iklan

Sejarah Aturan Perburuhan

Hukum Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin (tenaga) uap di Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi barang/jasa dalam skala besar. Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti sistem feodalistik, pekerja atau buruh mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi diri mereka dari hasil olahan lading yang mereka kerjakan sendiri. Sejak masa pertengahan, di perkotaan, kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam bidang-bidang pekerjaan tertentu. Sekalipun demikian, kelas wirausaha (entrepreneur) gres yang bermunculan menuntut kebebasan dalam rangka memperluas cakupan dan jangkauan aktivits mereka.


Revolusi Prancis (1795) menjadi simbol tuntutan dari kelompok gres masyarakat modern yang mulai muncul: diproklamirkan keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga Negara dan kebebasan berdagang (bergiat dalam lalulintas perdagangan). Hukum pada tataran Negara-bangsa dikodifikasikan ke dalam kitab undang- undang yang dilandaskan pada prinsip-prinsip gres menyerupai kebebasan berkontrak dan kemutlakan hak milik atas kebendaan. Perserikatan kerja yang dianggap merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda dihapuskan.

Napoleon mengembangkan ide gres wacana aturan demikian ke seluruh benua Eropa. Meskipun demikian, selama kurun masa ke-19 sepertinya kebebasan-kebebasan gres tersebut di atas hanya sanggup dinikmati sekelompok kecil masyarakat elite yang kemudian muncul. Mayoritas masyarakat pekerja/buruh bergairah tidak lagi sanggup menikmati cara hidup tradisional mereka (yang dahulu berbasis agrikultur) dan terpaksa mencari penghidupan sebagai buruh pabrik. Kebebasan- kebebasan di atas (berkenaan dengan kebebasan berkontrak dan hak milik absolut) secara dramatis memaksakan gaya hidup yang sama sekali berbeda pada secara umum dikuasai masyarakat pencari kerja (usia produktif).
Mereka terpaksa mendapatkan kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh kelompok kecil majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga dan bawah umur kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang. Kondisi kerja yang ada juga mengancam kesehatan mereka semua. Gerakan sosialis yang kemudian muncul, namun juga kritikan dari pemerintah, gereja dan militer, kemudian berhasil mendorong diterimanya legislasi perburuhan yang pertama. Di banyak Negara Eropa, buruh anak dihapuskan. Tidak berapa usang berselang pembatalan ini diikuti oleh kebijakan-kebijakan lain berkenaan dengan jam kerja buruh wanita di bidang industri. Baru kemudian aturan yang sama muncul untuk buruh laki-laki.

Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi legislasi mereka perihal kontrak atau perjannjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep dari Hukum Romawi. Satu prinsip gres diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja yaitu pihak yang lebih lemah dan lantaran itu memerlukan dukungan hukum. Buruh mulai mengorganisir diri mereka sendiri dalam serikat-serikat pekerja (trade unions). Secara kolektif mereka sanggup bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan dengan demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep perjanjian/kesepakatan kerja bersama (collective agreement).
Hugo Sinzheimer, guru besar aturan dari Jerman yaitu yang pertama kali mengembangkan konsep kesepakatan kerja bersama dan mendorong legalisasinya. Konsep yang ia kembangkan di Jerman pada era Weimar dicakupkan ke dalam perundang-undangan dan langkah ini menginspirasi banyak Negara lain untuk mengadopsi konsep yang sama.

Di Jerman pula diperkenalkan pertama kali konsep dewan kerja (works council) yang juga menyebar ke banyak Negara di Eropa pada masa ke-20. Asuransi/jaminan sosial sudah berkembang di Jerman pada selesai masa ke-19 dan menyebar ke seluruh Eropa semenjak awal masa ke-20. Pada tataran berbeda, juga dikembangkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang dibuat dengan tujuan mencegah persaingan antar negara dengan efek jelek (penurunan standard dukungan buruh; race to the bottom). Pada selesai Perang Dunia Pertama, revolusi sosial di Russia dan Jerman menyadarkan banyak pemerintah bahwa diharapkan pengembangan kebijakan sosial yang bersifat khusus. Dalam perjanjian perdamaian (pengakhiran perang dunia pertama; the Peace Treaty of Versailles) pada 1919 dibentuklah the International Labour Organisation (ILO).
Pendirian Organisasi Perburuhan Internasional ini dilandaskan kepercayaan bahwa perdamaian yang lebih langgeng harus dibangun menurut keadilan sosial. Berkembangnya legislasi bidang per- buruhan di banyak negara juga terdorong oleh krisis ekonomi (malaise,
1930-an) dan pengabaian aturan secara massif oleh pemerintahan Nazi- Jerman. Presiden Amerika Serikat, Roosevelt, pada selesai Perang Dunia ke-2 mendeklarasikan four freedoms (empat kebebasan) yang terkenal, dalam hal mana kebebasan ke-empat, freedom from want (kebebasan dari kemiskinan) merujuk pada keadilan sosial. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Deklarasi Universal wacana Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights; 1948) dengan tegas menyatakan bahwa hak-hak sosial yaitu bab dari hak asasi manusia. Negara-negara Eropa mengembangkan Negara kesejahteraan di mana warga-negara dilindungi oleh pemerintah dari semenjak lahir hingga mati (from the cradle to the grave).

Di Eropa kontinen, undang-undang perburuhan dibuat untuk meliputi semua aspek yang berkaitan dengan kerja. Prancis dan Negara-negara  Eropa  Timur  memberlakukan  kodifikasi dalam bidang aturan perburuhan. Di Inggris, karya Otto Kahn-Freund, yang memperkenalkan dan memajukan pengembangan relasi industrial dan perbandingan aturan di dalam bidang aturan perburuhan, menunjukkan  landasan  teoretik  bagi  pengembangan  bidang  hukum ini.  ILO  terus  menambah jumlah  konvensi  dan  mengembangkan satu International Labour Code yang meliputi semua duduk perkara yang terkait dengan perburuhan. Sekalipun demikian, selama dan pasca krisis minyak bumi di 1970-an, aturan perburuhan dan jaminan sosial sepertinya telah mencapai puncak perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya sisi lain dari perkembangan aturan perburuhan: dukungan yang terlalu ketat kiranya menjadikan berkurangnya daya saing industri dan kelesuan pekerja.

Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran eksperimen sosialis di Negara-negara Eropa Timur mendorong gerakan liberalisasi. Dalam konteks menanggapi tuntutan globalisasi dikembangkanlah Hukum Perburuhan Eropa. ILO memperbaharui konvensi-konvensi yang ada dan menekankan pentingnya sejumlah hak-hak buruh yang terpenting (core labour rights). Sekalipun aturan perburuhan Eropa merupakan satu referensi kasatmata yang mencerahkan bagi banyak Negara berkembang, ihtiar perbaikan atau pemajuan standard sosial di Negara-negara tersebut masih berjalan sangat lambat. Sejak 1970-an, Bank Dunia maupun PBB lebih memperhatikan pemajuan hak-hak sosial. ILO mendorong dan mendukung perkembangan sosial di Negara-negara berkembang.


Sumber http://ilmuteknikmesinindonesia.blogspot.com

0 Response to "Sejarah Aturan Perburuhan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel