iklan

✔ Perdagangan Internasional, Globalisasi Dan Perlindungan (3)

  1. Komoditas/produk apakah yang selama ini mendapat perlindungan pemerintah? Mengapa? Bagaimana bentuk proteksinya? Apakah gotong royong yang dilindungi? Masyarakat, petani, atau kepentingan politis?

Komoditas yang sering diproteksi ialah beras, gula, jagung, dan kedelai.
Studi kasus:
Mempertimbangkan Kembali Kebijakan Proteksi
Pro dan kontra terhadap konsep perlindungan memang mempunyai logikanya masingmasing. Mereka yang pro menilai bahwa negara harus melindungi rakyatnya dari aneka macam bahaya termasuk bahaya produkproduk asing. Biasanya kebijakan perlindungan ini mencuat ketika negara tengah dilanda krisis, maka tidak gila jikalau perlindungan diidentikkan dengan intervensi atau campur tangan negara terhadap pasar.
Dalam konsep proteksi, negara versus pasar memang sulit dihindari.Pasar sangat sensitif atas semua langkah yang diambil negara. Mekanisme pasar bebas percaya bahwa semakin kecil tugas negara akan semakin baik bagi pasar. Karena itu perlindungan bagi pasar dianggap sebagai bentuk distorsi. Terlebih lagi ketika dunia setuju bahwa perdagangan bebas sudah tidak bisa ditunda lagi, maka bentuk-bentuk proteksionisme menjadi ilegal.
Dan kini paradoks global menjadi sulit dihindari. Kebijakan perlindungan yang dianggap ‘barang haram’ justru marak ketika banyak negara mulai mengadopsi liberalisasi perdagangan. Dalam pertemuan informal para pemimpin APEC pada final tahun 2009 misalnya, warta perlindungan dibahas secara khusus. Mereka khawatir munculnya fenomena proteksionisme yang bersifat global. Kekhawatiran semakin menjadi ketika dunia mengalami krisis ekonomi.
Dalam sidang G-7 di Roma, Italia, para pemimpin negara-negara maju kembali menyerukan semoga krisis ekonomi yang tengah melanda tidak menciptakan mereka terpengaruhi melaksanakan langkah proteksi. Bahkan dalam pertemuan G20 di Seoul, Kanselir Jerman Angela Merkel menyampaikan bahwa sistem perlindungan perdagangan akan menimbulkan bahaya terbesar bagi pemulihan ekonomi global.
Seruan Merkel memang terperinci arahnya, sebab ditujukan bukan untuk mereka tetapi untuk negaranegara berkembang. Namun kenyataan yang terjadi sebaliknya. Menurut Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra Siregar, dalam 3 -5 tahun mendatang negara-negara maju sudah tidak sanggup mengemban amanah menjadi pendorong perekonomian global. Bahkan, terdapat kecenderungan bahwa mereka melaksanakan perlindungan dan menerapkan kebijakan yang tidak rasional. Negara-negara maju menyerupai tengah menerapkan standar ganda. Di luar mereka berteriak menentang proteksi, tetapi ke dalam mereka menerapkannya.

2.      Pemikiran-pemikiran wacana dibangungnya prosedur perdagangan bebas global mulai ramai dibicarakan semenjak final tahun 90an dan kemudian diimplementasikan dengan terbentuknya forum resmi dunia WTO (World Trade Organization) pada tahun 1994 yang (diharapkan) menangani duduk kasus ini. 
a)      Apakah argumentasi utama yang dijanjikan para akhli pendukung perdagangan bebas sehingga yakin bahwa prosedur tersebut bisa mensejahterakan seluruh umat insan di dunia?
b)      Apakah kehawatiran utama negara-negara berkembang yang bersikukuh untuk tidak membukakan pasar domestiknya terhadap perdagangan bebas, termasuk Indonesia yang mempertahankan pasar pangan berasnya yang tertutup

