-langlkahnya selalu berkaitan dengan data atau fakta yang ada. Seni dan ilmu digunakan sekaligus untuk membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu planning dan tindakan.
Sebagai pola pertimbangan geostrategis untuk Negara dan bangsa Indonesia yakni kenyataan posisi silang Indonesia dari banyak sekali aspek, disamping aspek geografi juga aspek-aspek demografi, ideology, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam.
Strategi biasanya menjangkau masa depan, sehingga pada umumnya taktik disusun secara sedikit demi sedikit dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian geostrategi yakni perumusan taktik nasional dengan memperhitungkan kondisi dan konstelasi geografi sebagai factor utamanya.
3. Perkembangan wilayah Indonesia dan Dasar Hukumnya
a. Sejak 17 Agustus 1945 hingga dengan 13 Desember 1957
Wilayah Negara Republik Indonesia ketika merdeka meliputi wilayah bekas hindia belanda berdasarkan ketentuan dalam “Teritoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie” tahun 1939 perihal batas wilayah laut territorial Indonesia. Ordonisasi tahun 1939 tersebut memutuskan batas wilayah laut teritorialsejauh 3 mil dari garis pantai ketika surut, dengan asas pulau demi pulau secara terpisah-pisah.
Pada masa tersebut wilayah Negara Indonesia bertumpu pada wilayah daratan pulau-pulau yang terpisah-pisah oleh perairan atau selat antara pulau-pulau itu. Wilayah laut territorial masih sangat sedikit alasannya yakni untuk setiap pulau hanya ditambah perairan sejauh 3 mil disekelilingnya. Sebagian besar wilayah perairan dalam pulau-pulau merupakan perairan bebas. Hal ini tentu tidak sesuai dengan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan RI.
b. Dari Deklarasi Juanda (13 Desember 1957) hingga dengan 17 Februari 1969
Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi jJuanda yang dinyatakan sebagai pengganti Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan sebagai berikut :
1) Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan RI yang utuh dan bulat.
2) Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia diubahsuaikan dengan asas Negara kepulaauan (Archipelagic State Principles)
3) Pengaturan kemudian lintas tenang pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Indonesia
Asas kepulauan itu mengikuti ketentuan Yurespundensi Mahkamah Internasional pada tahun 1951 ketika menuntaskan masalah perbatasan antara Inggris dengan Norwegia. Dengan berdasarkan asas kepulauan maka wilayah Indonesia yakni satu kesatuan kepulauan nusantara termasuk peraiarannyayang utuh dan bulat. Disamping itu, berlaku pula ketentuan “point to point theory “ untuk memutuskan garis besar wilayah antara titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar.
Deklarasi Juanda kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 4/Prp?1960 tanggal 18 Februari 1960 perihal Perairan Indonesia. Sejak itu terjadi perubahan bentuk wialayh nasional dan cara perhitungannya. Laut territorial diukur sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan, sehingga merupakan satu kesatuan wilayah yang utuh dan bulat. Semua perairan diantara pulau-pulau nusantara menjadi laut territorial Indonesia. Dengan demikian luas wilayah territorial Indonesia yang semula hanya sekitar 2 juta km2 kemudian bertambah menjadi 5 juta km2 lebih. Tiga per lima wilayah Indonesia berupa perairan atau lautan. Oleh alasannya yakni itu, Negara Indonesia dikenal sebagai Negara maritime.
Untuk mengatur kemudian lintas perairan maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1962 perihal kemudian lintas tenang di perairan pedalaman Indonesia, yang meliputi :
1) Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia,
2) Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut bebas,
3) Semua pelayaran dari dan ke laut bebas dengan melintasi perairan Indonesia.
Pengaturan demikian sesuai dengan salah satu tujuan Deklarasi Juanda tersebut, sebagai upaya menjaga keselamatan dan keamanan Negara.
c. Dari 17 Februari 1969 (Deklarasi Landas Kontinen) hingga sekarang
Deklarasi perihal landas kontinen Negara RI merupakan konsep politik yang berdasarkan konsep wilayah. Deklarasi ini dipandang pula sebagai upaya untuk mengesahkan Wawasan Nusantara. Disamping dipandang pula sebagai upaya untuk mewujudkan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. konsekuensinya bahwa sumber kekayaan alam dalam landas kontinen Indonesia yakni milik pribadi Negara.
Asas pokok yang termuat di dalam Deklarasi perihal landas kontinen yakni sebagai berikut :
1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landasan kontinen Indonesia yakni milik pribadi Negara RI
2) Pemerintah Indonesia bersedia menuntaskan soal garis batas landas kontinen dengan Negara-negara tetangga melalui perundingan
3) Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen yakni suatu garis yang di tarik ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar Negara tetangga.
4) Claim tersebut tidak mensugesti sifat serta status dari perairan diatas landas kontinen Indonesia maupun udara diatasnya.
Demi kepastian hokum dan untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah, asas-asas pokok tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1973 perihal Landas Kontinen Indonesia. Disamping itu UU ini juga memberi dasar bagi pengaturan eksplorasi serta penyidikan ilmiah atas kekayaan alam di landas kontinen dan masalah-masalah yang ditimbulkannya.
d. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Pengumuman Pemerintah Negara perihal Zona Ekonomi Eksklusif terjadi pada 21 Maret 1980. Batas ZEE yakni sekitar 200 mil yang dihitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan-alasan yang mendorong pemerintah mengumumkan ZEE yakni :
1) Persediaan ikan yang semakin terbatas
2) Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia
3) ZEE mempunyai kekuatan hokum internasional
Melalui usaha panjang di lembaga Internasional, hasilnya Konferensi PBB perihal Hukum Laut II di New York 30 April 1982 mendapatkan “The United Nation Convention on the Law of the sea” (UNCLOS), yang kemudian ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica oleh 117 negara termasuk Indonesia. Konvensi tersebut mengakui atas asas Negara Kepualauan serta memutuskan asas-asas pengukuran ZEE. Pemerintah dan dewan perwakilan rakyat RI kemudian menetapkam UU No.5 tahun 1983 perihal ZEE, serta UU No. 17 tahun 1985 perihal Ratifikasi UNCLOS. Sejak 3 Februari 1986 indonesia telah tercatat sebagai salah satu dari 25 negara yang telah meratifikasinya.
D. Unsur-Unsur Dasar wawasan Nusantara
1. Wadah
Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga komponen yaitu:
a. Wujud wilayah
Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang didalamnya terdapat formasi ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh dalamnya perairan. Baik laut maupun selat serta di atasnya merupakan satu kesatuan ruang wilayah. Oleh alasannya yakni itu nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan dalamnya. Sedangkan secara vertikal ia merupakan suatu bentuk kerucut terbuka ke atas dengan klimaks kerucut dipusat bumi.
Letak geografis negara berada di posisi dunia antar dua samudera dan dua benua. Letak geografis ini besar lengan berkuasa besar terhadap aspek-aspek kehidupan nasional di Indonesia. Perwujudan wilayah nusantara ini menyatu dalam kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
b. Tata Inti Organisasi
Bagi Indonesia, tat inti organiasi negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan pemerintahan, sistem pemerintahan dan sistem prwakilan. Negara Indonesia yakni negara kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang. Sistem pemerintahannya menganut sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia yakni negara aturan (Rechtsstaat) bukan negara kekuasaan (machsstaat). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai kedudukan kuat, yang tidak sanggup dibubarkan oleh Presiden. Anggota MPR merangkap sebagai anggota MPR.
c. Tata Kelengkapan Organisasi
Tata kelengkapan organisai yakni kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang meliputi partai politik, golongan dan organnisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh paratur negara.
Senus lapisan masyarakat itu diharapkann dapatt mewujudkab denokrasi yang secara konstiyusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan secara ideal berdasarkan dasar falsafah Pancasila, dalam banyak sekali aktivitas bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
2. Isi wawasan Nusantara
Isi Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan insan Indonesian dalam eksistensinya yang meliputi keinginan bangsa dan asas manunggal yang terpadu.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam pembukaab Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi:
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yng bebas.
3) Pemerintaahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesiadan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikutmmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh yang meliputi:
1) Satu kesatuan wilayah Nusantra yang meliputi daratan, perairan dan digantara secara terpadu.
2) Satu kesatuan politik, dalam arti Undang-Undang Dasar dan politik peelaksanaannyaserta satu ideologi dan identitas nasional.
3) Satu kesatuan sosial budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “BhinekaTunggal Ika”, satuu tertib sosil dan satu tertib hukum.Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekelurgaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
4) Satu kestuan pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata)
5) Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang meliputi aspek kehidupan nasional.
3.Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batinniah dan Lahiriah
a. Tata laris batiniah berdaasarkan falsafah bangsa yang membentuksikap mental bangsa yang memilki kekuatan batin.
b. Tata laris lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan kata dan karya, keterpaduan pembicaraan, pelaksanaan, pengawasan dan pengadilan.
E. Implementasi wawasan Nusantara
1. Wawasan Nusantara Sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
Falsafah pancasila diyakini sebgagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah usaha bangsa Indonesia semenjak awal proses pembentukan Negara kesatuan Republik Indonesia hingga sekarang. Konsep Wawasan Nusantara berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagi sila pertama yang kemudian melahirkan hakikat misi insan Indonesia yang terjabarkan pada sila-sila berikutnya. Wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah Pancasila menjadi landasan dan pedoman kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Dengan demikian wawasan Nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.dan Wawsan Nusantara merupakan konsep dasar bagi kebijakan dan taktik pembangunan Nasional.
2. Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu kesatuanPolitik
1) Kebulatan wilayah dengan segalaisinya merupakan modal dan milik bersama bangsa indonesia.
2) Kenaneka ragaman suku, budaya, dan bahasa kawasan serta agama yang dianutnya tetap dalam kesatuan bangsa Indonesia .
3) Secara psikologis, bangsa Indonesia merasa satu pesaudaran, senasib dan seperjuangan, sebangsa dan setanah air untuk mencapai satu keinginan bangsa yang sama.
4) Pancasila merupakan falsafah dan ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang membimbing ke arah tujuan dan keinginan yang sama.
5) Kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara sistem hukun nasional .
6) Seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem korelasi nasional.
7) Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut membuat ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar neeri bebas dan aktif.
b. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu kesatuan Politik
1) Kekayaan di seluruh wilayah Nusantara, baik potensial maupun efektif, yakni modal dan milik bangsa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata.
2) Tingakt perkembangan ekonomi harus seimbang dan harmonis di seluruh kawasan tanpa mengabaikan ciri khas yang mempunyai kawasan masing-masing.
3) Kehidupan perekonomi di seluruh Indonesia diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial budaya
1) Masyarakat Indonesia yakni satu bangsa yang harus mempunyai kehidupan serasidengan tingkat kemajuan yang merata dan seimbang sesuai dengan kemajuan bangsa.
2) Budaya Indonesia pada hakikatnya yakni satu kesatuan dengan coraka ragam budaya yaang menggambarkan kekayaan budaya bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya absurd asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya sanggup dinikmati.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan pertahanan Keamanan
1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau satu kawasan pada hakikatnya yakni ancaman terhadap seluruh bagsa dan negara.
2) Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
3. Penerapan Wawasan Nusantara
a. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan Nusantara, khususnya, di bidang wilayah, yakni diterimanya konsepsi Nusantara diforum internasional, sehingga terjaminlah integritas wilayah teriterorial Indonesia. Laut Indonesia yang semula dianggap bebas menjadi penggalan integral dari wilayah Indonesia. Di samping itu pengesahan terhadap landas kontinen Indonesia dan ZEE Indonesia menghasilakn pertambahan luas wilayah yang cukup besar.
b. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup tersebut menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
c. Pertambahan luas wilayah tersebut sanggup diterima oleh dunia o nternasional termasuk Negara-negara tetanga.
d. Penerapan wawasan nusantara dalam pemabangunan Negara di banyak sekali bidang tampak pada banyak sekali proyekpembangunan sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi.
e. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat pada kebijakan untuk menyebabkan bangsa Indonesia yang Bhineka Tungga Ika tetap merasa sebangsa dan setanah air, senasib sepenanggunan dengan asas pancasila.
f. Penerapan Wawasan Nusantara di bidang pertahanan keamanan terlihat pada kesiapan dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui Sistem Pertahan keamanan Rakyat semesta untuk menghadapi banyak sekali ancaman bangsa dan Negara.
4. Hubungan wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
Dalam penyelenggaraan kehidupan nasional biar tetap megarah pada pencapaian tujuan nasiaonal diperlakuakan suatu landasan dan pedoman yang kokoh berupa konsepsi wawasan nasional. Wawasan Nasional Indonesia menumbuhkan dorongan dan rangsangan untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan dan tujuan nasional. upaya pencapaian tujuan nasional dilakukan dengan pembangunan nasional yang juga harus berpedoman pada wawsan nasional.
Dalam proses pembangunan nasional untuk pencapaian tujuan nasional selalu menghadapi banyak sekali hambatan dan ancaman. Untuk mengatasi perlu dibangun suatu kondisi kehidupan nasional yang disebut katahan nasioanl. Kenerhasilan pembangunan akan meningkatkan kondisi dinamik kehidupan nasional dalam wujud ketahan nasional yang tangguh. Sebaliknya, ketahan nasional yang tangguh akan mendorong pembangunan nasional semakin baik.
Wawasan nasional bangsa nindonesia yakni wawasan Nusantara yang merupakan pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan biar proses pencapaian tujuan nasional tersebut sanggup berjalan dengan sukses. Oleh alasannya yakni itu perlu adanya suatu konsepsi Ketahanan Nasional yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.
Secara ringkas dapt dikatakan bahwa wawasan nusantara dan ketahan nasional merupakan konsepsi yang saling mendukung antara sebgai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara biar tetap jaya dan berkembang seterusnya.
2. Studi Kasus terkait Geopolitik Indonesia.
A. Ambalat, Diplomasi Vs Konfrontasi
AMBALAT kembali mencuri perhatian. Kapal perang Malaysia berkali- kali melanggar teritori Indonesia dan diusir armada angkatan laut kita. Mencuat pada 2005, mengapa krisis Ambalat kembali terjadi? Apa solusi terbaiknya? Ambalat yakni sebuah gugus pulau di sekitar 118.2558 Bujur Timur (BT)-118.254167 BT dan 2.56861 Lintang Utara (LU)- 3.79722 LU yang terletak di perairan Laut Sulawesi, sebelah timur Pulau Kalimantan Timur. Sengketa Ambalat Indonesia-Malaysia menyeruak alasannya yakni klaim kepemilikan. Pada 2005, krisis Ambalat ditandai dengan show of force kedua angkatan bersenjata, penembakan kapal nelayan kita oleh Malaysia, dan aneka agresi demonstrasi mengecam Malaysia. Ambalat disebut sebagai wilayah Republik Indonesia (RI) sesuai Undang-undang No 4 Tahun 1960 perihal Perairan RI yang telah sesuai dengan konsep aturan Negara Kepulauan (Archipelagic State). Undang-undang ini telah diakui dalam Konvensi PBB perihal Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) ditetapkan dalam Konferensi III PBB di Montego Boy, Jamaika, 10 Desember 1982. Konvensi ini kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang No 17 Tahun 1985 perihal pengesahan UNCLOS.
Malaysia mengklaim Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya sesuai dengan peta wilayah yang dibentuk Malaysia pada 1979. Peta itu didasarkan pada The Convention on The Territorial Sea and the Contiguous zone 1958 dan The Continental Self Convention 1958.
Peta Laut 1979 tersebut juga telah memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan ke dalam wilayah Malaysia. Malaysia memberi Ambalat (wilayah XYZ) kepada Shell atas dasar perjanjian bagi hasil (Production Sharing Contract ) pada 16 Februari 2005.
Masalah Penting
Masalah Ambalat menjadi penting bagi Indonesia alasannya yakni setidak-tidaknya ia meliputi tiga dari empat variabel kepentingan nasional. Pertama, dari sisi keamanan nasional, ada masalah penjagaan integritas wilayah nasional yang cukup sensitif. Bagi kaum realisme politik internasional, masalah- masalah keamanan nasional semacam ini justru menjadi fokus utama kebijakan negara. Pengamat militer, Andi Wijayanto dalam wawancara TVOne (27/5/09) menyatakan, langkah Malaysia sejatinya sanggup dimaknai sebagai upaya ingin menguji kedaulatan efektif kita atas Ambalat.
