Faktor-Faktor Yang Menghipnotis Daya Dukung
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Dukung : Daya dukung berkelanjutan ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor biofisik maupun sosial-budaya-ekonomi. Kedua kelompok faktor ini saling mempengaruhi. Faktor biofisik penting yang memilih daya dukung daya dukung berkelanjutan ialah proses ekologi yang merupakan sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman jenis yang merupakan sumberdaya gen. Misalnya hutan yaitu salah satu faktor ekologi dalam sistem pendukung kehidupan. Hutan melaksanakan fotosintesis menghasilkan oksigen yang kita perlukan untuk pernafasan kita. Apabila proses fotosintesis terhenti atau menurun dengan drastis lantaran hutan atau tumbuhan pada umumnya habis atau sangat berkurang, kandungan oksigen dalam udara akan menurun dan kehidupan kita akan terganggu. Hutan juga mempunyai fungsi orologi yaitu melindungi tata air dan tanah dari erosi. Kerusakan hutan akan menjadikan rusaknya tata air dan terjadinya abrasi tanah. Erosi tanah akan menurunkan kesuburan tanah yang berarti menurunkan produksi dan menambah biaya produksi, menimbulkan pendangkalan sungai, waduk dan jalan masuk irigasi; menurunkan produksi ikan dan memperbesar ancaman banjir.
Mahluk hidup secara keseluruhan merupakan sistem dalam daur materi. Rusaknya daur materi akan menjadikan pencemaran. Dan lebih hebatnya lagi , kerusakan daur materi akan mengancam kelangsungan hidup semua mahluk hidup.
Faktor sosial budaya juga mempunyai peranan yang sangat penting, bahkan memilih dalam daya dukung berkelanjutan. Sebab kesannya manusialah yang memilih apakah pembangunan akan berjalan terus atau terhenti. Kemelaratan pada salah satu pihak merupakan hambatan untuk pembangunan. Tetapi pada lain pihak kemelaratan juga merupakan cambuk untuk usaha memperbaiki nasib diri sendiri. Sebaliknya kekayaan pada salah satu pihak mengandung kekuatan untuk pembangunan.
Faktor-faktor yang sanggup memilih daya dukung lingkungan dalam kondisi baik atau tidak antara lain, yaitu ketersedian materi baku dan energi, akumulasi limbah dari acara produksi (termasuk administrasi limbahnya) dan tentu interaksi antar makhluk hidup yang ada di dalam lingkungan. Dengan kata lain daya dukung harus bisa meliputi daya dukung lingkungan fisik, biologi dan persepsi atau psikologis.
Dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup (pengelolaan), akan selalu ada kegiatan-kegiatan menyerupai kegiatan pemanfaatan (termasuk penataan dan pemeliharaan), pengendalian, pemulihan dan juga pengembangan daerah lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan yaitu upaya pelestarian yang paling baik, lantaran dalam prosesnya akan selalu memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga sanggup dijadikan modal pembangunan untuk generasi-generasi selanjutnya.
Untuk itu, sebelum melaksanakan pengelolaan hendaknya ditentukan terlebih dahulu nilai dari daya dukung lingkungan yang menjadi targetnya. Dalam penentuan daya dukung suatu daerah perlu diperhatikan setidaknya tiga aspek utama, yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Hal ini penting mengingat bahwa interaksi antara kegiatan pengelolaan dengan ekosistem dari daerah tersebut akan tergambarkan dengan sangat kompleks, sehingga memerlukan pendekatan yang multidimensi Proses perencanaan pembangunan dengan konsep daya dukung mengandung pengertian adanya kemampuan dari alam dan sistim lingkungan buatan untuk mendukung kebutuhan yang melibatkan keterbatasan alam yang melebihi kemampuannya, yang secara tidak eksklusif sanggup menimbulkan degradasi atau kerusakan lingkungan. Keterbatasan fisik lingkungan sanggup ditoleransi kalau terdapat kompensasi biaya untuk menghindari resiko atau ancaman yang terjadi. Dengan demikian pembangunan hanya sanggup dilakukan pada tempat yang mempunyai zona potensial. Selain aspek fisik, daya dukung juga tergantung pada kondisi sosial, masyarakat, waktu dan tempat (Suryanto, 2007).