a.       WTO
WTO sendiri pun tidak lepas dari kegagalan-kegagalan yang seharusnya dihindari oleh WTO. Malah bisa dibilang WTO bukan hanya gagal, tapi pertanda adanya kepentingan negara-negara industri dalam keberadaannya sampai ketika ini, terutama Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Dari awal pun posisi tawar menawar antara negara maju dan negara berkembang pun tidak seimbang. Juga rapat-rapat WTO hanya diikuti oleh 30an negara, yang berarti ada 100an negara yang tidak ikut dalam mengambil keputusan rapat. Hal itu pertanda bahwa negara-negara selain negara maju tidak mendapat tugas yang lebih dalam mengambil kebijakan-kebijakan WTO.
Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh WTO sendiri banyak menuai kontroversi bagi negara-negara berkembang. Kebijakan-kebijakan tersebut utamanya antara lain: TRIPs, Sanitation and Phytosanitation Standards (SAPS), Agreement on Agriculture (AoA), General Agreement on Trade Services (GATS).
TRIPs ialah kebijakan dari WTO yang mengatur akan pematenan hak kekayaan intelektual. Hal yang mendasari ini ialah dorongan laba ekonomi dan penguasaan pasar oleh negara-negara industri maju. Melalui TRIPs, negara-negara maju berupaya untuk mengendalikan penguasaan perdagangan internasional melalui pematenan produk-produk mereka. Hal ini ternyata sanggup berdampak jelek bagi negara-negara berkembang sebab dengan kebijakan-kebijakan menyerupai ini akan menjadikan tidak adanya transfer teknologi sebab apa yang mau ditransfer tersebut sudah menjadi hak dari negara maju yang mematenkan. Juga sekali lagi sanggup menjadi bumerang bagi negara berkembang sebab pematenan hanya pada skala industri, tidak pada skala pertanian juga. Artinya proses-proses bioteknologi yang kini berhasil menghasilkan bibit-bibit unggul itu tidak sanggup dipatenkan juga. Hal ini dimanfaatkan oleh negara-negara industri maju untuk melaksanakan transfer teknologi dan pengetahuan untuk pertaniannya, yang dimana pada sebaliknya negara-negara berkembang susah untuk mengakses transfer teknologi pada skala industri.
SAPS, ialah perjanjian yang membatasi kebijakan pemerintah dalam hal keamanan masakan (kontaminasi bakteri, pestisida, investigasi dan pelabelan) dan kesehatan hewan dan tumbuhan (impor wabah dan penyakit). Perjanjian ini merugikan sebab sanggup melemahkan Precautionary Principle (Prinsip Pencegahan) pada negara-negara yang belum melaksanakan penelitian ilmiah untuk memperlihatkan bukti tuduhan. Kebijakan ini gotong royong baik maksudnya, tapi sanggup menimbulkan terlambatnya negara yang diimpor untuk mencegah wabah atau penyakit dari hewan ataupun tumbuhan yang masuk ke negara mereka.
Agreement on Agriculture (AoA), perjanjian yang dihasilkan dari putaran Uruguay ini, mengatur perdagangan pangan secara internasional dan dalam negeri. Aturan-aturan ini memacu laju konsentrasi pertanian ke agribisnis dan sanggup melemahkan kemampuan negara-negara miskin untuk mencukupi kebutuhan swadaya pangan dengan cara bertani subsistens (bahan pokok penyambung hidup). Hal ini mengakibatkan rendahnya harga komoditas mereka atas jumlah ekspor mereka yang juga terbatas.
GATS ialah perjanjian yang dimaksudkan untuk menjadi tata perdagangan bebas dalam bidang jasa. Perjanjian ini bertujuan untuk meliberalisasi perdagangan jasa dengan menghilangkan hambatan, kontrol dan regulasi atas penyediaan jasa. Hal yang angker ialah GATS didasarkan pada prinsip yang memrioraritaskan nilai hemat dibandingkan nilai sosial dari penyediaan jasa. Situasi ini mengarah pada komersialisasi jasa yangberjalan bersamaan dengan liberalisasi ekonomi yang membatasi tugas negara atau tubuh publik. Hal ini berimplikasi pada privatisasi pada sektor-sektor penting menyerupai air, komunikasi, kesehatan, dan pendidikan. Pengalihan kewenangan pada swasta juga akan kemudian menimbulkan kesenjangan kekuasaan antara korporasi dan konsumen/publik. Pengelolaan secara arbitreri oleh swasta juga akan menimbulkan naiknya tarif layanannya.