Kedua, ada duduk kasus gambaran dan harga diri bangsa alasannya yakni perasaan terlecehkan sebagai negara berdaulat dengan manuver angkatan laut Malaysia. Ini berakumulasi dengan memori kehilangan kita atas Sipadan dan Ligitan, aneka masalah kekerasan pada TKI, klaim Malaysia atas Lagu ”Rasa Sayange”, reog dan batik misalnya. Artinya para patriot dan nasionalis menginginkan bahwa harga diri kita harus tegak sebagai bangsa berdaulat.
Ketiga ada ancaman bagi kesejahteraan ekonomi alasannya yakni potensi ekonomi dari minyak Ambalat ditakutkan jatuh ke pihak luar. Pakar ekonomi minyak Dr Kurtubi pada 2005 menyatakan secara berangasan Ambalat mempunyai cadangan migas seharga 40 miliar dolar AS. Tentu, nilai ini cukup signifikan jikalau sanggup masuk ke kas negara kita
Dengan ketiga kepentingan nasional tersebut, maka pilihan instrumen politik luar negeri yang tersedia yakni diplomasi atau konfrontasi. Namun diplomasi mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, pada tataran praktik, secara nyata telah ada upaya diplomasi semenjak 2005 yang dijalankan kedua negara untuk menuntaskan Ambalat. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono (20/5/09) juga menyatakan perundingan Ambalat masih berlangsung. Artinya pilihan penyelesaian diplomatik yakni yang paling rasional meski harus dikawal.
Komunikasi Diplomatik
Penyelesaian diplomatik dimulai dengan pembukaan komunikasi diplomatik Indonesia dengan Malaysia (keterangan pers Departemen Luar Negeri, Jumat 4 Maret 2005). Malaysia menjawab pada 25 Februari 2005 dengan memberikan pandangan mereka bahwa wilayah itu yakni wilayahnya. Presiden SBY kemudian berkomunikasi dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi melalui telepon Senin 8 Maret 2005 sebelum meninjau Ambalat. Pembicaraan berlangsung konstruktif untuk menuntaskan masalah dengan baik dan Badawi pun akan mengirimkan Menteri Luar Negeri Malaysia untuk mengunjungi Indonesia.
Diplomasi memasuki babak gres sesudah Menlu Malaysia Syed Hamid Albar bertemu dengan Menlu RI Hasan Wirajuda di Jakarta (9/3/2005) bahkan diterima oleh Presiden SBY. Dalam pertemuan antarmenlu telah disepakati bahwa kedua belah pihak akan membentuk tim teknis yang akan melaksanakan perundingan ke arah penyelesaian Blok Ambalat. Pertemuan ”penyelesaian diplomasi” pertama dilakukan pada 22 dan 23 Maret 2005. Pertemuan tim teknis Indonesia-Malaysia dilanjutkan di Langkawi pada 25-26 Mei, di Yogyakarta 25-26 Juli, di Johor Baru pada 27-28 September 2005 dan Desember 2005.
Namun hingga 2006 masalah sengketa Blok Ambalat antara Malaysia dan Indonesia masih dalam proses perundingan oleh kedua negara dan belum ada penyelesaian yang sanggup diterima oleh kedua negara. Dalam pertemuan bilateral antara PM Abdullah Ahmad Badawi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung Negara Tri Arga, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 12-13 Januari 2006 telah disepakati bahwa, sengketa Blok Ambalat akan terus diselesaikan secara perundingan.
Kedua, secara moral penyelesaian diplomasi lebih dipilih alasannya yakni diplomasi merupakan instrumen politik luar negeri yang beradab, murah, dan terukur. Konfrontasi dan perang semakin banyak dicibir alasannya yakni tidak hanya mahal tetapi juga alasannya yakni imbas rusaknya yang sulit terkontrol. Yang menyedihkan yakni analisa bahwa dari sisi Alutsista kita akan kalah. Perintah untuk tidak mengeluarkan tembakan dari kapal perang kita da cukup mengusir kapal Malaysia cukup bijaksana. Alasan lain, Indonesia dan Malaysia yakni tetangga serumpun yang ada dalam kerangka ”the ASEAN Way” dalam penyelesaian aneka sengketa yang ada.
Fase Diplomasi
Alur penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri meliputi dua fase. Fase pertama yakni pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua yakni bagaimana kedua negara sanggup menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat. Jalan keluar ini ada tiga alternatif. Satu, negara yang bersengketa tidak menyepakati solusi dan membiarkan permasalahan ini tidak terselesaikan (baca: mengambang) dengan catatan negara yang bersengketa menyepakati suatu status quo. Dua, negara yang bersengketa tidak menyepakati batas, tetapi bersepakat untuk melaksanakan pengelolaan bersama. Tiga, negara yang bersengketa setuju untuk membawa sengketa mereka ke lembaga penyelesaian sengketa. Alur penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri meliputi dua fase. Fase pertama yakni pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua yakni bagaimana kedua negara sanggup menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat.
Jika diplomasi gagal maka krisis sanggup kembali terjadi kapan saja. Konfrontasi akan sangat kontra produktif bagi korelasi bilateral, maupun stabilitas regional ASEAN ke depan. Krisis dan konfrontasi juga akan berakibat perluasan spektrum politik luar negeri tidak lagi semata menjadi pembahasan para elite decision makers tetapi meluas merambah ke wilayah keterlibatan publik. Ini tentu saja positif dalam konteks demokratisasi politik luar negeri biar kebijakan yang diambil accountable terhadap rakyat.
Tetapi sayang, mencermati krisis terdahulu, keterlibatan publik lebih cenderung mengarah kepada ekspresi emosi, kemarahan, sweeping, seruan berperang, penggalangan relawan dan sebagainya. Padahal eloknya keterlibatan itu lebih terarah kepada pernyataan sikap, artikulasi kepentingan, maupaun agresi yang rasional dan terukur.
Penyelesaian Ambalat membutuhkan tidak hanya tekad dan upaya diplomasi bilateral berkelanjutan tetapi juga perilaku saling respek untuk tidak melaksanakan provokasi. Selagi diplomasi masih bergulir, provokasi dan pelanggaran teritori tentu berbahaya. Bagi Indonesia, diplomasi juga harus dikawal dengan memperlihatkan kewibawaan, kekuatan dan ketegasan. Kaum realis mengatakan, ‘’Jika ingin tenang bersiaplah untuk berperang’’ (if you want peace, prepare for war).
B. Tanggapan dan Beberapa Solusi Mengenai Kasus Ambalat
Pendahuluan
Malaysia dan Indonesia yakni dua negara tetangga yang sangat dekat, bukan hanya dari segi letak geografis tetapi dari segi budaya dan asal-usul bangsanya. Akan tetapi, walau serumpun dengan bahasa yang mirip, korelasi kedua negara tidak sanggup dikatakan selalu rukun dan manis. Sejarah kedua bangsa pernah dihiasi tinta hitam peperangan, yang dikenal dengan Konfrontasi Malaysia Indonesia pada tahun 1962-1965. Beberapa masalah sengketa perbatasan wilayah pun pernah terjadi antara keduanya.
Kasus yang paling baru, dan yang menjadi pembicaraan hangat beberapa bulan belakangan ini yakni sengketa kedua negara mengenai blok migas di perairan Ambalat di wilayah Sulawesi. Sengketa ini menjadi info hangat yang menghiasi media massa, di Indonesia khususnya. Melalui makalah ini kami ingin mencoba melihat bagaimana sengketa ini diselesaikan jikalau menggunakan pemikiran Donald W. Shriver dalam bukunya An Ethics for Enemis: Forgiveness in Politics, dan tujuh langkah membuat perdamaian berdasarkan Glenn Stassen dalam bukunya Just Peacemaking: transforming initiatives for
Justice and Peace
Pokok Masalah : Perairan Ambalat di Laut Sulawesi
Masalah antara Indonesia dan Malaysia seputar blok Ambalat mengemuka ketika terbetik kabar bahwa pemerintah Malaysia melalui perusahaan minyak nasionalnya, Petronas, menawarkan konsesi minyak (production sharing contract) kepada perusahaan minyak Shell, atas cadangan minyak yang terletak di Laut Sulawesi (perairan sebelah timur Kalimantan). Pemerintah Indonesia mengajukan protes atas hal ini alasannya yakni merasa bahwa wilayah itu berada dalam kedaulatan negara Indonesia.
Sebenarnya klaim Malaysia terhadap cadangan minyak di wilayah itu sudah diprotes Indonesia semenjak tahun 1980, menyusul diterbitkannya peta wilayah Malaysia pada tahun 1979. Peta tersebut mengklaim wilayah di Laut Sulawesi sebagai milik Malaysia dengan didasarkan pada kepemilikan negara itu atas pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia beranggapan bahwa dengan dimasukkannya Sipadan dan Ligitan sebagai wilayah kedaulatan Malaysia, secara otomatis perairan di Laut Sulawesi tersebut masuk dalam garis wilayahnya. Indonesia menolak klaim demikian dengan alasan bahwa klaim tersebut bertentangan dengan aturan internasional.
Untuk memperjelas pokok permasalahan mengenai sengketa wilayah ini, kutipan dari goresan pena Melda Kamil Ariadno, Pengajar Hukum Laut Fakultas Hukum UI, Ketua Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) FHUI, yang dimuat di Kompas, 8 Maret 2005, sanggup membantu.
Aksi dan Reaksi Yang Ditimbulkan
Walaupun pemerintah Indonesia dan Malaysia berulang kali menegaskan bahwa penyelesaian dengan cara kekerasan bukanlah pilihan yang mau diambil, dan kedua pihak akan mengedepankan obrolan melalui jalur-jalur diplomasi, masalah ini menjelma perdebatan seru alasannya yakni kedua pihak sama-sama kukuh pada pendiriannya. Malaysia melalui Perdana Menteri Abdullah Badawi dan Menlu Syeh Hamid Albar menegaskan bahwa pihaknya tidak salah dalam melaksanakan uniteralisasi peta 1979, dan bahwa konsesi yang diberikan Petronas kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di
wilayah teritorial Malaysia. Sementara pemerintah Indonesia melalui pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Deplu, TNI, maupun presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan melepaskan wilayah itu alasannya yakni wilayah itu merupakan kedaulatan penuh Indonesia. Tentang hal itu jurubicara Tentara Nasional Indonesia AL, Laksamana Pertama Abdul Malik Yusuf menyampaikan kepada Asia Times, “We will not let an inch of our land or a drop of our ocean fall into the hands of foreigners.”
Di Indonesia masalah ini kemudian menjadi santapan media massa dan memancing reaksi keras dari banyak sekali kalangan masyarakat. Sentimen anti-Malaysia dengan slogan “Ganyang Malaysia” pun kemudian berkumandang. Kedutaan Besar dan Konsulat-konsulat Malaysia tiba-tiba disibukkan dengan agresi unjuk rasa banyak sekali elemen masyarakat yang mengecam perilaku Malaysia itu. Di beberapa kawasan agresi tersebut diwarnai dengan pembakaran bendera Malaysia dan penggalangan sukarelawan “Front Ganyang Malaysia.” Pihak DPR-RI pun bersuara keras meminta pemerintah bertindak tegas atas
pelanggaran terhadap wilayah kedaulatan RI di Laut Sulawesi. Di wilayah yang dipersengketakan pun ketegangan-ketegangan terjadi antara tentara Malaysia dengan TNI. Tentara Nasional Indonesia menggelar pasukan dan kapal-kapal perangnya di wilayah tersebut, yang dikatakan untuk mengimbangi kapal-kapal perang Malaysia yang sudah lebih dulu ada di sana. Bahkan di Pulau Sebatik, yang berbatasan darat dengan Malaysia, Tentara Nasional Indonesia dan Tentara Diraja Malaysia saling mengarahkan moncong senjatanya, dan konon saling ejek pun kerap terjadi. Kapal-kapal perang Malaysia diberitakan mengganggu pembangunan mercusuar di atol Karang Unarang, bahkan sempat menangkap dan menyiksa seorang pekerjanya. Saling intimidasi antara kapal-kapal perang Malaysia dan kapal-kapal Tentara Nasional Indonesia AL terjadi tiap hari. Yang paling parah terjadi pada tanggal 8 April 2005, ketika KRI Tedong Naga saling serempet dengan KD Rencong di bersahabat Karang Unarang.
Insiden serempetan dua kapal perang itu kembali menghangatkan suasana, padahal sebelumnya pada tanggal 22-23 Maret 2005, telah diadakan pertemuan teknis antara perwakilan kedua negara untuk mencari solusi yang damai. Menlu Malaysia pun telah diterima presiden, dan beberapa anggota dewan perwakilan rakyat RI pun telah menemui PM Malaysia, untuk membicarakan langkah-langkah diplomasi. Kedua pemerintahan juga sudah setuju melanjutkan obrolan terencana setiap dua bulan.
Analisis Masalah : “Forgiveness” dan “Just Peacemaking”
Untuk mencari alternatif jalan keluar bagi masalah ini, kami akan memulai dengan melihat bagaimana reaksi sangat keras muncul dari masyarakat Indonesia terhadap isu ini. Padahal di Malaysia, berdasarkan Menlu Malaysia dalam wawancaranya dengan Gatra, masyarakatnya tenang-tenang saja dan menyerahkan duduk kasus sepenuhnya di tangan pemerintah. Memakai pemikiran Shriver dalam bukunya An Ethics for Enemis: Forgivenessin Politics , reaksi keras semacam ini sanggup dikatakan sebagai akhir memori kolektif sejarah ‘kekalahan’ Indonesia terhadap Malaysia. Memori masa konfrontasi dengan Malaysia di zaman Sukarno, dan kemudian kekalahan Indonesia dari Malaysia dalam masalah Sipadan-Ligitan di Mahkamah Internasional, serta merta membangkitkan kemarahan kolektif juga ketika Malaysia diberitakan ‘berulah’ lagi. Hal ini sanggup dilihat dari porsi demikian besar yang diberikan media terhadap masalah ini. Selain itu terlihat juga melalui komentar-komentar yang dilontarkan, bukan hanya oleh masyarakat biasa, tetapi juga oleh para politisi. Banyak yang mendorong pemerintah untuk bersikap keras, bahkan Zaenal Ma’arif, seorang politisi dari Partai Bintang Reformasi (PBR) meminta pemerintah untuk segera menyatakan perang melawan Malaysia.
Bila ditarik lebih jauh lagi, memori kolektif ‘kekalahan’ terhadap Malaysia ini sanggup dikaitkan juga dengan kenyataan bahwa jutaan orang Indonesia mengadu nasib sebagai pekerja kelas rendahan di Malaysia. Rasa rendah diri sebagai bangsa sanggup jadi tanda disadari telah tertanam dalam memori kolektif bangsa, sehingga ketika ada gejolak sedikit saja, rasa ‘terinjak-injak’ itu begitu kuat. Namun demikian, kami menyadari juga bahwa untuk menelusuri memori kolektif ini, diharapkan penelitian lanjut yang lebih mendalam. Akan tetapi, dengan memperhatikan gejala-gejala yang ada, yaitu dalam reaksi keras masyarakat Indonesia, setiap kali terjadi ‘persinggungan’ dengan Malaysia , kami beropini bahwa langkah awal untuk menuntaskan masalah dengan Malaysia untuk jangka panjang yakni dengan menelusuri dan mengungkapkan memori kolektif itu. Tanpa itu dilakukan, korelasi kedua bangsa yang bertetangga dan bersaudara serumpun ini, akan terus mengalami gejolak menyerupai yang terjadi belakangan ini.
Selain mencermati reaksi keras masyarakat Indonesia, langkah berikutnya yakni mencermati tindakan Malaysia melaksanakan klaim atas blok Ambalat ini. Memang informasi yang sanggup dikumpulkan perihal hal ini tidak begitu banyak, alasannya yakni pemerintah Malaysia maupun media Malaysia kelihatannya tidak terlalu membicarakan hal ini dengan terbuka. Akan tetapi, kami tertarik melihat perilaku Malaysia yang terlihat begitu enteng dalam melaksanakan klaim, dan juga begitu yakin akan posisinya.
PM Malaysia ketika ditanya perihal protes Indonesia terhadap klaim Malaysia dengan enteng memberikan bahwa konsesi yang diberikan Petronas kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di wilayah teritorial Malaysia. “Petronas niscaya mengerti bahwa wilayah itu yakni wilayah Malaysia alasannya yakni jikalau itu wilayah orang lain, untuk apa Petronas hingga ke sana.”
Malaysia juga begitu yakin dengan pendiriannya menarik batas wilayah dengan menggunakan asas titik pulau terluar, yang berlaku bagi negara kepulauan, padahal Malaysia bukan termasuk Negara kepulauan. Bila menggunakan prinsip ini, maka terlihat bahwa klaim Malaysia tidak hanya akan meliputi perairan Ambalat saja, tetapi sanggup jauh masuk ke dalam wilayah perairan antara Kalimatan penggalan Timur dan Sulawesi Utara penggalan Barat.
Sikap enteng Malaysia ini oleh beberapa pihak diduga alasannya yakni Malaysia menganggap masalah ini hanya masalah sumber daya alam. Sementara bagi Indonesia sengketa Ambalat bukanlah sekadar sengketa untuk mendapatkan sumber daya alam. Blok Ambalat merupakan wujud dari wilayah kedaulatan Indonesia. Kehilangan blok Ambalat berarti kehilangan sebagian wilayah kedaulatan. Bahkan blok Ambalat sanggup menjadi taruhan bagaimana Indonesia mempertahankan kedaulatannya di wilayah yang dipersengketakan oleh negara lain. Rakyat di Indonesia melihat sengketa blok Ambalat lebih sebagai masalah kedaulatan dan harga diri bangsa ketimbang sekadar perebutan potensi sumber daya alam.
Dengan mengadopsi tujuh langkah penciptaan perdamaiannya Glenn Stassen, apa yang dilakukan Malaysia ini jelas-jelas bukan langkah untuk membuat perdamaian. Karena itu yakni tidak ada artinya sama sekali ketika Menlu Malaysia menyampaikan bahwa pihaknya siap berunding dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh klaimnya.
Langkah pertama dalam penciptaan perdamaian berdasarkan Stassen yakni memutuskan keamanan bersama (affirm common security), dengan membangun tatanan yang tenang dan adil bagi semua pihak. Penetapan batas wilayah dengan membuat peta secara sepihak, dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan pengertian sepihak, menyerupai yang dilakukan oleh Malaysia, yakni tindakan yang sanggup dianggap kebalikan dari langkah ini. Penetapan batas wilayah menyerupai itu justru menggoyahkan keamanan bersama, bahkan membuat ancaman bagi pihak yang lain. Ketika ancaman sudah terjadi, obrolan yang mau diadakan pun akan menjadi lebih sulit untuk dijalankan dengan baik. Ini terlihat dalam pertemuan teknis Malaysia-Indonesia membahas masalah Ambalat yang diadakan di Bali tanggal 22-23 Maret lalu. Pertemuan itu berakhir tanpa hasil apa-apa, alasannya yakni kedua pihak tetap pada pendirian masing-masing.
Karena dalam masalah ini ancaman sudah terjadi, dan tatanan yang tenang dan adil digoyahkan, langkah kedua yang dianjurkan Stassen perlu diperhatikan baik-baik. Itu yakni mengambil inisiatif lebih dulu untuk perdamaian (take independent initiatives). Dalam masalah ini, pihak yang manakah yang mengambil inisiatif lebih dulu untuk menuntaskan masalah? Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa telah mengupayakan obrolan atas klaim Malaysia ini semenjak lama, yaitu semenjak tahun 1980, tetapi tidak menerima jawaban berarti, hingga kasusnya menjadi besar alasannya yakni diberikannya konsesi kepada Shell oleh Petronas Malaysia.
Pemerintah Malaysia melalui Menlunya menyampaikan bahwa justru Indonesialah yang melaksanakan inisiatif provokatif, dengan membangun mercusuar di atol Karang Unarang yang diklaim Malaysia sebagai wilayahnya, sedangkan Malaysia selalu siap untuk berunding. Hanya pertanyaan yang diajukan pihak Indonesia yakni berunding dengan kondisi menyerupai apa? Apakah dengan kondisi melaksanakan pengesahan implisit akan klaim Malaysia lebih dulu (dengan tidak memasuki lagi wilayah yang sudah diklaim Malaysia)? Pemerintah Indonesia bersikukuh obrolan dilakukan dengan tetap membangun mercusuar itu, alasannya yakni itu termasuk wilayahnya. Jalan tengah yang sanggup ditawarkan yakni dengan membiarkan wilayah itu menjadi wilayah tak bertuan untuk sementara, hingga ditemukan titik temu melalui dialog. Namun, melihat perkembangan yang ada sekarang. Kelihatannya pilihan status quo itu juga enggan untuk diterima.
Akan tetapi, ada langkah ketiga berdasarkan Stassen, yaitu Talk to your enemy. Bicaralah, lakukan negosiasi/perundingan, cari jalan keluar dengan menggunakan metode-metode penyelesaian konflik Tentang hal ini, sudah dilakukan satu kali dan belum berhasil. Namun dijanjikan untuk bertemu kembali bulan Mei, dan kita harus menunggu.
Sambil menunggu, langkah keempat mungkin sanggup dilakukan. Itu yakni mengutamakan hak asasi insan dan keadilan. Penyelesaian konflik yang sudah terjadi harus mengingat hal ini. Kampanye-kampanye anti Malaysia dengan semangat berperang menyerupai membentuk Front Ganyang Malaysia, merekrut sukarelawan yang siap membela tanah air melawan Malaysia, harus ditinggalkan. Perang hanya akan meninggalkan kesengsaraan. Pengalaman konfrontasi berdarah di masa Soekarno seharusnya menjadi pelajaran. Banyak jiwa yang melayang dan perekonomian negara pun morat marit karenanya. Yang harus dikampanyekan yakni bagaimana menyembuhkan luka-luka bersama akibat
memori kolektif tadi itu.
Selain itu, satu hal lain yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia yakni meningkatkan perhatiannya terhadap wilayah-wilayah terluar Indonesia. Sudah usang wilayah-wilayah perbatasan menyerupai di ujung Barat Sumatera, ujung Utara Sulawesi, ujung Selatan Timor, dan ujung Timur Papua, menjadi ‘anak terlantar’. Perhatian melalui pembangunan akomodasi sosial bagi masyarakat di wilayah-wilayah ini sangat penting. Sipadan dan Ligitan ditetapkan sebagai wilayah Malaysia oleh Mahkamah Internasional di tahun 1998 juga alasannya yakni kedua wilayah itu tidak pernah ‘disentuh’ oleh Indonesia, namun dibangun dan dikelola oleh Malaysia.
Langkah kelima dan keenam, yang berdasarkan kami masih berkaitan erat yakni Memutus lingkaran setan kekerasan, turut serta dalam penciptaan perdamaian dan Mengakhiri propaganda saling menyalahkan, termasuk menawarkan kompensasi/ganti rugi kepada yang dirugikan. Langkah-langkah ini sangat penting, dan dalam masalah Malaysia dan Indonesia, berdasarkan saya kedua bangsa harus menoleh bersama ke belakang, sejarah konflik yang pernah terjadi antara kedua bangsa harus diungkapkan, dan kemudian mencari jalan untuk mengakhiri semua kecurigaan satu dengan yang lain .Kedua langkah ini terkait erat dengan teori Shriver, “mengungkapkan untuk mengingat kejahatan yang sudah dilakukan, dan kemudian mengampuni.”
Kemudian langkah yang terakhir yakni bekerja bahu-membahu untuk menuntaskan konflik ini dengan transparan dan terbuka. Semua upaya untuk pengungkapan masalah dilakukan dengan jujur dan terbuka untuk kedua bangsa. Kami tidak baiklah dengan pendapat Menlu Malaysia yang menyampaikan bahwa masalah ini hanya masalah teknis sehingga masyarakat Malaysia tidak perlu tahu. Ini hanya urusan dua pemerintahan.
Proses negosiasi, kemajuan-kemajuan dan hambatan-hambatannya harus dibentuk terbuka kepada publik, sehingga publik sanggup turut berpartisipasi dengan menyumbangkan opininya.
Penutup
Dengan menerapkan tujuh langkah ini dalam proses perundingan, serta dengan menjalankan juga pengungkapan luka dalam memori kolektif kedua bangsa, masalah sengketa Ambalat ini berdasarkan kami akan sanggup diselesaikan dengan lebih menyeluruh. Bukan hanya sekedar menuntaskan satu masalah yang kini saja, tetapi juga meletakkan dasar bersama untuk menghadapi masalah-masalah serupa di masa mendatang.
Namun demikian, kami menyadari bahwa berteori selalu lebih gampang daripada menerapkan dalam kenyataan. Memakai cara Shriver dan Stassen untuk menuntaskan sengketa Ambalat juga masih perlu dibuktikan. Akan tetapi, Glenn Stassen memperlihatkan keberhasilan teorinya dalam menyingkirkan rudal-rudal balistik di Eropa, alasannya yakni itu kami sanggup optimis juga, kalau cara ini juga sanggup saja berhasil di sini.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan taktik nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu Negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung kepada system politik suatu Negara. Sebaliknya, politik Negara itu secara langsung akan berdampak pada geografi Negara yang bersangkutan. Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu Negara.
Indonesia dan Malaysia yakni dua negara yang saling berdekatan dan menjalin korelasi bilateral yang sudah berlangsung semenjak lama. Meski demikian, antara kedua negara ini sering terjadi perselisihan, khususnya mengenai permasalah batas wilayah. Fakta memperlihatkan beberapa pulau yang telah diambil oleh pihak Malaysia dari Indonesia, contohnya menyerupai Pulau Sipadan dan Ligitan. Dan hingga kini yang menjadi permasalahan terbaru, kedua pihak tersebut sedang memperebutkan satu wilayah yang kaya akan sumber daya minyak. Malaysia mengklaim kawasan Ambalat, yang terletak di sebelah timur Pulau Kalimantan Timur tersebut termasuk kedalam kepemilikan wilayahnya. Indonesia yang mempunyai bukti kuat atas kepemilikannya, tidak begitu saja mendapatkan pernyataan mentah tersebut. Sehingga hal ini membuat sautu korelasi yang kurang baik di antara dua pihak melalui konflik yang ditimbulkan. Dan parahnya, hingga kini belum didapatkan jalan keluar yang sanggup menguntungkan kedua belah pihak.
Dari kesimpulan yang sanggup kami kemukakan di atas. Kami mengaharapkan biar pemerintah Indonesia sanggup lebih tegas dalam menyegerakan permasalahan Ambalat tersebut. Karena hal ini sanggup memperlihatkan Sistem Geopolitik Indonesia yang kuat kepada seluruh dunia. Supaya mereka tidak dengan gampang meremehkan martabat bangsa Indonesia. Indonesia telah merdeka, maka sepatutnya kita menghapuskan segala praktek yang bertautan dengan asas kemerdekaan yang telah direnggut bangsa Indonesia.
Bagi masyarakat Indonesia sendiri, jangan gampang terpengaruh untuk melaksanakan agresi kekerasan dan tak beretika demi mengungkapkan aspirasinya terhadap permasalahan yang dimaksud. Kita harus tetap berkepala cuek dalam menuntaskan banyak sekali permasalahan, bukankah itu yakni hal yang paling baik untuk tidak menebar kebencian dan kerusakan di muka bumi ini. Untuk itu selesaikanlah masalah ini dengan cara tenang mencapai jalan keluar yang saling menguntungkan Indonesia dengan negara serumpunnya, Negeri Jiran Malaysia.
0 Response to "Geopolitik Indonesia"
Posting Komentar