Pengaruh Suhu Terhadap Perkembangan Crocidolomia Pavonana
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai irit tinggi. Produktifitas kubis di tingkat petani masih belum optimal yaitu 21 ton/Ha, padahal berpotensi mencapai 30 ton/Ha. Salah satu penyebab rendahnya produksi yaitu serangan hama dan penyakit. Hama utama yang menyerang tumbuhan kubis yaitu Crocidolomia pavonana Zell. dan sanggup merusak tumbuhan setelah terbentuk krop.
Hama ini tergolong hewan malam sehingga tidak menyukai datangnya cahaya dan bertelur di balik daun dalam kelompok yang terdiri 30 – 80 butir. Luas tiap kelompok kira – kira 3mm x 5mm. Ngengat betina sanggup hidup hingga 24 hari dan sanggup menghasilkan telur dengan hingga 18 kelompok sehingga total telur ngengat ini 1460 butir selama hidupnya. Biasanya setelah menetas, ulat segera memakan daun terutama daun kepingan dalam yang tertutup oleh daun luar. Hal ini alasannya yaitu ulat ini takut akan cahaya matahari. Pada tumbuhan kubis, bila terdapat hama ini masih mungkin untuk hidup asalkan ulatnya dibinasakan sebelum mencapai titik tumbuh.
Tujuan
Mahasiswa diharapkan bisa :
1. Mengetahui dampak suhu terhadap pertumbuhan serangga C. pavonana
2. Menggambarkan siklus hidup serangga secara umum, khususnya serangga ordo Lepidoptera.
3. Mengetahui tahap – tahap perkembangan serangga dan usang waktu yang diharapkan setiap tahap perkembangannya.
4. Mengetahui perubahan – perubahan morfologi dalam metamorphosis serangga.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman kubis atau kol merupakan salah satu jenis sayuran dari genera Brassica yang tergolong kedalam famili Cruciferae (Brassicaeae) (Sastrosiswojo, 1993). Tanaman kubis ini berasal dari kawasan subtropis dan telah usang dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Produksi kubis di negara kita, selain untuk memenuhi keperluan dalam negeri, juga merupakan komoditas ekspor. Kubis termasuk kelompok enam besar sayuran segar yang diekspor Indonesia, yakni gotong royong dengan tomat, lombok dan bawang merah (Rukmana, 1994).
Permasalahan hama pada tumbuhan kubis hingga ketika ini merupakan faktor utama yang menghambat produksi alasannya yaitu serangannya sanggup menurunkan hasil hingga 100 %. Salah satu hama yang menyerang tumbuhan kubis yaitu Crocidolomia binotalis Zeller (Lubis, 1982) atau kini dikenal dengan Crocidolomia pavonana Fabricius (CAB International Compedium of Entomology, 1999).
C. pavonana merupakan salah satu hama penting pada tumbuhan sayuran Brassicaceae mirip kubis, brokoli, kol bunga, sawi dan lobak (Kalshoven, 1981). Pada kubis, hama ini memakan daun yang masih muda hingga habis kemudian bergerak menuju ke kepingan titik tumbuh, dan apabila diserang penyakit maka tumbuhan akan mati alasannya yaitu kepingan dalamnya menjadi bau (Lubis, 1982). Dilaporkan oleh Uhan (1993), serangan hama ini sanggup menjadikan kehilangan hasil kubis sebesar 65,80%. Hama ulat krop kubis sangat merusak alasannya yaitu larva memakan daun gres di kepingan tengah tumbuhan kubis sehingga tumbuhan gagal membentuk krop. Apabila kepingan tengah tumbuhan kubis telah hancur maka larva pindah ke kepingan ujung daun dan kemudian turun ke daun yang lebih tua. Kebanyakan tumbuhan yang terjangkit akan hancur seluruhnya jikalau ulat krop ini tidak sanggup dikendalikan (Sastrosiswojo dan Setiawati, 1993).
Gejala Serangan Crocidolomia pavonana
Crocidolomia pavonana merupakan hama yang menyerang pertanaman kubis dari munculnya krop hingga panen.
Menurut Kalshoven (1981), pembagian terstruktur mengenai C. pavonana yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Pyralidae
Genus : Crocidolomia
Spesies : Crocidolomia pavonana
Penyebaran serangga ini di Afrika Selatan, Asia Tenggara, Australia dan Kepulauan Pasifik (Kalshoven, 1981). Hama ini sanggup menyerang tumbuhan dari famili Cruciferae mirip kubis, kubis bunga, petsai, sawi, brokoli, lobak, sawi jabung dan selada air. Serangga C. pavonana terkadang saling bergantian sebagai hama utama dengan P. xylostella (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).
Imago C. pavonana meletakkan telur secara berkelompok dan saling tumpang tindih pada permukaan bawah daun dimana mirip formasi genting rumah. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ngengat betina bervariasi antara 55 hingga 285 butir. Sari (2002) melaporkan bahwa persentase penetasan telur yaitu 62,2-100% dan persentase individu yang sanggup bertahan hidup hingga menjadi imago yaitu 44,0-88,6% dengan rata-rata 67,8%. Lama stadium telur 4- 6 hari, telur yang gres diletakkan berwarna hijau kemudian akan berubah selama 2 hari menjadi kuning kehijauan setelah itu berwarna coklat kemerahan dan akan berwarna hitam kelabu sebelum menetas (Korinus, 1995).
Larva C. pavonana berwarna hijau muda kecoklatan. Larva tersebut mempunyai lima instar. Sepanjang badan larva terdapat garis-garis putih pada kepingan sisi dan kepingan atas larva ini. Larva muda (instar ke-1 hingga instar ke-2) pada umumnya hidup bergerombol pada permukaan bawah daun kubis kemudian pada larva instar ke-3 akan menyebar menuju ke titik tumbuh. Sedangkan larva instar ke- 4 dan instar ke-5 akan bersifat malas dan selalu menghindari cahaya matahari (Sastrosiswojo dkk., 2005).
Larva instar I mempunyai panjang yaitu mencapai 1,08-4,5 mm, instar II dengan panjang mencapai 3,0-7,0 mm, instar III yaitu 7-12 mm, kemudian instar IV 12,0-16,0 mm sedangkan larva instar V berukuran 13,0-21,0 mm (Suharti, 2000). Masing-masing larva instar I hingga instar V berbeda yaitu pada larva instar I dan instar II berwarna hijau muda kemudian pada instar III hingga instar V berwarna hijau muda namun pada tubuhnya akan terlihat garis hijau membujur pada ventral dan akan semakin terlihat terperinci terdapat bintik-bintik kecokelatan pada kepingan ventral. Stadium larva pada masing-masing instar tersebut dengan rata-rata periode berturut-turut yaitu 2,6 hari; 2,4 hari; 2 hari; 2,3 hari, dan 4,7 hari. Menurut Sastrosiswojo dkk.(2005) bahwa periode larva pada instar I hingga instar V yaitu 11-17 hari dengan rata-rata 14 hari pada suhu 26-33,2 °C. Larva akan bergerak lamban dan tidak aktif makan pada ketika larva tersebut mendekati masa prapupa.
Serangga cukup umur C. pavonana aktif pada malam hari (nokturnal). Ngengat akan bersembunyi pada siang hari di celah-celah antara daun kubis alasannya yaitu ngengat tidak tertarik pada cahaya (Kalshoven, 1981). Imago betina berwarna coklat dengan sayap depan berwarna sedikit gelap, sedangkan imago jantan berwarna coklat lebih gelap dengan sayap depan bercorak lebih terperinci (Sari, 2002). Perbedaan yang lainnya yaitu ngengat betina mempunyai abdomen yang lebih besar namun abdomen ngengat jantan lebih pendek dimana ujung abdomen lebih tumpul dan lebih banyak ditumbuhi rambut-rambut halus (Suharti, 2000). Ukuran panjang badan ngengat jantan berkisar 10,4 mm dan ngengat betina 9,6 mm (Sastrosiswojo dkk., 2005). Lama hidup imago ngengat C. pavonana yaitu 9,4 hari 11 (Sari, 2002). Siklus hidup C. pavonana berkisar antara 22 hingga 30 hari (Kalshoven, 1981).
BAB III. METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Hari, Tanggal : Senin, 14 Mei 2018
Jam : 11.00 – 12.00 WIB
Tempat : Lab. Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unpad
Alat dan Bahan
1. Kubis
2. Telur C. Pavonana
3. Tissue
4. Sprayer + air
5. Cawan Petri
6. Label
Metode
Metode penelitian, membandingkan dua perlakuan (suhu) pada suhu ruang dan suhu masbodoh (kulkas).
Prosedur Pelaksanaan
Kegiatan 1 :
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Tambahkan lapisan tisu di dasar cawan petri kemudian dilembabkan memakai sprayer
3. Masukan kubis untuk makanan larva C. Pavonana setelah menetas
4. Masukan te telur C. Pavonana
5. Tutup cawan petri kemudian beli label
6. Ulangi untuk cawan petri ke 2
7. Simpan 1 cawan petri di tempat dengan suhu ruangan dan 1 di suhu dingin
8. Melakukan pengamatan minimal 2 hari sekali
Kegiatan 2 :
1. Tiap perlakuan memakai 5 ekor larva C. pavonana dengan masing-masing perlakuan dua ulangan
2. Cup plastik yang telah diisi larva ditutup dan dilubangi tutupnya untuk sirkulasi udara
3. Pengamatan dilakukan 2 hari sekali yaitu (1) penggantian pakan, pakan ditimbang dulu sebelum dan sesudah, dicatat (2) larva diukur panjangnya setiap pengamatan, dan diamati perkembangannya
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
No | Hari, Tanggal | Pembahasan | Dokumentasi | |
Suhu Ruangan | Suhu Dingin | |||
1. | Rabu, 16 Mei 2018 | Telur C.Pavonana di kedua perlakuan belum ada yang menetas | | |
2. | Jum’at, 25 Mei 2018 | C. Pavonana sudah menetas pada suhu ruang,dan belum menetas pada suhu dingin. Larva pada suhu ruang ± 20 ekor dengan panjang ± 1 cm, dengan berat makanan yang tersisa ± 1 gram, dan dilakukan pergantian makanan dengan berat 11,3 gram. | ||
3. | Kamis, 31 Mei 2018 | Ukuran larva sudah mencapai ± 2,5 cm, dan sudah terdapat larva yang mati pada suhu ruang. | ||
4. | Senin, 4 Juni 2018 | Larva C. Pavonana yang di amati sudah mati semua |
BAB V. PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari pengamatan yang telah dilakukan sanggup ditari kesimpulan bahwa suhu kuat terhadap tingkat perkembangan hama Crocidolomia pavonana. Dapat dilihat dari hasil pengamatan yang membuktikan telur C. pavonana yang berada pada suhu ruangan lebih cepat menetas dan berkembang dibandingkan dengan telur C. pavonana yang berada pada suhu dingin.
DAFTAR PUSTAKA
C A B International. 1999. International compedium of Entomology. CD CAB Key of Entomology
Lubis, A.H. 1982. Biologi Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera : Pyralidae) pada Tanaman Kubis dan Lobak. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 51 hal.
Rukmana, R. 1994. Kubis. Yogyakarta : Kanisius.
Sastrosiswojo, S. 1994. Pengendalian Hama Terpadu Hama Penting Sayuran. Makalah dalam Peningkatan Pengentahuan dan Keterampilan Para Teknis dalam Management Penelitian PHT. IPB, Bogor, 13 Juni – 9 Juli 1994.
Sumber http://teori-perbab.blogspot.com
0 Response to "Pengaruh Suhu Terhadap Perkembangan Crocidolomia Pavonana"
Posting Komentar