Pada WTO sendiri terdapat juga standar ganda dalam perdagangan internasional, dimana negara-negara industri maju melibatkan kepentingan mereka dalam WTO Standar ganda yang dimaksud ialah ketika negara-negara maju memakai posisi tawar mereka termasuk di arena WTO dan memaksakannya pada negara-negara lainnya. Contoh yang kentara dari standar ganda perdagangan internasional ini ialah masalah Common Agricultural Policy yang diberlakukan ole Uni Eropa.
Common Agricultural Policy (CAP) ialah kebijakan pertanian yang dirancang oleh Eropa pada tahun 1950-an. Kondisi Eropa pada tahun tersebut berbeda sekali dengan kondisi sekarang. CAP muncul dari stress berat dan kelaparan akhir perang, sehingga tidak mengherankan jikalau CAP mempunyai tujuan menjadikan Eropa sanggup mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, menjamin kelayakan hidup petani dan memilih harga yang layak bagi konsumen. Akan tetapi lama-lama peningkatan maupun penurunan pertanian bukanlah duduk kasus bagi orang Eropa sebab mereka sudah mempunyai industri yang maju dan segala bentuk perlindungan sosial. Padahal pertanian hanya sebesar 4% di Uni Eropa dan sebesar 1% di Inggris. Berbeda dengan negara-negara berkembang sepertiIndonesia yang 60% merupakan pertanian, yang menjadikan eratnya pertumbuhan pertanian dengan pengurangan kemiskinan pada negara-negara tersebut. Negara-negara berkembang dirugikan dengan murahnya produk-produk pertanian dari Uni Eropa. CAP telah melukai para petani di negara-negara berkembang dengan dua cara, yaitu menghancurkan produsen-produsen di negara berkembang dengan dumping dengan menyubsidi barang-barang di pasar lokal mereka dan mengurangi potensi ekspor pertanian ke negara-negara berkembang baik ke negara-negara Eropa maupun pasar-pasar pada negara ketiga. Dampak dari subsidi tersebut menjadikan 75% keuntungan produsen ekspor di UE berasal dari CAP, bukan dari pasar.
Berdirinya WTO menghendaki adanya sebuah keterbukaan antar pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional, sehingga akan sanggup dihindari perilaku-perilaku curang diantara mereka. Akan tetapi, pada kenyataannya, pendirian WTO justru sekedar dimanfaatkan oleh segelintir kelompok dan negara saja. WTO terlalu didominasi oleh kepentingan korporasi-korporasi besar dan Negara-negara Maju, untuk menekan Negara-negara Dunia Ketiga. Hal ini berakibat pada terjadinya kesenjangan yang teramat curam antara Negara Maju dan Negara Berkembang. Segelintir Negara Maju menjadi sangat kaya raya, sedangkan banyak Negara Berkembang semakin terjerumus ke jurang kemiskinan dan kesengsaraan yang memilukan. Negara-negara Maju sebagai pendukung utama WTO, secara terus-menerus memelintir realitas sosial, demi melegitimasi dan mengokohkan aneka macam kepentingan kekuasaan mereka. Upaya ini dilakukan dengan menyodorkan aneka macam macam aktivitas pembicaraan pada setiap pertemuan WTO, dengan dalih untuk memperbaiki sistem yang dikatakan telah berlaku tidak adil. Selanjutnya, hasil negosiasi tersebut mereka bungkus dengan suatu perjanjian yang mempunyai kekuatan aturan mengikat. Mereka—Negara Maju, dengan lantang juga memperlihatkan aneka macam pernyataan kepada publik, yang memperlihatkan basis legitimit bagi bangunan-bangunan teoritik usulan mereka. Mulai dari perbaikan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan, keadilan dalam perdagangan, dll. Padahal, lebih banyak didominasi dari usulan tersebut ialah sebuah keniscayaan dan berisi serangkain kesepakatan keadilan yang semu belaka.
b.Penciptaan perdagangan bebas dan pasar bebas tidak hanya mendapat kendala dari perekonomian negara berkembang saja, melainkan juga dari seluruh bentuk perekonomian negara konvensional. Kekhawatiran negara terhadap pelaksanaan pasar bebas ialah terkikisnya kedaulatan negara sampai titik minimum.



Sumber http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.com

0 Response to "✔ Perdagangan Internasional, Globalisasi Dan Perlindungan (3)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel