iklan

Makalah Wacana Mu'amalah

      Apa itu muamalah  ? muamalah merupakan suatu istilah yang artinya bertransaksi atau perjanjian yang dilakukan insan dalam interaksi sosial sesuai syariatTapi bagaimana pandangan berdasarkan islam ihwal muamalah.mari kita bahasa lebih lanjut pengertian muamalah dalam agama islam :
KATA PENGANTAR
     Segala Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT,karena atas berkat dan rahmat-NYA lah, sehingga kami sanggup menuntaskan makalah ini tepat waktu. Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada guru yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
     Selain dari pada itu kami juga ingin mengucapkan teima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah memberi kami support, dan dan banyak ide dan motivasi-motivasi yang sangat bermanfaat bagi terwujutnya makalah ini. 
Tegal,    Februari 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
     Manusia ialah makhluk sosial yang tidak sanggup hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu perjuangan yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka semoga semuanya sanggup berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memperlihatkan peraturan yang sebaik-baiknya aturan.
    Secara bahasa kata muamalah ialah masdar dari kata 'AMALA-YU'AMILI-MU'AMALATAN yang berarti saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal.
     Muamalah ialah aturan Allah yang mengatur hubungan insan dengan insan dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik (Idris Ahmad) atau " Muamalah ialah tukar-menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan" (Rasyid Ridho) "(Rahcmat Syafiie, Fiqih Muamalah).
1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan duduk masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.      Apa yang dimaksud dengan Muamalah?
2.      Apa saja macam-macam jual beli?
3.      Rukun dan syarat apa saja yang mengsahkan jual beli?
4.      Hal-hal apa saja yang harus dilakukan semoga transaksi tersebut sah atau tidak?
1.3  Tujuan Masalah
Adapun tujuan duduk masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui maksud dari muamalah
2.      Untuk mengetahui apa saja macam-macam jual beli
3.      Untuk mengetahui Rukun dan syarat yang mengsahkan jual beli
4.      Untuk mengetahui transaksi yang dilakukan sah atau tidak.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Muamalah
    Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah ialah jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan kerjasama dagang.
1. Jual Beli
Jual beli ialah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad). Firman Allah SWT:
الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَإِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ  قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ  أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ                        
Artinya :  “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak sanggup bangkit melainkan menyerupai berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, ialah disebabkan mereka berkata (berpendapat), bahwasanya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah hingga kepadanya larangan dari Rabbnya, kemudian terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum tiba larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu ialah penghuni-penghuni neraka; mereka abadi di dalamnya.” (QS Al Baqarah (2) : 275).
2.      Ariyah (Pinjam meminjam)
    Ariyah ialah memperlihatkan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil keuntungannya dengan tidak merusakkan zatnya semoga sanggup dikembalikan zat barang itu. Dalam hal ariyah terdapat rukun dan hukumnya yaitu sebagai berikut:
a.       Rukun Ariyah
1.      Orang yang meminjamkan syaratnya berhak berbuat kebaikan sekehendaknya, manfaat barang yang dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan
2.      Orang yang meminjam berhak mendapatkan kebaikan
3.      Barang yang dipinjam syaratnya barang tersebut bermanfaat, sewaktu diambil keuntungannya zatnya tetap atau tidak rusak.
   Orang yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar berdasarkan izin dari yang punya dan apabila barang yang dipinjam hilang, atau rusak karena pemakaian yang diizinkan, yang meminjam tidak menggantinya. Tetapi jikalau karena lain, ia wajib mengganti.
b. Hukum Ariyah
Asal aturan meminjamkan sesuatu ialah sunat. Akan tetapi kadang hukumnya wajib dan kadang kala juga haram. Hukumnya wajib misalnya yaitu meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Dan hukumnya haram misalnya sesuatu yang dipinjam untuk sesuatu yang haram.
3.      Sewa Menyewa
    Sewa menyewa ialah suatu perjanjian atau kesepakatan dimana penyewa harus membayarkan atau memperlihatkan imbalan atau manfaat dari benda atau barang yang dimiliki oleh pemili barang yang di pinjamkan. Hukum dari sewa menyewa ini mubah atau diperbolehkan.
4.      Kerjasama dagang atau bisnis
     Dalam istilah syariah, kolaborasi bisnis sering disebut sebagai syirkah, syirkah termasuk salah satu bentuk kerjasama dagang dengan syarat dan rukun tertentu. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri‘), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat. Menurut arti orisinil bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua serpihan atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak sanggup lagi dibedakan satu serpihan dengan serpihan lainnya. Adapun berdasarkan makna syariat, syirkah ialah suatu komitmen antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melaksanakan suatu perjuangan dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Baca Juga : Makalah Perbankan Syariah
2.2 Macam-macam Jual Beli
   Dalam hal jual beli ada tiga macam yaitu jual beli yang sah dan tidak terlarang, jual beli yang terlarang dan tidak sah, jual beli yang sah tetapi terlarang:
1.      Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang diizinkan oleh agama artinya, jual beli yang memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2.      Jual beli yang terlarang dan tidak sah yaitu jual beli yang tidak diizinkan oleh agama, artinya jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya jual beli, misalnya jual beli barang najis, Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya, jual beli yang ada unsur kecurangan dan jual beli sperma hewan.
3.      Jual beli yang sah tapi terlarang yaitu jual belinya sah, tidak membatalkan komitmen dalam jual beli tapi dihentikan dalam agama Islam karena menyakiti si penjual, si pembeli atau orang lain; menyempitkan gerakan pasaran dan merusak ketentraman umum, misalnya membeli barang dengan harga mahal yang tujuannya supaya orang lain tidak sanggup membeli barang tersebut.

