Keindahan Pantai Anyer
Masih teringat kisah temanku yang berjulukan Hamudi Setiyawan Prabowo, ia menceritakan pengalaman kelas kami dahulu yaitu DB21 atau lebih kerennya disebut DeBe21 (nggak beda jauh sih) secara sangat detail. Berikut ini yakni ceritanya yang membuatku ingin mengulang kembali masa-masa kuliah D3 dulu.
Deburan ombak yang bergulung menghempas bibir pantai hingga membuih putih. Yup.. itulah salah satu kenangan indah yang membekas dan berkenan di hati, yaitu saat saya dan teman-teman anak DeBe21 mengisi libur semesternya dengan pergi ke pantai Anyer. Berbagai perencanaan dan persiapan mulai dari transportasi, penginapan, serta doorprize dibentuk dengan biaya seminimal mungkin, dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Disinilah, sesepuh serta penasihat agung Bpk.Abdul Manan sebagai panitia yang berperan besar dalam mencerdaskan anak bangsa. Abdul Manan atau yang lebih erat di kenal "pakde" dan dua srikandi DeBe21 Lia Wulan Surya dan Niken Hapsari Oktora telah mengatur dan merencanakan perjalanan kami sesuai fungsi administrasi sebagai planning, organizing, actuating, dan controlling. Tengkyu teman.
Drrrtt… drtttt… bergetarlah O2 XDA II ku, diiringi notifikasi alarm "ding dong… ding dong…" . Dengan masih bermalas-malasan kulihat layar hape!! Wadduuuh… sudah jam 6 pagi! Bergegas kutinggalkan peraduan, ganti baju kemudian mencangklongkan tas favoritku yang telah kupenuhi bekal semalam. Bismillah hirrahman nirrahim, kutinggalkan rumah tuk menuju kampus yang menjadi kawasan pertemuan sebelum bertolak. Oh iya… tanpa mandi!!!
Sesampai di kampus, saya celingak-celinguk mencari teman-temanku, tapi menjumpai batang hidungnya pun tidak. Akupun sempat berpikir kalau saya telah tertinggal bus, aahh kutepis pikiran itu jauh-jauh… nggak mungkin teman-temanku meninggalkan salah satu anggotanya yang imut ini. Samar-samar kulihat sosok bayangan hitam, menggendong tas ransel sambil menjinjing dua kantung plastik putih. Itu bukan hantu teman, ia yakni temanku… namanya Alief Syahru. Kuhampiri ia seraya menanyakan keberadaan penerima lain, yang ternyata belum pada datang. Indonesia banget… "jam karet". Lalu kubertanya pada Alief "lip, bus kita mana?" Alief hanya tersenyum penuh arti sambil tangan kirinya menunjuk ke seberang jalan . "Yang mana?" dengan senyum menarik hati Alief bicara "itu lho… yang warnanya biru tua…". Masya allah, yang ditunjuk Alief bukanlah bus, melainkan sebuah truck TNI. Irit sih irit, tapi sungguh tega kalau membiarkan pantatku yang tak berisi ini harus beradu dengan dingklik kayu tanpa alas. Tak apalah yang penting seru.
Alhamdulillah perjalanan berjalan lancar, walaupun ada penerima yang berhalangan hadir. Perjalanan memakai truck tidaklah seburuk yang kubayangkan, tidaklah hingga terombang-ambing ibarat kalau mengendarai kapal laut, hanya seluruh badan bergetar jago menahan guncangan body kendaraan yang tak bisa diredam oleh suspensi kendaraan. Untuk menghilangkan kejenuhan akhir perjalanan jauh dan erangan bunyi mesin yang membahana, kulambaikan tanganku kepada orang-orang maupun kendaraan yang kemudian lalang di sekitar kami layaknya superstar melambaikan tangan kepada para penggemarnya.
Sebelum tengah hari kami tiba di tujuan. Wisma Anthony, hanya terletak beberapa meter saja dari bibir pantai. Tempat yang murah, hanya dengan 700.000 rupiah per malam dengan tiga kamar plus AC, tipi, kulkas, dan kompor gas serta kapasitas yang boleh di huni oleh lebih dari 15 orang (promosi banget… anak bukan, sodara bukan… pada dasarnya murah meriah lah). Seperti yang kurencanakan dari rumah, hingga tujuan pribadi mandi, tapi bukanlah mandi konvensional melainkan bermain ombak di pantai…
Yuhuuu… bergegas saya menceburkan diri ke laut, eh bukan bahari ding… tapi pantai. Pokoknya dengan semangat membara, semangat yang hanya bisa diucapkan oleh laki-laki sejati, saya bertekad bahwa akan kuhabiskan setengah hariku bermain air. Karena kebanyakan bergaya kolam karang menentang ombak, saya banyak terminum air laut, tenggorokanku menjadi kering. Aku dan teman-teman memutuskan untuk kembali ke wisma. Tapi bagaimana dengan rencanaku tuk menghabiskan setengah hari di air? Tenang saja, di wisma juga tersedia air, air yang ditampung dalam jumlah yang banyak dalam suatu wadah yang diberi nama "kolam renang". Ahahai… alhasil, saya dan teman-teman bermain, bercanda, dan berfoto ria di kolam renang. Di sana ada juga penjaja buah kelapa muda (emang kelapa bisa dikategorikan buah?). Alhasil, didalam rongga perutku tercampurlah tiga jenis air, yaitu air bahari dengan rasa asin pekat sedikit pahit, air kolam dengan rasa kaporitnya, dan air kelapa yang menyegarkan dan bisa mengembalikan ion badan yang hilang.
Angin monsoon yang berhembus kencang mengingatkanku bahwa cacing-cacing dalam perutku menjerit meminta jatah makan, maka kuputuskan untuk makan mie kare sebagai pengganjal. Ada yang ngga tau angin monsoon? Itu lho, angin ekspresi dominan kemarau yang berhembus dari arah benua Australia yang membawa hawa panas. Lalu apa hubungannya antara angin dan lapar? Baiklah kujelaskan, dalam keadaan udara yang panas, menciptakan seseorang menjadi praktis marah, untuk murka maka diperlukan energi, untuk mendapat energi, diperoleh dengan makan. Sudah paham? Ha belum! Sudah aja ya! Apaa… kau belum paham juga!!! Yang belum paham, silakan baca lagi dari atas. Wookeeh…
Hari makin sore, air bahari mulai pasang, dan ombak pun makin tinggi. Hal ini mamacu adrenalinku untuk kembali berenang ke lepas pantai, kembali menantang ombak, terseret hingga jauh dari bibir pantai. Prriiiiit… priiiiit… penjaga pantai itu memperingatkan bahwa posisiku dan teman-teman terlalu jauh. Ah padahal lagi seru-serunya, terpaksa saya menepi. Di tepian, saya meminta kepada teman-temanku untuk menguburku dalam kubangan pasir, mereka sepakat dan terciptalah sosok baruku yang ibarat buaya darat… Dalam keadaan terhimpit dan nafasku mulai sesak, saya meminta semoga wujudku di abadikan dalam sebuah photo. Tapi alangkah sialnya, kamera Spectraku tertinggal di kamar, yang ada hanya kamera hape kualitas VGA pula. Tak apalah…
Setelah makan malam, diadakan program pembagian doorprize melalui kuis. Sesion pertama memperebutkan 2 buah tas laptop model jinjing, jujur saya tak tertarik sama hadiahnya, orang beruntung yang mendapat hadiah ini yakni Martotor Parsaulian Silitonga sang kepala suku dan Markus Utomo ajudannya. Sesion kedua, hadiahnya paling murah… payung. Kali ini menebak berapa jumlah batang korek yang ada dalam kotaknya. Karena kemampuanku dalam menganalisa suara, saya bisa menebaknya dengan mudah. Alhasil, payung itu berpindah tangan padaku. Sesion ketiga, ini yakni hadiah yang kuharapkan. Hadiahnya berupa tas laptop model gendong. Karena barangnya cuma ada satu, untuk memperebutkannya dengan cara diundi. Dengan semangat dan bermodal keberuntungan, tanganku meraih kupon undian. Namun apa yang terjadi? Pak de menegurku seraya mengatakan, "Bow.. elu kan udah dapet payung, jadi ngga boleh ikutan lagi!!!". Menyesal saya menjawab kuis di sesion sebelumnya. Tau gini saya berani berspekulasi dengan keberuntunganku untuk mendapat hadiah yang ku idamkan… he he he… Oh iya, pemenang kuis di sesion ketiga ini yakni Faberinto, laki-laki yang cocoknya kerja di air.
Sambil menunggu malam beranjak larut, saya dan semua penerima berkumpul di bibir pantai ditemani kopi racikan Yoso Ismoyo seraya bercerita kesana kemari ngga jelas, dan melontarkan beberapa tebakan yang menurutku kesemuanya garing. Mungkin bagi orang awam hal itu terdengar lucu, tapi bagiku yang telah usang berkecimpung di dunia humor, hal itu sudah ngga lucu lagi. Yang menciptakan menarik bagiku yakni saat Suyoko angkat bicara, logat jawanya itu lho… medhok banget! Sayuti aja lewat…
Lewat tengah malam (kira-kira antara jam 2 dan jam 3 saya tertidur juga, kurasa sebaiknya saya tidak perlu menceritakan apa yang terjadi saat saya sedang tidur… next.
Pagi hari, bergegas saya berdiri hanya untuk melihat sunrise dari pinggir pantai. Aku kecewa, awan terlalu tebal menghalangi jarak pandangku. Untuk melampiaskan kekecewaanku, kubuka baju kemudian renang lagi… ombak meninggi, saya riang sekali. Kembali saya dan teman-teman beranjak kepantai untuk bermain air, sepak bola, main ombak lagi, renang di kolam lagi, kemudian bermain ombak lagi. Gokil, kulitku ampe kisut, kulit cerahku melegam akhir terbakar sinar mentari. Gila, jadi gosong hanya dalam tempo sehari.
Tengah hari kami bersiap diri, ke Jakarta saya kan kembali. Pulang dengan mengendarai truk TNI. Sengaja malamnya saya tidur dini hari, semoga dalam perjalanan pulang saya bisa terbuai dalam mimpi. Perjalanan kembali tak perlulah kuceritakan lagi, karna saya sendiri tak tau apa yang terjadi, yang sejatinya niscaya asyik sekali, dan menorehkan kenangan indah yang tersimpan di hati, hati kami...
Drrrtt… drtttt… bergetarlah O2 XDA II ku, diiringi notifikasi alarm "ding dong… ding dong…" . Dengan masih bermalas-malasan kulihat layar hape!! Wadduuuh… sudah jam 6 pagi! Bergegas kutinggalkan peraduan, ganti baju kemudian mencangklongkan tas favoritku yang telah kupenuhi bekal semalam. Bismillah hirrahman nirrahim, kutinggalkan rumah tuk menuju kampus yang menjadi kawasan pertemuan sebelum bertolak. Oh iya… tanpa mandi!!!
Sesampai di kampus, saya celingak-celinguk mencari teman-temanku, tapi menjumpai batang hidungnya pun tidak. Akupun sempat berpikir kalau saya telah tertinggal bus, aahh kutepis pikiran itu jauh-jauh… nggak mungkin teman-temanku meninggalkan salah satu anggotanya yang imut ini. Samar-samar kulihat sosok bayangan hitam, menggendong tas ransel sambil menjinjing dua kantung plastik putih. Itu bukan hantu teman, ia yakni temanku… namanya Alief Syahru. Kuhampiri ia seraya menanyakan keberadaan penerima lain, yang ternyata belum pada datang. Indonesia banget… "jam karet". Lalu kubertanya pada Alief "lip, bus kita mana?" Alief hanya tersenyum penuh arti sambil tangan kirinya menunjuk ke seberang jalan . "Yang mana?" dengan senyum menarik hati Alief bicara "itu lho… yang warnanya biru tua…". Masya allah, yang ditunjuk Alief bukanlah bus, melainkan sebuah truck TNI. Irit sih irit, tapi sungguh tega kalau membiarkan pantatku yang tak berisi ini harus beradu dengan dingklik kayu tanpa alas. Tak apalah yang penting seru.
Alhamdulillah perjalanan berjalan lancar, walaupun ada penerima yang berhalangan hadir. Perjalanan memakai truck tidaklah seburuk yang kubayangkan, tidaklah hingga terombang-ambing ibarat kalau mengendarai kapal laut, hanya seluruh badan bergetar jago menahan guncangan body kendaraan yang tak bisa diredam oleh suspensi kendaraan. Untuk menghilangkan kejenuhan akhir perjalanan jauh dan erangan bunyi mesin yang membahana, kulambaikan tanganku kepada orang-orang maupun kendaraan yang kemudian lalang di sekitar kami layaknya superstar melambaikan tangan kepada para penggemarnya.
Sebelum tengah hari kami tiba di tujuan. Wisma Anthony, hanya terletak beberapa meter saja dari bibir pantai. Tempat yang murah, hanya dengan 700.000 rupiah per malam dengan tiga kamar plus AC, tipi, kulkas, dan kompor gas serta kapasitas yang boleh di huni oleh lebih dari 15 orang (promosi banget… anak bukan, sodara bukan… pada dasarnya murah meriah lah). Seperti yang kurencanakan dari rumah, hingga tujuan pribadi mandi, tapi bukanlah mandi konvensional melainkan bermain ombak di pantai…
Yuhuuu… bergegas saya menceburkan diri ke laut, eh bukan bahari ding… tapi pantai. Pokoknya dengan semangat membara, semangat yang hanya bisa diucapkan oleh laki-laki sejati, saya bertekad bahwa akan kuhabiskan setengah hariku bermain air. Karena kebanyakan bergaya kolam karang menentang ombak, saya banyak terminum air laut, tenggorokanku menjadi kering. Aku dan teman-teman memutuskan untuk kembali ke wisma. Tapi bagaimana dengan rencanaku tuk menghabiskan setengah hari di air? Tenang saja, di wisma juga tersedia air, air yang ditampung dalam jumlah yang banyak dalam suatu wadah yang diberi nama "kolam renang". Ahahai… alhasil, saya dan teman-teman bermain, bercanda, dan berfoto ria di kolam renang. Di sana ada juga penjaja buah kelapa muda (emang kelapa bisa dikategorikan buah?). Alhasil, didalam rongga perutku tercampurlah tiga jenis air, yaitu air bahari dengan rasa asin pekat sedikit pahit, air kolam dengan rasa kaporitnya, dan air kelapa yang menyegarkan dan bisa mengembalikan ion badan yang hilang.
Angin monsoon yang berhembus kencang mengingatkanku bahwa cacing-cacing dalam perutku menjerit meminta jatah makan, maka kuputuskan untuk makan mie kare sebagai pengganjal. Ada yang ngga tau angin monsoon? Itu lho, angin ekspresi dominan kemarau yang berhembus dari arah benua Australia yang membawa hawa panas. Lalu apa hubungannya antara angin dan lapar? Baiklah kujelaskan, dalam keadaan udara yang panas, menciptakan seseorang menjadi praktis marah, untuk murka maka diperlukan energi, untuk mendapat energi, diperoleh dengan makan. Sudah paham? Ha belum! Sudah aja ya! Apaa… kau belum paham juga!!! Yang belum paham, silakan baca lagi dari atas. Wookeeh…
Hari makin sore, air bahari mulai pasang, dan ombak pun makin tinggi. Hal ini mamacu adrenalinku untuk kembali berenang ke lepas pantai, kembali menantang ombak, terseret hingga jauh dari bibir pantai. Prriiiiit… priiiiit… penjaga pantai itu memperingatkan bahwa posisiku dan teman-teman terlalu jauh. Ah padahal lagi seru-serunya, terpaksa saya menepi. Di tepian, saya meminta kepada teman-temanku untuk menguburku dalam kubangan pasir, mereka sepakat dan terciptalah sosok baruku yang ibarat buaya darat… Dalam keadaan terhimpit dan nafasku mulai sesak, saya meminta semoga wujudku di abadikan dalam sebuah photo. Tapi alangkah sialnya, kamera Spectraku tertinggal di kamar, yang ada hanya kamera hape kualitas VGA pula. Tak apalah…
Setelah makan malam, diadakan program pembagian doorprize melalui kuis. Sesion pertama memperebutkan 2 buah tas laptop model jinjing, jujur saya tak tertarik sama hadiahnya, orang beruntung yang mendapat hadiah ini yakni Martotor Parsaulian Silitonga sang kepala suku dan Markus Utomo ajudannya. Sesion kedua, hadiahnya paling murah… payung. Kali ini menebak berapa jumlah batang korek yang ada dalam kotaknya. Karena kemampuanku dalam menganalisa suara, saya bisa menebaknya dengan mudah. Alhasil, payung itu berpindah tangan padaku. Sesion ketiga, ini yakni hadiah yang kuharapkan. Hadiahnya berupa tas laptop model gendong. Karena barangnya cuma ada satu, untuk memperebutkannya dengan cara diundi. Dengan semangat dan bermodal keberuntungan, tanganku meraih kupon undian. Namun apa yang terjadi? Pak de menegurku seraya mengatakan, "Bow.. elu kan udah dapet payung, jadi ngga boleh ikutan lagi!!!". Menyesal saya menjawab kuis di sesion sebelumnya. Tau gini saya berani berspekulasi dengan keberuntunganku untuk mendapat hadiah yang ku idamkan… he he he… Oh iya, pemenang kuis di sesion ketiga ini yakni Faberinto, laki-laki yang cocoknya kerja di air.
Sambil menunggu malam beranjak larut, saya dan semua penerima berkumpul di bibir pantai ditemani kopi racikan Yoso Ismoyo seraya bercerita kesana kemari ngga jelas, dan melontarkan beberapa tebakan yang menurutku kesemuanya garing. Mungkin bagi orang awam hal itu terdengar lucu, tapi bagiku yang telah usang berkecimpung di dunia humor, hal itu sudah ngga lucu lagi. Yang menciptakan menarik bagiku yakni saat Suyoko angkat bicara, logat jawanya itu lho… medhok banget! Sayuti aja lewat…
Lewat tengah malam (kira-kira antara jam 2 dan jam 3 saya tertidur juga, kurasa sebaiknya saya tidak perlu menceritakan apa yang terjadi saat saya sedang tidur… next.
Pagi hari, bergegas saya berdiri hanya untuk melihat sunrise dari pinggir pantai. Aku kecewa, awan terlalu tebal menghalangi jarak pandangku. Untuk melampiaskan kekecewaanku, kubuka baju kemudian renang lagi… ombak meninggi, saya riang sekali. Kembali saya dan teman-teman beranjak kepantai untuk bermain air, sepak bola, main ombak lagi, renang di kolam lagi, kemudian bermain ombak lagi. Gokil, kulitku ampe kisut, kulit cerahku melegam akhir terbakar sinar mentari. Gila, jadi gosong hanya dalam tempo sehari.
Tengah hari kami bersiap diri, ke Jakarta saya kan kembali. Pulang dengan mengendarai truk TNI. Sengaja malamnya saya tidur dini hari, semoga dalam perjalanan pulang saya bisa terbuai dalam mimpi. Perjalanan kembali tak perlulah kuceritakan lagi, karna saya sendiri tak tau apa yang terjadi, yang sejatinya niscaya asyik sekali, dan menorehkan kenangan indah yang tersimpan di hati, hati kami...
Sumber http://aliefsyahru.blogspot.com
0 Response to "Keindahan Pantai Anyer"
Posting Komentar