Daya dukung lingkungan yaitu kemampuan sebidang lahan dalam mendukung kehidupan insan (Sumarwoto, 2001). Kemudian Notohadiprawiro (1991) menjelaskan bahwa daya dukung tersebut dinilai berdasarkan ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem untuk menahan keruntuhan tanggapan dampak penggunaan. Pembahasan daya dukung meliputi : tingkat penggunaan lahan, pemeliharaan mutu lingkungan, tujuan pengelolaan, pertimbangan biaya pemeliharaan dan kepuasaan pengguna sumberdaya.
Implementasi daya dukung lingkungan sanggup dilakukan dengan tiga cara :
- Daya dukung lingkungan disusun pada level minimum sebagai acara gres yang sanggup diakomodasikan sebelum terjadi perubahan yang aktual dalam lingkungan yang ada. Misalnya : daya dukung untuk wilayah pertanian, kehutanan dan kegiatan wisata.
- Perubahan sanggup diterima, tetapi pada level tertentu dibatasi biar tidak mengalami proses degradasi serta sesuai dengan ketentuan standart. Cara ini kemungkinan sanggup lebih meluas dan relevan terutama untuk ambang batas udara dan air. Contoh implementasi model ini yaitu ijin pembuangan limbah yang diadaptasi dengan kapasitas jaringan air.
- Kapasitas lingkungan diterima sebagai acara baru. Model ini digunakan untuk administrasi sumberdaya. Cara ini kemungkinan tidak relevan dengan masalah perkembangan kota, namun sanggup relevan dalam masalah drainase yang menyebar pada lahan pertanian berair (Suryanto, 2007).
Kemudian Notohadiprawiro (1991) menjelaskan bahwa tata ruang secara umum memenuhi kriteria kesesuaian lahan, wawasan lingkungan dan wawasan ekonomi bila diterapkan secara bersama-sama. Penggunaan lahan di bawah kelayakan memang memenuhi kriteria kesesuaian (menghemat penggunaan lahan), namun potensi ekonomi lahan tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Pemanfaatan yang melampaui ukuran kelayakan berarti melanggar kedua kriteria tata guna lahan (kesesuaian dan wawasan lingkungan). Dalam hal ini penggunaan lahan terpaksa disubsidi dengan materi dan energi berupa teknologi, sehingga lahan digunakan secara tidak efisien dan menjadi suatu sistem yang mantap semu (metastable).
Gambar Kemampuan, Daya Dukung, Kesesuaian, Kemanfaatan danKelayakan Lahan Dalam Tata Guna Lahan
Setiap daerah mempunyai karakteristik geografi yang berbeda-beda serta ditambah dengan kegiatan insan dengan banyak sekali kepentingannya, sehingga daya dukung lingkungan akan sangat bervariasi. Di daerah yang kondisi daya dukung lingkungannya masih relatif baik, sebagian masyarakat masih kurang memperhatikan dampak lingkungan sehingga menjadikan berkurangnya daya dukung lingkungan. Hal ini akan sanggup berlaku sebaliknya, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan insan akan berkurang. Perkembangan teknologi dan kemajuan industri akan berdampak pada kualitas daya dukung lingkungan yang pada kesannya akan merusak lingkungan itu sendiri (Sunu, 2001: 10).
Lingkungan yang berada di sekitar kita sangat bervariasi, hal ini juga memperlihatkan bervariasinya kemampuan pendukung dari lingkungan tersebut. Daya dukung tidak mutlak, melainkan sanggup berkembang sesuai dengan faktor yang mendukungnya, yaitu faktor geografi (iklim, perubahan cuaca, kesuburan tanah, erosi); faktor sosial budaya dan iptek (Supardi, 1994).
Dalam UU No. 52 Tahun 2009 ihwal Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, merinci daya dukung lingkungan menjadi tiga, yakni daya dukung lingkungan alam, daya tampung lingkungan binaan dan daya tampung lingkungan sosial. Namun, UU ini tidak merinci lebih jauh bagaimana daya dukung tersebut sanggup diukur ataupun dihitung.
Ada beberapa kebutuhan informasi sumberdaya lahan yang dibutuhkan diketahui, yaitu : tanah, iklim, topografi dan deretan geologi, vegetasi dan kondisi sosial ekonomi. Informasi ihwal tanah pada kesannya akan memperlihatkan kondisi keragaman sifat lahan yang sangat penting dalam evaluasi kemampuan lahan serta tindakan-tindakan budidaya yang diperlukan. Informasi iklim meliputi data ihwal : temperatur, curah hujan, kecepatan dan arah angin. Informasi ihwal topografi dan deretan geologi meliputi : ketinggian lahan di atas permukaan air laut, derajat kemiringan lereng, dan posisi pada bentang alam. Kondisi topografi besar lengan berkuasa secara tidak eksklusif terhadap kualitas tanah termasuk ancaman abrasi dan potensi lahan untuk diusahakan.
Vegetasi merupakan salah satu unsur lahan, yang sanggup berkembang secara alami atau sebagai hasil dari acara insan baik pada masa yang kemudian atau masa kini. Vegetasi sanggup dipertimbangkan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan dan kesesuaian lahan bagi suatu kegunaan tertentu melalui kehadiran tanaman-tanaman indikator (Sitorus, 1998: 25).
Selain faktor-faktor tersebut diatas, faktor lain yang menghipnotis daya dukung yaitu :
· Produktivitas Lahan.
Jumlah penduduk Indonesia dikala ini mencapai 216 juta jiwa dengan angka pertumbuhan 1.7 % per tahun. Angka tersebut mengindikasikan besarnya materi pangan yang harus tersedia. Kebutuhan yang besar kalau tidak diimbangi peningkatan produksi pangan justru menghadapi duduk masalah ancaman latent yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun. Sudah niscaya kalau tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi pangan akan menimbulkan duduk masalah antara kebutuhan dan ketersediaan dengan kesenjangan semakin melebar.
Keragaman di atas memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan produksi pangan nasional rata-rata negatif dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan total produksi dan kebutuhan nasional dari tahun ke tahun pada ketiga komoditas pangan utama di atas memperlihatkan kesenjangan yang terus melebar; khusus pada kedelai sangat memprihatinkan. Kesenjangan yang terus meningkat ini kalau terus di biarkan konsekwensinya yaitu peningkatan jumlah impor materi pangan yang semakin besar, dan kita semakin tergantung pada negara asing.
Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya produksi di Indonesia antara lain disebabkan oleh: (1) Produktivitas tumbuhan pangan yang masih rendah dan terus menurun; (2) Peningkatan luas areal penanaman-panen yang stagnan bahkan terus menurun khususnya di lahan pertanian pangan produktif di pulau Jawa. Kombinasi kedua faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun yang cenderung terus menurun. Untuk mengatasi dua permasalahan teknis yang fundamental tersebut perlu dilakukan upaya-upaya khusus dalam pembangunan pertanian pangan khususnya dalam kerangka acara ketahanan pangan nasional.
Sulitnya melaksanakan peningkatan produksi pangan nasional antara lain lantaran pengembangan lahan pertanian pangan gres tidak seimbang dengan konversi lahan pertanian produktif yang menjelma fungsi lain menyerupai permukiman. Lahan irigasi Indonesia sebesar 10.794.221 hektar telah menyumbangkan produksi padi sebesar 48.201.136 ton dan 50 %-nya lebih disumbang dari pulau Jawa (BPS, 2000). Akan tetapi mengingat padatnya penduduk di pulau Jawa keberadaan lahan tumbuhan pangan tersebut terus mengalami degradasi seiring meningkatnya kebutuhan pemukiman dan pilihan pada komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi menyerupai hortikultura. Jika tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan produktivitas secara aktual dan/atau membuka areal gres pertanian pangan sudah niscaya produksi pangan dalam negeri tidak akan bisa mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Dari sisi ekspansi areal lahan tumbuhan pangan ini upaya yang sanggup ditempuh adalah: (1) Memanfaatkan lahan lebak dan pasang surut termasuk di daerah pasang surut (Alihamsyah, dkk, 2002) (2) Mengoptimalkan lahan tidur dan lahan tidak produktif di pulau Jawa. Kedua pilihan di atas mutlak harus di barengi dengan menerapkan teknologi produktivitas mengingat sebagian besar lahan tersebut tidak subur untuk tumbuhan pangan.
Luas lahan pasang surut dan Lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 20,19 juta hektar dan sekitar 9,5 juta hektar berpotensi untuk pertanian serta 4,2 juta hektar telah di reklamasi untuk pertanian (Ananto, E.,2002). Memanfaatkan lahan lebak dan Pasang Surut dipandang sebagai peluang terobosan untuk memacu produksi meskipun disadari bahwa produktivitas di lahan tersebut masih rendah. Produktivitas rata-rata tumbuhan pangan padi, Jagung dan Kedelai di lahan lebak/pasang surut dengan penerapan teknologi konvensional hasilnya masih rendah yaitu : secara berturut turut sekitar 3,5 ton/ha; 2,8 ton/ha dan 0,8 ton/ha. Kendala utama pengembang di lahan ini yaitu keragaman sifat fisiko-kimia menyerupai pH yang rendah, kesuburan rendah, keracunan tanah dan hambatan Bio fisik menyerupai pertumbuhan gulma yang pesat, OPT dan cekaman Air (Moeljopawiro, S., 2002).
Lahan kering di Indonesia sebesar 11 juta hektar yang sebagian besar berupa lahan tidur dan lahan marginal sehingga tidak produktif untuk tumbuhan pangan. Di Pulau Jawa yang padat penduduk, rata-rata pemilikan lahan usaha tani berkisar hanya 0,2 ha/KK petani. Namun, banyak pula lahan tidur yang terlantar. Ada 300.000 ha lahan kering terbengkelai di Pulau Jawa dari daerah hutan yang menjadi tanah kosong terlantar. Masyarakat sekitar hutan dengan desakan ekonomi dan tuntutan lapangan kerja tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan lahan-lahan kritis dan lahan kering untuk usaha tani pangan menyerupai jagung, padi huma dan kedelai serta kacang tanah. Secara alamiah hal ini membantu penambahan luas lahan pertanian pangan, meskipun disadari bahwa produktivitas di lahan tersebut masih rendah, menyerupai jagung 2,5 – 3,5 ton/ha dan padi huma 1,5 ton/ha dan kedelai 0,6 – 1,1 ton/ha, tetapi pemanfaatannya berdampak positif bagi peningkatan produksi pangan.
Melihat kenyataan di atas maka solusi terbaik adalah: (1) pemerintah sebaiknya memperlihatkan ijin legal atas hak pengelolaan lahan yang telah diusahahan petani yaitu semacam HGU untuk usaha produktif usaha tani tumbuhan pangan sehingga petani sanggup memperlihatkan bantuan berupa pajak atas usaha dan pemanfaatan lahan tersebut, (2) memperlihatkan bimbingan teknologi budidaya khususnya untuk menerapkan teknologi organik dan Bio/hayati guna meningkatkan kesuburan lahan dan menjamin usaha tani yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dan (3) Melibatkan stakeholder dan swasta yang mempunyai janji menunjang dalam sistem Agribisnis tumbuhan pangan sehingga akan menjamin kepastian pasar, Sarana Input teknologi produktivitas dan nilai tambah dari usaha tani terpadunya. Pengelolaan lahan kering untuk pertanian sanggup dilakukan dengan menerapkan teknologi produktivitas organik biar memperlihatkan bantuan yang aktual bagi peningkatan produksi pangan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai rujukan kalau 150.000 ha lahan ini digunakan untuk budidaya Jagung kalau dengan komplemen teknologi produktivitas organik sanggup menghasilkan rata-rata 6,5 ton/ha yang dilakukan dengan 2 kali MT maka akan terjadi penambahan produksi sebesar: 1,95 juta ton jagung, berarti akan mensubstitusi lebih dari 60% impor Jagung. Multiple effek dari usaha tani tumbuhan pangan ini sangat berarti dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar dan bagi kepentingan nasional.
Berbagai praktek explorasi lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahannya hendaklah dihindari. Penggunaan lahan diatas daya dukung lahan haruslah disertai dengan upaya konservasi yang benar-benar. Oleh lantaran itu, untuk menjamin keberlajutan pengusahaan lahan, sanggup dilakukan upaya strategis dalam menghindari degradasi lahan melaui: (1) Penerapan pola usaha tani konservasi menyerupai agroforestry, tumpang sari, dan pertanian terpadu; (2) Penerapan pola pertanian organik ramah lingkungan dalam menjaga kesuburan tanah; dan (3) Penerapan konsep pengendalian hama terpadu merupakan usaha-usaha yang harus kita lakukan untuk menjamin keberlanjutan usaha pertanian kita dan kalau kita ingin menjadi pewaris yang baik.
· Tingkat kesuburan tanah.
Erosi tanah merupakan faktor utama penyebab ketidak-berlanjutan kegiatan usahatani di wilayah hulu. Erosi yang intensif di lahan pertanian menimbulkan semakin menurunnya produktivitas usaha tani lantaran hilangnya lapisan tanah pecahan atas yang subur dan berakibat tersembul lapisan cadas yang keras. Penurunan produktivitas usaha tani secara eksklusif akan diikuti oleh penurunan pendapatan petani dan kesejahteraan petani. Disamping menimbulkan ketidak-berlanjutan usahatani di wilayah hulu, kegiatan usahatani tersebut juga menimbulkan kerusakan sumberdaya lahan dan lingkungan di wilayah hilir, yang akan menimbulkan ketidak-berlanjutan beberapa kegiatan usaha ekonomi produktif di wilayah hilir tanggapan terjadinya pengendapan sedimen, kerusakan sarana irigasi, ancaman banjir dimusim penghujan dan kekeringan dimusim kemarau.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan takaran yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menimbulkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah lantaran terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan materi organik tanah. Misalnya petani memakai urea (hanya mengandung hara N) dalam takaran tinggi secara terus menerus, sementara tumbuhan mengambil unsur hara tidak hanya N (nitrogen) dalam jumlah yang banyak, maka akan terjadi pengurasan hara lainnya. Unsur hara pokok yang dibutuhkan tumbuhan semuanya ada 16 unsur, sehingga apabila tidak ditambahkan akan terjadi pengurasan hara lainnya (15 hara) dan pada saatnya akan terjadi kemerosotan kesuburan lantaran terjadi kekurangan hara lain. Dilaporkan dipersawahan yang intensif missal Delanggu diduga kekurangan hara mikro Zn dan Cu. Memang seyogyanya semua hara yang dibutuhkan tumbuhan perlu ditambahkan, namun yang demikian sulit dilakukan. Kecuali dengan penambahan pupuk organik secara periodik yang mengandung hara lengkap yang kini semakin jarang dilakukan petani.
Penanaman varietas padi unggul secara mono cultur tanpa adanya pergiliran tanaman, akan mempercepat terjadinya pengusan hara sejenis dalam jumlah tinggi dalam kurun waktu yang pendek. Hal ini kalau dibiarkan terus menerus tidak menutup kemungkinan terjadinya defisiensi atau kekurangan unsur hara tertentu dalam tanah.
Akibat dari ditinggalkannya penggunaan pupuk organik berdampak pada penyusutan kandungan materi organik tanah, bahkan banyak tempat-tempat yang kandungan materi organiknya sudah hingga pada tingkat rawan, sekitar 60 persen areal sawah di Jawa kadungan materi organiknya kurang dari 1 persen. Sementara, sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) kalau kandungan materi organik tanah lebih dari 2 %. Bahan oraganik tanah disamping memperlihatkan unsur hara tumbuhan yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan semakin remah. Namun kalau penambahan materi organik tidak diberikan dalam jangka panjang kesuburanfisiknya akan semakin menurun.
Tingkat kesuburan lahan pertanian produktif terus menurun; revolusi hijau dengan mengandalkan pupuk dan pestisida mempunyai dampak negatif pada kesuburan tanah yang berkelanjutan dan terjadinya mutasi hama dan pathogen yang tidak diinginkan. Sebagai rujukan lahan yang terus dipupuk dengan Urea (N) cenderung menampakkan respon kesuburan tumbuhan seketika, tetapi berdampak pada cepat habisnya materi organik tanah lantaran memacu berkembangnya dekomposer dan materi organik sebagai sumber makanan mikroba lain habis (< 1%). Pemakaian pupuk kimia, alkali dan pestisida yang terus menerus menimbulkan tumpukan residu yang melebihi daya dukung lingkungan yang kalau tidak terurai akan menjadi “racun tanah” dan tanah menjadi “Sakit”. Akibatnya disamping hilangnya mikroba pengendali keseimbangan daya dukung kesuburan tanah, ketidak-seimbangan mineral dan munculnya mutan-mutan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang kontra produktif. Di lahan sawah/irigasi dengan banyak sekali upaya acara revolusi hijau yang telah ada tidak lagi memperlihatkan bantuan pada peningkatan produktivitas dikarenakan telah mencapai titik jenuh (Levelling Off) dan produktivitas yang terjadi justru cenderung menurun.
Upaya yang harus dilakukan yaitu melaksanakan Soil Management untuk mengembalikan kesuburan tanah dengan memasukkan banyak sekali ragam mikroba pengendali yang mempercepat keseimbangan alami dan membangun materi organik tanah, kemudian diikuti dengan pemupukan dengan jenis dan jumlah yang sempurna dan berimbang serta teknik pengolahan tanah yang tepat. Telah diketahui bahwa mikro-organisme unggul mempunyai kegunaan sanggup diintroduksikan ke tanah dan sanggup diberdayakan biar mereka berfungsi mengendalikan keseimbangan kesuburan tanah sebagaimana mestinya. Selain itu, sekumpulan mikro-organisme diketahui menghuni permukaan daun dan ranting. Sebagian dari mereka ada yang hidup mandiri, bahkan sanggup menguntungkan tumbuhan (Mashar, 2000). Prinsip-prinsip hayati yang demikian telah diungkapkan dalam kaidah-kaidah penerapan pupuk hayati (misal : Bio P 2000 Z).
Untuk mendapat performa hasil maksimal dari tumbuhan unggul gres yang diharapkan memerlukan persyaratan-persyaratan khusus “Presisi” dalam budidayanya menyerupai kesuburan lahan, pemupukan, mengamankan dari OPT (Anonim, 2003) dan/atau perlakuan spesifik lainnya. Pada kenyataannya baik tumbuhan unggul menyerupai padi VUB, Hibrida dan PTB; dan kedelai serta Jagung bibit unggul akan bisa berproduksi tinggi kalau pengawalan administrasi budidayanya dipenuhi dengan baik, tetapi kalau tidak justru terjadi sebaliknya. Hasilnya lebih rendah dari varietas lokal. Hal ini berarti bakal calon penerapan varietas unggul berproduktivitas tinggi harus dilakukan pengawalan dan administrasi teknologi penyerta dengan baik dan diterapkan secara paripurna. Untuk hal tersebut petani harus diberikan dampingan dan memanejemen budidaya secara intensif.
Sumber http://tugasakhiramik.blogspot.com/
0 Response to "Faktor-Faktor Yang Menghipnotis Daya Dukung"
Posting Komentar