2.3 Rukun Dan Syarat Jual Beli
Jual beli mempunyai 3 (tiga) rukun masing-masing rukun mempunyai syarat yaitu;
1.        Al- ‘Aqid (penjual dan pembeli) haruslah seorang yang merdeka, terpelajar (tidak gila), dan baligh atau mumayyiz (sudah sanggup membedakan baik/buruk atau najis/suci, mengerti hitungan harga).
Seorang budak apabila melaksanakan transaksi jual beli tidak sah kecuali atas izin dari tuannya, karena ia dan harta yang ada di tangannya ialah milik tuannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi: “Barangsiapa menjual seorang budak yang mempunyai harta, maka hartanya itu milik penjualnya, kecuali kalau pembeli mensyaratkan juga membeli apa yang dimiliki oleh budak itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikian pula orang gila dan anak kecil (belum baligh) tidak sah jual-belinya, berdasarkan firman Allah:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ                         
“Dan ujilah anak yatim itu hingga mereka remaja untuk kawin. Kemudian kalau berdasarkan pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya”. (QS. An-Nisaa’: 6).
2.        Al-‘Aqdu (transaksi/ijab-qabul) dari penjual dan pembeli.
Ijab (penawaran) yaitu si penjual mengatakan, “saya jual barang ini dengan harga sekian”. Dan Qabul (penerimaan) yaitu si pembeli mengatakan, “saya terima atau saya beli”.
Di dalam hal ini ada dua pendapat:
a.       Mayoritas ulama dalam mazhab Syafi’i mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul dalam setiap bentuk jual-beli, maka tidak sah jual-beli yang dilakukan tanpa mengucapkan lafaz “saya jual… dan saya beli…”.
b.      Tidak mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul dalam setiap bentuk jual-beli. Bahkan imam Nawawi -pemuka ulama dalam mazhab Syafi’i- melemahkan pendapat pertama dan menentukan pendapat yang tidak mensyaratkan ijab-qabul dalam aqad jual beli yang merupakan mazhab maliki dan hanbali.
Dalil pendapat kedua sangat kuat, karena Allah dalam surat An-Nisa’ hanya mensyaratkan saling ridha antara penjual dan pembeli dan tidak mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul. Dan saling ridha antara penjual dan pembeli sebagaimana diketahui dengan lafaz ijab-qabul juga sanggup diketahui dengan adanya qarinah (perbuatan seseorang dengan mengambil barang kemudian membayarnya tanpa ada ucapan apa-apa dari kedua belah pihak). Dan tidak ada riwayat dari nabi atau para sahabat yang menjelaskan lafaz ijab-qabul, andaikan lafaz tersebut merupakan syarat tentulah akan diriwayatkan.
3.        Al-Ma’qud ‘Alaihi ( objek transaksi meliputi barang dan uang ).
Al-Ma’qud ‘Alaihi mempunyai beberapa syarat:
1)        Barang yang diperjual-belikan mempunyai manfaat yang dibenarkan syariat, bukan najis dan bukan benda yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ                                                   
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia niscaya mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih).
Oleh karena itu tidak halal uang hasil penjualan barang-barang haram sebagai berikut: Minuman keras dengan banyak sekali macam jenisnya, bangkai, babi, anjing dan patung. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ                                            
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi dan patung”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Termasuk dalam barang-barang yang haram diperjual-belikan ialah Kaset atau VCD musik dan p0rn*. Maka uang hasil laba menjual barang ini tidak halal dan tentunya tidak berkah, karena musik telah diharamkan Allah dan rasul-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ                                  
“Akan ada diantara umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat musik”. (HR. Bukhari no.5590)
2)        Barang yang dijual harus barang yang telah dimilikinya. Dan kepemilikan sebuah barang dari hasil pembelian sebuah barang menjadi tepat dengan terjadinya transaksi dan serah-terima.
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam ihwal seseorang yang tiba ke tokonya untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak ada di tokonya, kemudian ia mengambil uang orang tersebut dan membeli barang yang diinginkan dari toko lain, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab:
لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ                                                                                           
“jangan engkau jual barang yang tidak engkau miliki!” (HR. Abu Daud)
3)        Barang yang dijual sanggup diserahkan kepada sipembeli, maka tidak sah menjual mobil, motor atau handphone miliknya yang dicuri oleh orang lain dan belum kembali. Demikian tidak sah menjual burung di udara atau ikan di kolam yang belum di tangkap, hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan Abu Said, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang membeli hamba sahaya yang kabur”. (HR.Ahmad)
4)        Barang yang diperjual-belikan dan harganya harus diketahui oleh pembeli dan penjual.
Barang sanggup diketahui dengan cara melihat fisiknya, atau mendengar klarifikasi dari si penjual, kecuali untuk barang yang bila dibuka bungkusnya akan menjadi rusak seperti; telur, kelapa, durian, semangka dan selainnya. Maka sah jual beli tanpa melihat isinya dan si pembeli tidak berhak mengembalikan barang yang dibelinya seandainya didapati isi rusak kecuali ia mensyaratkan di ketika komitmen jual-beli akan mengembalikan barang tersebut bilamana isinya rusak atau si penjual bermaksud menipu si pembeli dengan cara membuka sebuah semangka yang bagus, atau jeruk yang manis rasanya dan memajangnya sebagai referensi padahal ia tahu bahwa sebagian besar semangka dan jeruk yang dimilikinya bukan dari jenis referensi yang dipajang. Maka ini termasuk jual-beli gharar (penipuan) yang diharamkan syariat. Karena nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli yang mengandung unsur gharar (ketidak jelasan/penipuan). (HR. Muslim)
Adapun harga barang sanggup diketahui dengan cara menanyakan pribadi kepada si penjual atau dengan melihat harga yang tertera pada barang, kecuali bila harga yang ditulis pada barang tersebut direkayasa dan bukan harga sesungguhnya, ini juga termasuk jual-beli gharar (penipuan).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
     Dalam pembahasan makalah ini, kami sanggup menyimpulkan bahwa muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang meberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Hal yang termasuk muamalah yaitu:
1. Jual beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli ialah mubah, artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
2. Menghindari riba.
Dalam pelaksanaan jual beli juga ada rukun jual beli yaitu:
a. Penjual dan pembeli
b. Uang dan benda yang dibeli
c. Lafaz ijab dan kabul
3.2 Saran
     Kita sebagai umat muslim semoga memperhatikan aturan muamalah dan tata cara jual beli yang sah berdasarkan agama islam. Dan kita juga harus memperhatikan riba yang terkandung didalam hal jual beli tersebut, karena terdapat hadist yang mengharamkan riba dalam islam.

Sumber http://sekolahmaning.blogspot.com

0 Response to "Makalah Wacana Mu'amalah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel